SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menuntut mantan Direktur Utama PT Sriwijaya Mandiri Sumsel (SMS) periode 2019-2021, Sarimuda, dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan.
Terdakwa Sarimuda, dinyatakan JPU KPK telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi, dalam kerjasama pengangkutan batubara pada PT SMS yang merugikan keuangan negara sebesar Rp18 miliar.
Tuntutan tersebut dibacakan JPU KPK dihadapan Majelis Hakim Pitriadi SH MH, pada persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Palembang, pada Rabu (22/5/2024).
“Menuntut, menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Sarimuda, dengan pidana selama 4 tahun 6 bulan penjara,” ujar tim Jaksa KPK, saat membacakan tuntutan.
Selain itu, Jaksa KPK juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp100 juta dengan subsider 3 bulan kurungan, serta pidana tambahan mengembalikan uang pengganti sebesar Rp2,3 miliar.
Setelah mendengarkan tuntutan tersebut, terdakwa Sarimuda dan melalui tim kuasa hukumnya, menyatakan akan mengajukan nota pembelaan atau Pledoi. Ini akan disampaikan pada sidang pekan depan.
Diketahui dalam dakwaan JPU KPK, menyatakan bahwa terdakwa Sarimuda terlibat dalam kasus dugaan korupsi kerja sama pengangkutan barubara pada BUMD milik Pemprov Sumsel, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp18 miliar.
“Bahwa terdakwa Sarimuda sebagai Direktur Utama PT SMS telah membuat kebijakan untuk melakukan kerjasama pengangkutan batubara menggunakan fasilitas PT KAI Persero dengan sejumlah customer, yaitu perusahaan pemilik batubara maupun pemegang izin usaha pertambangan. Melalui kontrak kerja sama dengan para perusahaan batubara tersebut, PT SMS Perseroda mendapatkan pembayaran dengan hitungan per metrik ton,” urai penuntut umum pada poin dakwaannya.
Selain itu, kata Jaksa KPK, PT SMS Perseroda juga melakukan kerjasama dengan beberapa vendor untuk menyediakan jasa pendukung.
Dalam rentang waktu 2020 sampai 2021, telah terjadi proses pengeluaran uang dari kas PT SMS Perseroda dengan membuat berbagai dokumen invoice atau tagihan fiktif.
Akan tetapi, pembayaran dari beberapa vendor tidak sepenuhnya dimasukkan ke dalam kas PT SMS. Sebagian uang itu, justru dicairkan dan digunakan terdakwa untuk keperluan pribadi.
Kemudian, dari setiap pencairan cek Bank yang bernilai miliaran rupiah, Sarimuda melalui orang kepercayaannya menyisihkan ratusan juta rupiah dalam bentuk tunai.
Terdakwa juga mentransfer ke rekening Bank salah satu perusahaan milik anggota keluarganya, yang tidak memiliki kerjasama bisnis dengan PT SMS. Akibat dari serangkaian perbuatan melawan hukum yang dilakukan terdakwa telah memperkaya diri terdakwa, negara mengalami kerugian sebesar Rp18 miliar. (ANA)
Komentar