SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Kapolrestabes Palembang, Kombes Pol Harryo Sugihhartono, mengungkap peristiwa kericuhan antar Ormas yang terjadi di luar gedung KPU Palembang usai pengundian nomor urut Calon Walikota, tidak berhubungan dengan kontestasi politik. Dari hasil pemeriksaan polisi, diketahui kejadian itu dilatarbelakangi permasalahan pribadi.
“Jadi insiden yang terjadi kemarin merupakan urusan pribadi. Tidak ada hubungannya dengan dukungan terhadap paslon,” ungkap Harryo, didampingi Kasat Reskrim AKBP Yunar Hotma Parulian Sirat, saat menggelar perkara pelaku, Selasa (24/9/2024).
Lanjut Harryo, kejadian tersebut disebabkan motif ekonomi, di mana antara korban JM (55) dan pelaku AR (45) memiliki pekerjaan bersama, namun punya masalah yang belum kelar. Hal itu meruncing saat keduanya bertemu dalam proses pengundian yang terjadi di kantor KPU.
“Pekerjaannya tidak berhubungan dengan pemilu tapi lebih ke pekerjaan berhubungan dengan ekonomi. Yang bersangkutan (korban dan pelaku) berada dalam satu kelompok ormas yang sama, yang kebetulan secara internal juga ada perpecahan. Tetapi, kejadian itu juga tak dilatarbelakangi masalah internal organisasi,” jelasnya.
Permasalahan pribadi antara korban dan pelaku memuncak saat proses tahapan pengundian dan penetapan nomor urut tengah berlangsung di KPU. Kedua kelompok terlibat keributan sehingga harus dilerai oleh anggota polisi.
“Kebetulan TKP berada di luar Gedung KPU Palembang teapi berada di Jalan Utama menuju kanto KPU,” katanya.
Anggota polisi Aipda Trisno Widodo yang sedang bertugas sebagai Walpri salah satu paslon berusaha melerai kejadian. Dirinya pun akhirnya terkena sabetan sajam dari pelaku AR hingga mengalami luka dibagian pinggang.
“Anggota kita berusaha melerai agar kejadian keributan tidak meluas. Anggota kita juga terkena sabetan karena ingin melerai. Sedangkan korban JM mendapat perawatan di RS namun sudah bisa menjalani rawat jalan,” katanya.
Atas ulahnya, pelaku AR terancam pasal 351 ayat 1 KHUP, dengan ancaman kurungan penjara 5 tahun dan tindak pidana ditambah 213 KHUP ayat 2, ancaman 5 tahun. (ANA)
Komentar