SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Sidang lanjutkan kasus dugaan penipuan proyek jaringan irigasi di Lematang kota Pagar Alam, yang menjerat Terdakwa Agung Satria, kembali digelar di Pengadilan Negeri Palembang, dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi, Kamis (11/7/2024).
Untuk sidang sebelumnya, JPU sudah menghadirkan saksi korban bernama Teguh. Namun pada persidangan kali ini Jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Sumsel Rini Purnamawati SH MH, kembali menghadirkan saksi Korban, Mubarok alias Aak.
Dalam keterangan dihadapan majelis hakim hakim Zulkhifli SH MH, saksi Korban Mubarok alias Aak,mengatakan bahwa ia ada memberikan cek senilai Rp 1 miliar ke saksi korban pertama Teguh.
“Sempat muncul pengumuman pemenangan proyek di LPSE Muara Enim. Tapi setelah dicek kembali pak Entiti, surat pengadaan barang dan jasa (SPBJ) itu bodong. Dan tanda tangan pak Taryoto juga palsu,” kata Mubarok.
Dari proyek irigasi bodong tersebut, saksi korban Mubarok mengatakan kepada JPU, sama sekali tidak ada menerima pengembalian.
“Sama sekali tidak ada menerima pengembalian uang. Nah kalau pak Teguh ada, kurang tahu pengembaliannya, mungkin sekitar Rp 1,2 miliar. Dan kalau dari terdakwa Agung juga ada pengembalian,” jelas Mubarok.
Kemudian Lanjut Tito Dalkuci SH Selaku Tim Kuasa Hukum Terdakwa Agung, menggali keterangan saksi korban Mubarok. Saksi Mubarok mengatakan awalnya, bertemu ditempat Wilyanto, masih teman sekolah dulu. Kemudian Dikenalkan dengan pak Teguh, karena pak Teguh tidak sanggup memodali sendirian.
“Kalau Entiti saya juga kenal, teman Wily juga. Kemudian terdakwa Agung Satria, cuma sekali bertemu di Puri Casablanca di Jakarta. Katanya Agung ini orang KSP atau dari Kantor Staf Kepresidenan. Disini saya mengikuti arahan pak Teguh dan menyerahkan cek Rp 1 miliar ke pak Teguh,” jelas Mubarok.
Setelah JPU dan Tim Kuasa hukum terdakwa mengalli keterangan saksi Korban Selanjutnya Giliran Hakim Ketua Zulkifli mencecar saksi korban Mubarok.
Saksi Mubarok mengaku ia mau kerjasama dengan Teguh, karena masih teman pak Wily. Dan saat itu sempat ada pembahasan RAB proyek irigasi ini di Jambi. Cek itu untuk biaya SPBJ surat pengadaan barang dan jasa bodong.
“Pak Teguh percaya dan tertarik proyek ini, karena diyakinkan pak Willy, sehingga bisa disingkronkan keterangan bapak Mubarok. Karena butuh bantuan, makanya pak Teguh join sama pak Mubarak,” timbang ketua majelis hakim.
Mubarok membeberkan ke majelis hakim. Setelah tahu proyek irigasi gagal, ia membicarkan dengan sama Entim dan SPBJ itu memang bodong.
Sedangkan peran terdakwa Agung Satria, menurut Mubarok saat itu dari Kantor Staf Kepresidenan atau KSP, bukan dari konsultan Kementrian PUPR pusat.
“Karena dari Kepresidenan atau birokrat pasti kompeten mengatur semua, itu menurut pak teguh, sehingga bisa mengolkan proyek ini. PT Syarif Maju juga punya keluarga pak Teguh. Dan biasanya kalau dicek di LPSE benar. Nama PT Syarif Maju juga muncul sebagai pemenang menang, tapi setelah itu hilang lagi. Dari kejadian ini kerugian saya Rp 1,3 miliar,” terangnya kepada majelis hakim.
Diketahui Dalam Dakwaan JPU, terdakwa Agung Satrua bersama saksi Melky Rahmidiyansyah, saksi Haskarel, saksi Besrinawadi, saksi Darlisawati, saksi Jhonsi Hartono (masing – masing dilakukan penuntutan terpisah dan Husni Mubarok alias Emon (DPO) Rabu 7 Juli 2021 di ATM BCA Jalan Demang Lebar Daun, Kecamatan IB 1, diduga telah melakukan tindak pidana penipuan.
Sampai pada tanggal 20 Agustua 2021 di Hotel Novotel Palembang, saksi Melky menyerahkan surat kepada saksi Entim, tentang penunjukan penyedia pelaksanaan paket pekerjaan pembangunan jaringan irigasi D.I Lematang kota Pagar Alam paket II, ditujukan ke Dirut PT Syarif Maju Karya yang ditandatangani Taryoko ST sebagai PPM daerah irigasi rawa SNVT pelaksana jaringan pemanfaatan air Sumatera VIII.
Setelah menerima surat, saksi Entim mengkonfirmasi saksi Taryoko, diketahui proyek ini tidak pernah dilelang di LPSE Kabupaten Muara Enim. Serta tidak dimenangkan PT Syarif Maju Karya bahkan saksi Taryoko tidak pernah menandatangani surat di tanggal 20 Agustus 2021.
Perbuatan terdakwa Agung bersama saksi Melky R, saksi Jhonsi Hartono, saksi Has Karel, saksi Hariman Nasrullah, saksi Darlisawati, saksi H Besrinawadi dan Husni Mubarok alias Emon, menyebabkan saksi korban Teguh mengalami kerugian Rp 3 miliar 10 juta. Bersama saksi korban Mubarak alias Aak mengalami kerugian Rp 1,3 miliar. (ANA)
Komentar