SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Perkara Kasus dugaan korupsi Pengelolaan Dana Korpri Banyuasin tahun 2022-2023, yang menjerat dua terdakwa yakni Bambang Gusriandi dan Mirdayani, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Palembang, dengan Agenda nota keberatan atau Eksepi terhadap dakwaan JPU, Kamis (6/6/2024).
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Masrianti SH MH serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Banyuasin, Tim Kuasa Hukum para terdakwa secara bergantian membacakan nota keberatan atau eksepsi.
Sesuai persidangan Arief Budiman SH MH selaku tim kuasa hukum terdakwa Bambang Gusriandi,mengatakan bahwa dakwaan penuntut umum tidak cermat dan tidak lengkap.
Karena menurutnya, dakwaan penuntut bertentangan dengan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, karena susunan surat dakwaan harus cermat dan lengkap.
“Dan ayat (3) menyatakan jika tidak dipenuhinya ketentuan dimaksud pada ayat (2) huruf b tersebut, maka dakwaan batal demi hukum. Atas dasar itulah kami mengajukan eksepsi,” Jelas Arief ketika diwancarai di PN Palembang, Kamis (6/6/2024).
Arief Budiman dalam poin eksepsinya menyoroti surat dakwaan terhadap kliennya yang didakwa secara sendiri-sendiri dan bersama-sama dengan terdakwa II Mirdayani telah melakukan tindak pidana korupsi.
“Kenapa surat dakwaan kami anggap tidak cermat dan tidak lengkap, pertama dalam dakwaan tertulis bahwa terdakwa I dan terdakwa II baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Nah, secara sendiri-sendiri dan bersama-sama ini konsekuensi hukumnya berbeda, kalau secara sendiri-sendiri terdakwa tidak bisa dikenakan Pasal 55. Tapi nyatanya, kedua terdakwa didakwa juga secara bersama-sama jadi seharusnya tidak ada secara sendiri-sendiri,” jelasnya.
yang kedua mengapa dakwaan tidak lengkap lanjut Arief, karena menurutnya penuntut umum menyembunyikan fakta yang mana terdakwa telah mengembalikan uang kerugian negara.
“Kami menganggap jaksa telah menyembunyikan fakta yang mana klien kami telah mengembalikan kerugian negara pada tanggal 6 Maret 2024 sebelum dijadikan tersangka. Tetapi klien kami ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 16 Maret, ini kan jauh sekali jarak waktunya, artinya dalam perkara ini tidak ada lagi kerugian negara,” tegas Arief.
Dalam eksepsi tersebut kata Arief, pihaknya tidak terlalu banyak berharap karena adanya putusan Mahkamah Kontitusi terkait eksepsi.
“Kami tidak terlalu banyak berharap karena adanya putusan MK terkait eksepsi. Bahwa jika eksepsi dikabulkan maka diperintahkan jaksa untuk memperbaiki. Tetapi eksepsi yang kami sampaikan, merupakan bentuk gambaran kepada majelis hakim bahwa itulah faktanya yang terjadi,” jelasnya.
Sementara itu tim kuasa hukum terdakwa Mirdayani, Hendri Umar Adikusuma SH MH mengatakan, bahwa sebagaimana disebutkan dalam PP No 60 tahun 2008 sangat jelas, terhadap hasil pengawasan, wajib disampaikan ke Bupati Banyuasin atau kepala daerah. Tetapi faktanya, dakwaan tersebut tidak menyebutkan hasil dari pemeriksaan Inspektorat belum diterima, baik dari terdakwa Mirdayani atau pun kepala daerah.
“Dalam poin eksepsi tadi, kita sebutkan ketua Korpri Banyuasin, kami nyatakan dakwaan atau perkara aquo ini, merupakan pelanggaran administrasi, bukan tindak pidana. Apa yang dilakukan terdakwa Mirdayani murni administrasi, kesalahan dalam pengeluaran keuangan. Dan pertanggung jawabannya ini, yang paling bertanggung jawab ya ketua Korpri,” jelasnya.
Masih kata Hendri, Namun dalam dakwaan jaksa, ketua Korpri justru tidak diminta pertanggung jawaban. Maka kami dalam dakwaan minta ditambahkan, karena kurang pihak. Sebab yang bertanggung jawab penuh ini, Hasmi sebagai Ketua Korpri Banyuasin saat itu, selain sekertaris dan bendahara.
“Sehingga kami berharap, eksepsi klien kami Mirdayani diterima dan dikabulkan. Bahwa dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Banyuasin, masih wewenangnya pengawas dari Kabupaten Banyuasin atau ranah Inspektorat, karena hasil audit belum jelas, belum disampaikan ke Bupati. Belum waktunya masuk ke JPU Kejari Banyuasin,” tegasnya.
Joko Sungkowo menambahkan, jadi kenapa menyatakan kurang pihak, karena semuanya tanggungjawab ada di Ketua Korpri Banyuasin. Sementara ketua Korpri tidak sama sekali ditetapkan jadi tersangka. Lepas tanggung jawab dalam hal ini. Yang ditetapkan tersangka dan terdakwa hanya sekertaris dan bendahara.
“Sedangkan semua keputusan pencarian mengambil uang, harus disetujui ketua Korpri Banyuasin. Sedangkan ketuanya tidak termasuk dalam hal ini, maka kami keberatan, keberatannya pertama kenapa yang bertanggung jawab tidak jadi tersangka? kedua, inikan kesalahan bukan korupsi tapi kesalahan administrasi. Dan administrasi sudah disahkan ketuanya, selesai,” timbang Joko.
Terkait dengan MoU hakim, menyatakan sebelum penyidikan ada Inspektorat melakukan penyelidikan, untuk hasilnya disampaikan kepada ketua dan anggotanya dan itu tidak dilakukan. Sehingga harapannya, perkara ini berkaitan dengan kesalahan administrasi dan sudah diselesaikan.
“Harapannya kami, perkara ini bebas, bukanlah perkara pidana, namun murni administrasi,” terang Joko.
Dalam dakwaan Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Banyuasin Hendi Tanjung SH MH sendiri, mendakwa terdakwa Bambang Gusriandi dan Mirdayani, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana Korpri Kabupaten Banyuasin tahun 2022-2023. Dalam perkara ini kerugian negara sebesar Rp 342 juta. Namun semuanya telah dikembalikan kedua terdakwa. (ANA)
Komentar