Eks Kuasa Hukum Korban Cabul Oknum Dokter Bantah Terima Uang Damai

Hukum228 Dilihat

SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) tertanggal 29 Februari 2024 dari Direskrimum Polda Sumsel ke Kepala Kejaksaan Tinggi diterapkan pasal 6b dan atau pasal 15 ayat (1) huruf b UU no.12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual  (UUTPKS).

Penerapan pasal dalam SPDP tersebut berdasarkan pengumpulan alat bukti selama proses penyelidikan yang telah menelan waktu lebih kurang 68 hari ( lebih kurang 2 bulan 1 minggu) barulah kemudian disimpulkan berdasarkan alat bukti yg di peroleh ditingkatkan ke penyidikan  penerapan pasal 6 huruf b dan pasal 15 ayat 1 huruf n UU TPKS.

Selanjutnya pasal 23 UU TPKS : perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian diluar peradilan, kecuali terhadap pelaku anak.

Sedangkan tersangka MY sudah dewasa bukan anak

Jadi terlepas ada perdamaian atau tidak perkara berdasarkan hukum Pasal 23 UU TPKS harus dilanjutkan ketika ada pihak yg tidak melanjutkannya adalah melanggar UUD

Dan tidak ada hukum yang mengatakan pelanggaran pasal 6b dan 15 UU TPKS adalah delik aduan yang bisa di cabut kemudian di hentikan perkara, kalau ada di mana dasar hukum nya ?? UU TPKS memerintahkan lanjutkan perkara tsb dan seluruh mantan tim kuasa hukum pelapor mengetahui bahwa perkara tsb tidak dapat dihentikan secara hukum dan mengetahui bahwa perdamaian tidak menghentikan proses hukum karena bukan delik aduan dan tidak bisa RJ.

Kawal proses hukum agar tidak ada skanario kotor oleh  oknum tertentu menghilangkan PASAL 6B dan 15 dalam perkara aquo.

Baca Juga :  Kejati Kembali Serahkan Barang Bukti Kasus Korupsi Penjualan Aset Yayasan Batang Hari Sembilan

Berikan pembelajaran terhadap aligator seksual

Cegah tindak pidana seksual dengan beri pembelajaran hukum melalui perintah pasal 23 UU TPKS lanjutkan perkara meskipun ada perdamaian.

Dan diduga di RS tkp oknum dokter tersebut bukan pertama kali melakukan seperti ini , sebelumnya pernah juga oleh oknum yg sama akan tetapi tidak mencuat ke publik.

Hal tersebut langsung mendapat tanggapan dari mantan pengacara korban TAF terkait mengenai perdamaian . Advokat Redho junaidi, SH dan Andika Andlan tama SH   & Masklara  SH, tidak tau menahu karena kami tidak di libatkan dan tidak ingin terlibat karena dari awal murni mendampingi perkara ini karena pihak yg tidak mampu secara finansial suaminya adalah buruh interior, perkara ini adalah perkara moralitas, yang dapat merusak mental bangsa apalagi pelaku diduga sebelumnya pelaku telah melakukan perbuatan seperti ini rs yang sama akan tetapi tidak sampai mencuat ke publik, serta niat kami dari awal untuk memberikan pembelajaran agar ke depan tidak ada lagi peristiwa asusila seperti ini terjadi, kemudian terjadi perdamaian diluar sepengetahuan kami tidak tahu menahu yang jelas nawaitu kami murni agar proses hukum ini tetap berjalan sesuai perintah UU, perkara ini merupakan milik publik bukan orang pribadi lapisan masyarakat menolak perkara ini di hentikan meminta proses hukum terap lanjut sesuai psal 23 UU TPKS, jika ini di hentikan akan menjadi preseden buruk dan menjadi contoh bahwa perkara asusila TP pasal 6b bisa dihentikan akan banyak pelaku asusia berdamai dan di hentikan, kedepan perkara lain yg narkoba dan pemerkosaan pun dapat dihentikan , berikan kepada masyarakat bahwa hukum itu ada tanpa memandang status sosial” ucapnya, Senin (22/4/2024).

Baca Juga :  Oknum Dokter Jadi Tersangka Kasus Cabul, Redho: Hukum Perdamaian tidak Menghentikan Perkara

” jika diluar ada info yang mengatakan Ada Lawyer korban mendapatkan sejumlah Uang. rekan-rekan media langsung  menanyakan secara langsung kepada oknum lawyer yang terlibat dalam perdamaian tersebut “ucap Redho.

 

Lanjut mantan kuasa HUkum korban,mengenai adanya uang dalam perdamaian kami tidak melihat langsung akan tetapi memang setelah ada perdamaian kami di hubungi oleh salah satu rekan satu tim untuk memberikan rekening untuk di transfer uang sejumlah lumayan akan tetapi kami tolak mentah mentah karena niatan kami dari awal mendampingi perkara prodeo asusila ini bukan niatan uang tapi murni semata-mata penegakan hukum, membuktikan kepada masyarakat bahwa orang tidak mampu berhak mendapatkan keadilan , tidak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin, dan pelaku diseret sampai ke pengadilan sesuai amanah UU TPKS

Kami tidak ada meminta ataupun menerima biaya  materi dalam perkara asusila ini untuk menjaga Marwah hukum dan kehormatan harga diri wanita sesuai amanat UUTPKS,perkara besar di Sumsel kami tangani mulai perkara mantan gubernur sumsel, mantan direktur BUMN yg di vonis bebas, perkara pemda bupati di sumsel kami tangani, khusus perkara aquo tidak ada terlintas di kepala kami untuk mencari uang dari perkara ini, kantor hukum kami juga biasa menangani perkara prodeo dan bankum gratis dari menkumham dan pemkot palembang dan biasa juga kami mengeluarkan biaya untuk memberikan bantuan hukum kepada pihak yg tidak mampu guna mencari keadilan’tegasnya.

Baca Juga :  Kejati Kembali Serahkan Barang Bukti Kasus Korupsi Penjualan Aset Yayasan Batang Hari Sembilan

Terkait mengenai pencabutan kuasa menerima via wa dari klien pada setelah penetapan My selaku tersangka itupun via wa chatting yang tanda tangan pada surat pencabutan kuasa dibandingkan tanda tangan surat kuasa sangat berbeda.

Dan kami saat itu juga mengirim chatting untuk di kirim suara klien mencabut kuasa atau video klien mencabut kuasa guna memastikan pencabutan kuasa tersebut benar adanya atau hanya disalah gunakan pihak tertentu, untuk memastikan berhubung hp klien terkadang di pergunakan oleh suami nya , akan tetapi hingga saat ini hp klien tidak aktif hanya centang satu.

“Terlepas masih kuasa atau tidak karena ketidak pastikan pencabutan kuasa tsb kmi tetap akan kawal kasus ini berdasarkan ketentuan pasal 80 KUHAP pihak ketiga yang berkepentingan (Putusan MK no.76/PUU-X/2012.

Yang intinya pihak ketiga yang berkepentingan dalam suatu perkara pidana bukan hanya sebatas saksi korban ataupun saksi pelapor saja akan tetapi masyarakat luas baik perseorangan warga negara ataupun perkumpulan mempunyai hak untuk mengawal suatu kasus pidana bahkan mempunyai hak untuk mengajukan praperadilan di PN,” jelasnya.

    Komentar