SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel, menuntut tiga terdakwa yaitu Zainuddin, Sarjono, dan Ateng Kurnia, masing-masing dengan pidana penjara selama 9 Tahun serta denda Rp 500 Juta Sundider 5 bulan.
Diketahui, ketiga terdakwa kasus dugaan korupsi Kegiatan Optimasi Lahan Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (SERASI) yang bersumber dari APBN tahun anggaran 2019 pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Banyuasin, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp7,9 miliar.
Selain di pidana penjara, ketiga terdakwa juga dibebani mengembalikan uang pengganti (UP) untuk terdakwa Zainuddin UP sebesar Rp 2,4 miliar lebih untuk terdakwa Sarjono UP sebesar Rp 2,4 miliar lebih dan Ateng Kurnia UP sebesar Rp 2,9 miliar lebih.
Menanggapi tuntutan tersebut, tim Kuasa hukum ketiga terdakwa Arief Budiman mengatakan, bahwa Jaksa Penuntut Umum Kejati Sumsel telah memanipulasi fakta persidangan yang selama ini berlangsung.
“Sehingga apa yang dituntut menjadi sangat besar. Misalnya penyamarataan predikat tugas masing-masing terdakwa,” jelas Arief, saat diwawancarai, Selasa (25/7/2023).
Padahal, menurut Arief Budiman, dalam persidangan jelas berbeda. Namun dalam tuntutan menjadi sama semua.
“Sehingga dituntut dengan hukuman penjara yang sama, dituntut mengembalikan uang kerugian negara yang sama, serta denda yang sama. Padahal pada fakta persidangan jauh berbeda peran masing-masing,” jelas dia.
Selain itu, Arief juga menilai bahwa JPU Kejati Sumsel juga dianggap tidak memahami Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi.
Dimana pengembalian uang negara itu adalah sebesar-besarnya uang yang diambil dari kasus korupsi tersebut.
Dalam fakta persidangan terdakwa Zainuddin Rp 0, terdakwa Sarjono cuma Rp 15 juta yang terbukti di fakta persidangan, serta yang terakhir terdakwa Ateng Rp 530 juta.
“Sisanya memang diambil oleh orang lain yang mengatasnamakan saudara Ateng sebagai konsultan,” ungkapnya.
Jadi apa yang dituntut oleh JPU, kata Arief, tidak berdasarkan fakta persidangan yang telah berlangsung selama ini.
“Sehingga terkesan sangat dzolim dan tidak berdasarkan fakta persidangan yang secara notabennya tidak berdasarkan fakta hukum yang ada,” tutur dia.
Ia menilai jaksa hanya berfokus pada nilai Kerugian negara, namun bukan terhadap siapa yang mengambil uang dari kerugian negara tersebut dan siapa yang menyebabkan kerugian negara.
“Mereka hanya tertuju pada nilai kerugian negara yang besar, padahal dalam fakta persidangan semua ketua UPKK yang mengambil uang tersebut,” tegasnya.
“Tidak ada pak Sarjono dan pak Zainuddin. Memang ada pak Ateng, namun pak Ateng mempunyai alasan karena tidak dibayar oleh negara sehingga menerbitkan SK sehingga dibayar Rp90 juta selaku konsultan,” ungkap Arief.
Sehingga dengan apa yang dituntut oleh Jaksa, Arief menjelaskan bahwa pihaknya akan melakukan pembelaan.
“Di pembelaan akan kita beberkan semua fakta persidangan yang ada karena sudah terekort semua, dan di berita acara persidangan pengadilan pun juga sudah mencatat,” jelas dia.
Untuk itu, sebagai kuasa hukum terdakwa, Arief berharap agar pihak terkait segera menindaklanjuti perintah majlis hakim untuk menjadikan 12 saksi sebagai tersangka.
“Kita berharap ini tetap ditindaklanjuti, dan berharap semua ketu UPKK semuanya ditarik,” tutupnya.
Dalam dakwaan JPU Kejari Banyuasin, ketiga terdakwa didakwa telah memperkaya diri sendiri dan orang lain. Selain itu, ketiganya tidak melakukan fungsi pengendalian dan pengawasan terhadap UPKK, sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 7,9 miliar lebih. Dalam program Serasi tersebut, anggaran yang dikucurkan oleh Kementerian Pertanian sebesar Rp 1,3 triliun untuk sembilan kabupaten di Provinsi Sumsel. (ANA)
Komentar