SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Tim penasehat hukum terdakwa Haryanto yang dianggap melakukan pelarangan mengenai tanah ahli waris Bajumi Wahab dengan luas 78 hektar, membacakan nota pembelaan atau Pledoi atas tuntutan 4 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum.
Nota pembelaan tersebut dibacakan oleh tim kuasa hukum terdakwa pada persidangan yang digelar di PN Palembang Kamis (30/1/2025) dihadapan majelis hakim Kristanto Sahat Sianipar SH MH, serta dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel.
Seusai sidang Hendra Jaya SH MH didamping Rizal SH, Ilyas SH dan Dahlan SH mengatakan, bahwa dalam perkara yang menjerat kliennya banyak sekali yang tidak sesuai fakta.
“Karena mengapa, dari awal laporan polisi di Polda Sumsel milik almarhum Bajumi Wahab seluas 78 hektar hanya berdasarkan GS dan fotocopy bukti kehilangan. Jadi dalam hal ini kami sangat menyayangkan pihak kepolisian kenapa bisa menerima perkara ini,” ujarnya.
Masih kata Hendra Jaya, dalam pembelaan yang telah disampaikan dalam persidangan pihaknya meminta agar majelis hakim bisa membebaskan kliennya ini dari segala tuntutan serta dakwaan jaksa penuntut Umum.
“Kami lihat adalah Ini bukan perkara pidana tetapi perkara perdata. Karena apa, dari terdakwa klien kami mempunyai sertifikat yang mana pembuatan sertifikat itu melalui proses yang sah menurut hukum,” jelasnya.
Hendra mengatakan, dari pihak pelapor sudah meninggal dunia yakni almarhum Bajumi Wahab dan ahli waris sebagai kuasa menguasakan kepada Elisa Rahmawati.
“Karena baru saja meninggal, almarhum Elisa ini mendapatkan kuasa dari Erita Rosmida sebagai anak dari almarhum Bajumi Wahab. Dan anak almarhum Bajumi juga meninggal dunia. Kami selaku kuasa hukum tahu bahwa apabila pelapor dan kuasa hukumnya meninggal dunia maka Legal Standing secara hukum hilang,” jelas Hendra Jaya.
Hendra Jaya menilai bahwa dalam perkara ini Kami menduga ada permainan, yakinlah terhadap hal ini kami akan membongkar mafia-mafia yang terlibat dalam perkara tersebut.
“Akan kami bongkar mafia-mafia dalam perkara ini. Karena berkas yang dilaporkan ke polisi hanya berkas fotocopy bukti kehilangan dan GS. Dan yang anehnya kok bisa satu orang yang menguasai 78 hektar, inikan tidak sesuai dengan peraturan menteri ATR/BPN, karena untuk satu orang memiliki lahan pertanian sesuai aturan itu boleh paling luas 20 hektar,” tegasnya.
Hendra Jaya juga mempertanyakan perkara dari tahun 2018 dinaikan perkaranya di tahun 2024. “Dan kenapa hanya klien kami Haryanto saja, kan disana luas 78 hektar yang hanya memiliki tanah seluas 1 hektar,” jelasnya. (ANA)
Komentar