Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, cukai merupakan pungutan negara yang dikenakan pada barang tertentu yang memilki sifat atau karakteristik tertentu. Kebijakan ini diterapkan untuk mempengaruhi konsumsi dan produksi agar tidak berlebihan, sehingga dapat mencegah atau mengurangi timbulnya eksternalitas negatif. Salah satu barang yang dikenakan cukai adalah rokok.
Jumlah perokok aktif di Indonesia kian bertambah berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023. Diperkirakan telah mencapai 70 juta orang dan diantaranya sekitar 7,8 persen merupakan anak dan remaja dengan rentang usia 10-18 tahun.
Hal ini perlu menjadi perhatian yang cukup krusial. Apabila dibiarkan secara terus-menerus tanpa adanya kebijakan yang strategis dan komprehensif, tentu menjadi ancaman bagi generasi muda Indonesia sebab eksternalitas negatif yang dapat ditimbulkan rokok.
Dampak yang ditimbulkan tidak hanya pada konsumennya, melainkan berdampak pula pada orang terdekat atau yang menghirup dan terpapar asap dari rokok tersebut. Berbagai macam penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok yakni, penyakit paru-paru kronis, kanker, jantung, otak, mata, tulang, kulit, lambung, rambut, gigi, sistem kekebalan tubuh, dan masih banyak lagi.
Sehingga dengan adanya cukai rokok, diharapkan menjadi salah satu pertimbangan oleh konsumen untuk mengkonsumsi rokok sebab dikenakan harga yang lebih tinggi.
Sebelumnya, pemerintah telah merencanakan untuk melakukan peningkatan tarif cukai rokok tahun 2025 dan telah diusulkan di dalam Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAB APBN).
Namun, kenaikan tersebut dibatalkan. Dikutip dari Tempo.co, pemerintah membatalkan peningkatan tarif cukai untuk menghindari peningkatan konsumsi rokok ilegal yang harganya lebih murah atau dikenal juga sebagai fenomena downtrading.
Fenomena ini sebelumnya sudah pernah terjadi pada tahun 2020-2024 dengan peningkatan Downtrading di atas 10 persen tiap tahun dan secara keseluruhan mengalami kenaikan hingga lebih dari 65 persen.
Dengan terjadinya fenomena tersebut, justru merugikan beberapa pihak terutama industri rokok yang mengalami penurunan penjualan. Sehingga, dengan dilakukannya pembatalan kenaikan tarif cukai tahun 2025 mendatang, tentu akan meningkatkan penjualan industri dan akan terus meningkatkan konsumsi rokok oleh masyarakat terutama anak muda.
Apabila hal ini disandingkan kembali dengan fungsi cukai rokok dan komitmen awal pemerintah dalam mengurangi konsumsi rokok pada masyarakat terutama generasi muda, maka kedua hal ini akan bertentangan, sebab tidak mengurangi peluang mereka untuk membeli dan mengkonsumsi rokok.
Oleh karena itu, meskipun maksud dan tujuan pemerintah melakukan pembatalan tersebut untuk mencegah peningkatan konsumsi rokok ilegal atau fenomena downtrading, alangkah lebih baiknya pemerintah mempertimbangkan kembali hal tersebut, sebab keputusan ini justru akan meningkatan konsumsi rokok oleh generasi muda. Pada akhirnya, hal ini akan membahayakan kesehatan publik dan menimbulkan beban ekonomi dan sosial yang jauh lebih besar.
Adapun alternatif atau saran yang mungkin dapat diterapkan untuk bahan pertimbangan oleh Pemerintah dibandingkan melakukan pembatalan kenaikan tarif cukai rokok, yaitu:
Evaluasi Kembali Kebijakan Cukai Rokok
Dalam hal melindungi generasi muda, pemerintah alangkah lebih baik melakukan pengkajian ulang dampak jangka panjang pembatalan kenaikan cukai rokok tahun 2025, terutama terhadap kesehatan masyarakat dan kesehatan generasi muda. Kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi konsumsi rokok harus diprioritaskan, sesuai dengan fungsi dari cukai rokok itu sendiri.
Pendekatan Berbasis Data dan Edukasi
Untuk mengatasi fenomena downtrading, pemerintah alangkah lebih baik melakukan penguatan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal melalui peningkatan penegakan hukum dan teknologi pelacakan. Selain itu, edukasi kepada masyarakat terutama generasi muda di sekolah tentang bahaya rokok harus ditingkatkan, melalui kampanye kesehatan yang terintegrasi.
Pengembangan Alternatif Kebijakan
Pemerintah dapat mempertimbangkan kenaikan tarif cukai rokok secara bertahap dan terukur untuk mengurangi dampak negatif industri rokok tanpa mengabaikan tujuan utama kebijakan pengurangan konsumsi rokok di Indonesia. Pengembangan alternatif lain yang juga dapat dilakukan adalah mengalokasikan bagian dari pendpatan cukai rokok tersebut untuk program pencegahan dan rehabilitasi kesehatan terkait dampak rokok.
Peningkatan Kolaborasi Antar-Pihak
Dalam pembuatan keputusan atau kebijakan yang lebih komprehensif, pemerintah sebaiknya melibatkan beberapa pihak seperti organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas kesehatan. Dengan demikian, pemerintah akan dapat memastikan bahwa kebijakan ini memiliki efek positif yang maksimal bagi masyarakat.
Diharapkan dari beberapa saran tersebut dapat membantu pemerintah dalam mencapai keseimbangan dan tanggung jawab besar dalam melindungi kesehatan masyarakat, khususnya generasi muda, dengan upaya memenuhi kebutuhan ekonomi negara.
Dengan kebijakan yang strategis dan komprehensif, pemerintah tidak hanya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pendapatan cukai rokok, tetapi juga dapat memastikan dampak buruk konsumsi rokok terhadap kesehatan.
Selain itu, tindakan ini menunjukkan komitmen jangka panjang pemerintah untuk membuat generasi muda lebih sehat dan produktif di masa depan, yang akan menjadi modal utama untuk pembangunan negara yang berkelanjutan. ***
Mira Wahyuni Suryani
Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.
Komentar