Perkara Sengeta Lahan Berlanjut di PTUN Palembang

SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang, Gelar sidang Lapangan atau melakukan pemeriksaan setempat  terhadap sengketa lahan yang berlokasi di Jalan Pangkalan Ujung, RT 04/01, Kelurahan Sako, Kecamatan Sako, Palembang, Senin (27/5/2024).

Dalam sidang lapangan dihadiri oleh Majelis Hakim PTUN Palembang Usahawan SH MH, pihak penggugat Zenal Abidin dan tergugat pihak BPN Kota Palembang bersama tergugat intervensi Martha.

Dikatakan Lani Nopriansyah SH sebagai kuasa hukum penggugat Zenal Abidin mengatakan, sidang hari ini berjalan aman dan lancar. “Gugatan kita sudah sesuai, majelis hakim juga melihat langsung bukti otentik berupa pondok dan tanahnya milik klien kita Zenal Abidin,” kata lain saat di wawancara ketika berada di lokasi.

Saat disinggung terkait kapan perkara saling klaim tanah ini mencuat, Lani menjelaskan bahwa perkara ini bermasalah sekitar tahun 2020 lalu.

“Bahwa Ibu Marta (tergugat internsi) tahu sebelumnya, tanah ini sudah ada sengketa. Dalam artian, setiap mereka mau mengajukan Pembuatan surat sertifikat selalu disanggah oleh saksi Asep, sampai sampai saksi Asep yang merawat lahan dilaporkan kasus pemalsuan surat tanah. Sampai ditahan, barulah mereka bisa membuat sertifikat surat  tanah tersebut,“ jelas Lani.

Masih kata lani, kita mengetahui bahwa Sertifikat tanah tergugat intervensi ini, terbit setelah ikut program PTSL sekitar tahun 2020, lokasi tanah mereka masuk RT 04/01, Kelurahan Sako, Kecamatan Sako.Namun untuk persetujuannya di RT 23 ,kan aneh bisa terbit sertifikat padahal jarak  titik lokasi ini, jauh sekitar 3 kilometer.

“Kita minta saat persidangan, pihak tergugat BPN bisa menghadirkan alas haknya, dari tergugat intervensi ibu Martha, sehingga dari fakta – fakta persidangan bisa mendapatkan keadilan dan kepastian hukum, agar majelis hakim pengadilan PTUN Palembang,bisa menentukan sikap, sah atau tidaknya objek sengketa SHM nomor 21790 yang terbit pada tanggal 28 Desember 2021 atas nama Martha,“ pinta Lani.

Sementara itu ditempat yang sama Erwin Simanjuntak SH sebagai kuasa hukum tergugat intervensi ibu Martha mengatakan, bahwa kliennya sejak awal sudah mempunyai sertifikat, dan sidang lapangan ini merupakan gugatan yang kedua kalinya.

“Pertama pernah digugat di Pengadilan Negeri Palembang hasilnya  NO. Untuk sertifikat kami itu tahun 2021, tapi di tahun 1982 – 1987 kami sudah menguasai fisik tanahnya sampai sekarang. Dilihat dari gugatan, kesannya salah alamat yang membeli dari Ibnu bin Salim. Sementara asal tanah kita, dari warga sini Wartini,” tanggapnya saat ditemui di lokasi.

Martha sendiri menegaskan, untuk luas tanah miliknya, 57 meter x 25 meter persegi, sudah berdiri pondok di atasnya. Lalu Apriadi, merupakan putra Martha menambahkan, harapan pihaknya, perkara ini berjalan sesuai supremasi hukum. “Kalau salah katakan salah, kalau benar katakan benar,” kata Apriadi.

Apriadi melanjutkan, sejak beli tahan tahun 1987 tidak ada masalah, nah baru tahun 2015 baru muncul gugatan. “Ibnu bin Salim memberikan ke pihak yang diberi kuasa, penjual Asep Saifullah ini, sementara Asep sudah ditahan kasus pemalsuan surat tahan, selama 1 tahun 6 bulan. Yang dibeli penggugat baru tahun 2018. Namun penggugat masih mengajukan gugatan ke PTUN Palembang,” tuturnya. (ANA)

    Komentar