SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel dalam kasus dugaan korupsi pada proyek Penyambungan Pipa Jaringan Gas Alam (Jadgas) pada PT Sarana Pembangunan Palembang Jaya (SP2J) tahun anggaran 2019-2020, menghadirkan tiga orang saksi.
Tiga orang saksi diantara yaitu, Harnojoyo mantan Walikota Palembang periode 2015-2023, Harobin mantan Sekretaris Daerah Kota Palembang 2016-2019 dan Dadang pemilik toko bangunan.
Menanggapi hal saksi saksi yang dihadirkan oleh JPU, kuasa hukum terdakwa Direktur Keuangan PT. SP2J, Sumirin yakni Redho Junaidi SH MH mengatakan sidang tadi pemeriksaan saksi terhadap mantan walikota dan mantan sekda kota Palembang.
“Jelas disitu dibenarkan bahwa ada peraturan walikota (perwali) No 3 Tahun 2019 yang membenarkan bahwa swakelola itu boleh dengan catatan ada peraturan direksinya dan peraturan direksi juga ada di Tahun 2019 mengenai swakelola itu,” ujar Redho, Senin (21/10/2024) usai persidangan.
Lanjut Redho, artinya apa, landasan untuk melakukan kegiatan swakelola itu ada , jadi ini bukan pengadaan barang untuk instansi pemerintah bukan, tapi pengadaan untuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan tadi didalam persidangan sudah diperlihatkan juga bukti mengenai hasil Audit dari angkutan Publik “bahwa ditahun 2019 itu, keuntungan SP2J Khusus untuk Jargas itu senilai Rp 2,9 miliar.
Kemudian ditahun 2020 setelah pemasangan pipa itu naik beberapa kali lipat , sampai dengan keuntungan itu mencapai senilai sebesar Rp 10 miliar rupiah, artinya apa melonjaknya naik , nah di situ peran serta BUMD seperti itu.
“Karena satu menguntungkan perusahaan dan kedua dasar hukumnya ada,“ jelas Ridho.
Masih kata Redho Junaidi menyatakan, Jargas ini memang sudah ada sebelumnya. Tetapi, keuntungan itu sedikit. Karena pipa itu hanya sedikit kemudian penambahan pipa lagi.
“Usaha Jargas itu sudah ada sebelumnya, untuk lebih besar keuntungan dipasanglah pipa itu lebih jauh lagi lebih banyak lagi untuk meningkatkan keuntungan. Terbukti, benar ada keuntungannya makanya di Tahun 2019 diterbitkan perwali itu. Jadi itulah landasan berpijaknya perwali nya ada yang mengatur swakelola, peraturan direksinya ada, terus pertanyaan nya keuntungan itu ada seperti itu,” ungkap Redho Junaidi.
Menurut Redho Junaidi menyatakan, karena ini BUMD tentu ada bentuk laporan di RUPS. Di situlah ada laporan pertanggungjawaban bahkan laporan audit juga disampaikan disitu bahkan ada kata – kata begitu diterima sah sudah selesai.
“Jadi pertanggung jawabannya dimana di RUPS, RUPS itu ada siapa saja yakni ada komisaris, ada selaku kuasa dari walikota Palembang yang menunjuk kepada Almarhum A. Artinya RUPS itu memang dihadiri oleh pihak – pihak yang berwenang, siapa itu baik Walikota maupun dari Komisaris-nya,” katanya.
Saat ditanya terkait uang Sebesar Rp 2,1 miliar masih misterius dan belum terungkap Redho menjelaskan, nah itu yang masih menjadi tanda tanya uang sebesar Rp 2,1 miliar benar ada kerugian atau tidak.
“Sampai dengan saksi fakta yang diperiksa pada hari ini, tidak ada mencerita tentang Uang sebesar Rp 2,1 miliar,entah uang itu dimana, dan belum ada ceritanya sampai dengan saat ini,“ tuturnya. (ANA)
Komentar