Penggunaan Jalan Koridor untuk Pemanfaatan Hutan Harus Lapor Kementerian

SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Perkara tentang surat keputusan SK Gubernur No:690,tentang izin pembuatan dan penggunaan jalan koridor B80 untuk kegiatan izin usaha kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Palembang, Rabu (14/8/2024).

Untuk pihak penggugat ada delapan penggugat yang diwakili oleh Yudistira yang merupakan ahli waris alm Arsyad dan pihak tergugat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel serta tergugat intervensi II PT. Bumi Persada Permai (BPP).

Dalam persidangan dihadapan majelis hakim Nenny Frantika SH MH, Saksi M Ramlan, menjelaskan, terkait adanya kompensasi lahan yang masih semak belukar. Saksi pertanggung jawabkan kegiatan itu dalam dokumentasikan, foto dan laporan kepada perusahaan PT BPP.

Hasil kesepakatan bersama Camat pak Sapran, ada Kades Bina Marga, Kades Desa Telang. Jalan koridor ini, selain untuk mengangkut hasil hutan produksi perusahaan, tetapi juga digunakan perusahaan lain serta masyarakat.

“Tim pemetaan dan melakukan survei didampingi perangkat Desa Telang. Setelah diukur, jalan masih semak belukar, tidak langsung ganti rugi. Disinilah di tanah alm Arsyad pangkalnya Jalan poros B80, itu di tahun 2009. Barulah kami tim survei mendatangi rumah alm Arsyad. Setelah disampaikan panjang lebar, kwitansi sudah disiapkan, beliau alm Arsyad tanda tangan sendiri, itu asli tanda tangan beliau,” terang Ramlan.

Ramlan juga mengatakan kepada majelis hakim, terkait pembangunan jalan koridor B80 itu tidak ada komplain, dari masyarakat sekitar.

“Saya sering patroli di wilayah itu, tidak ada komplain. demikian yang bisa saya jelaskan soal lahan alm Arsyad,  yang sudah kita bebaskan.setelah itu saya pindah ke Kalimantan. Untuk nilai kwitansi kompensasi sekitar Rp 20 jutaan sekian. Dan setahu saya, alm Arsyad berdomisili di Palembang,” jelas Ramlan.

Selanjutnya ketua hakim Nenny mempertanyakan, gugatan penggugat itu awalnya, karena jalan ini diperuntukan untuk angkutan hasil hutan saja, tapi dikemudian hari, ada angkutan batubara, apa dalam sosialisasi disampaikan peruntukan jalan ini? cecar ketua majelis hakim.

“Dan ada tidak saksi, masyarakat yang keberatan atau terganggu dengan polusi dari angkutan batu bara? timpal hakim.

“Kalau ada komplain, pasti kami stop. Pada saat itu, jalan ini jauh dari keramaian. Tapi kalau sekarang wajar, karena jalan koridor B80 dilalui hampir 24 jam,” kata Ramlan.

Nenny kembali mempertanyakan, bahwa kendaraan bertonase berat batubara ini menjadi dalil gugatan. Menurut penggugat, jalan ini semula, untuk angkutan hasil hutan kayu saja? jadi bagaimana terkait proses SK perizinan jalan ini saksi?

“Saya tidak tahu, soal penerbitan SK. Tugas saya, sebagai perintis jalan, sampai jalan beroperasi,” tukas saksi.

Berikutnya pihak tergugat diwakili Tim Biro Hukum Pemprov Sumsel, menggali keterangan saksi Ramlan terkait perusahaan apa saja yang menggunakan jalan koridor B80 ini? ada tidak saksi meminta alas hak? apakah Itu benar lahan alm pak Arsyad?

“Ada PT SPR, PT Pakrin, selain PT BPP,  mereka ini bertetangga di wilayah Telang. Alm Arsyad tidak pernah menunjukan surat tanah, baik SPH atau dokumen lainnya. Tapi harus ada register dari desa dan kecamatan. Dan betul itu lahan pak Arsyad, itu lokasi yang pertama kami buka dan berjalan lancar,” ungkap Ramlan.

Kemudian Advokat Lani Nopriansyah giliran mengajukan pertanyaan, apakah saksi tahu dengan PT MMJ? Lalu perjanjian penggunaan jalan PT BPP dan PT MMJ. Bahwa para pihak sepakat, untuk kompensasi, dari pembangunan senilai Rp 150 juta untuk per hektarnya. Apakah kontrak perjanjian sudah sesuai?

“Saya kurang paham. Kompensasi hanya satu kali, artinya tidak ada gugatan dikemudian hari. Tanah sudah dibeli, maka tidak ada gugatan lagi,” cetus Ramlan.

Selanjutnya yang kedua, ahli dari tergugat Biro Hukum Pemprov Sumsel yakni Muzawir SHut, ASN di Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel.

Ahli Muzawir mengutarakan di persidangan PTUN, pertama izin pemanfaatan hutan, itu izin bagi pelaku usaha dan perorangan, seperti penananam kayu dan menghasilkan kayu. Kedua izin penggunaan, sangat dimungkinkan, ada kegiatan dikawasan hutan, seperti pertambangan atau jalan, maka harus ada izin penggunaan kawasan hutan.

“Kondisi sekarang, peraturan berubah, setelah melengkapi persyaratan, paling penting rekomendasi Gubernur Sumsel, yang diajukan ke Kemenhut dan Kementrian Lingkungan hidup. Pemberian izin komitmen, jika tidak bisa dipenuhi batal, selanjutnya izin definitif, itu mekanismenya,” jelas Muzawir.

Ketua majelis hakim mempertanyakan kembali, soal perizinan jalan ini apakah bisa berkembang untuk dipakai izin lain? apakah perlu ada izin dari pemilik awal lahan?

“Izin penggunaan awal, harus ada izin penggunaan dari Gubernur Sumsel. Tetapi pasca tahun 2014, penggunaan lain dibatasi izin dari Kementrian. Mereka boleh menggunakan koridor bagi yang memiliki izin. Namun perjanjian kerjasama wajib dilaporkan ke Kementrian Lingkungan Hidup,” kata ahli.

Advokat Lani Nopriansyah selanjutnya mempertanyakan ahli, tentang pihak PT yang mempunyai izin untuk mengangkut hasil hutan. Tetapi ada PT lain menggunakan untuk mengangkut batu bara, apakah perlu, ada izin baru lagi?

“Inikan peraturan, untuk dibawah tahun 2014 perusahaan harus dapat izin baru, untuk pemakaian jalan koridor dari Gubernur Sumsel dan dari pemilik awal. Kemudian berubah diatas tahun 2014, harus juga dilaporkan ke Kementrian Kehutanan dan Kementrian Lingkungan Hidup,” kata ahli.

“Jadi perizinan awal PT dapat dicabut, atau perizinan awal bisa dibatalkan? timpal Lani.

“Ada kewajiban, yang tidak sesuai tujuan awal, seharusnya dipakai untuk hasil produksi. Bagi yang punya izin koridor, pemanfaatan hutan tanaman industri, dari hasil kayu itu. Bisa dipakai dengan adanya perjanjian,” terang Muzawir.

Selepas sidang tim kuasa hukum pengugat Lani Nopriyanto SH didampingi Febry Gandhi Yuda SH mengatakan bahwa untuk agenda persidangan pekan depan, tergugat intervensi dibeban untuk pembuktian. Majelis hakim meminta kepada tergugat intervensi, untuk membawa bukti perjanjian pihak PT BPP dengan perusahaan lain.

“Perusahaan lain, untuk diperlihatkan alat bukti izin dengan perusahaan batubara. Yang kedua juga, ada izin dari kementrian, bahwasanya sudah ada izin atau belum, harus dari pihak PT BPP melaporkan ke Kementrian Kehutanan yang akan melintas di jalan koridor B80,” cetus Febry.

Sebab aturannya dilanjutkan Febry, dibawah tahun 2014 memang diperlukan izin dari Gubernur Sumsel. Lalu diatas tahun 2014 harus melaporkan ke kementrian.

“Di tahun 2014 masih berlaku aturan lama, harus ada izin dari Gubernur Sumsel, apabila bekerjasama dengan perusahaan lain. Nah di atas tahun 2014, harus melaporkan ke pihak kementrian DLHK dan Kehutanan,” terang Febry.

Kesimpulan persidangan, menurut keterangan Lani, untuk minggu depan, dibebankan ke pihak tergugat intervensi, untuk menghadirkan alat bukti perjanjian dengan perusahaan lain.

“Penting alat bukti ini, sudah digaris bawahi hakim itu wajib. Tinggal pertimbangan majelis hakim, harus objektif memutus perkara ini. Karena surat asli atau alas hak milik alm Arsyad belum dipecah, berupa SPH tahun 1977,” jelas Lani Nopriansyah. (ANA)

    Komentar