Pentingkah Menanamkan Pendidikan Kepemiluan Sejak Usia Dini ?

Opini49 Dilihat

Oleh: Rita Rahayuningsih, S. Pd
Guru SMP Negeri 1 Belitang Jaya

SUARAPUBLIK.ID, OKUT –
Pemilihan umum atau yang biasa disingkat Pemilu, adalah proses aktivitas dalam memilih seseorang untuk menduduki sebuah jabatan kepemimpinan tertentu. Untuk mendapatkan hasil yang berlegitimasi baik maka seharusnya pemilu juga terlaksana dengan baik pula.

Pemilu di Indonesia dan di kebanyakan negara-negara di dunia, ini merupakan wujud demokrasi dari sebuah negara dengan konsekuensi tidak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk pemilu ini, berbiaya sangat mahal. Sehingga wajar apabila hasil yang didapatkannyapun harus sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan. Banyak cara dan usaha yang dilakukan untuk hal tersebut di atas antaranya dengan asas LUBER, langsung umum bebas dan rahasia, asas yang ditananmkan dimasyarakat dalam pelaksanaan pemilu.   

Indeks legitimasi hasil pemilu yang baik salah satunya adalah dari tingkat partisipasi aktif masyarakat dalam keikutsertaan pemilu. Semakin banyak partisipasi warganya akan pemilu, berarti pemilu tersebut baik, dan sebaliknya. Pada pemilu tahun 2024 yang akan datang, jumlah mata pilih masyarakat Indonesia yang terdaftar pada penduduk potensial pemilih pemilihan (DP4) mencapai 206 juta orang yang tersebar di 38 provinsi di Indonesi. Hal ini mengalami kenaikan jika dibandingkan pada Pemilu 2019, ada potensi kenaikan pemilih sekitar 14 juta orang. (https://dataindonesia.id/ragam/detail/berapa-jumlah-pemilih-dalam-pemilu-di-indonesia).

Angka partisipasi pemilu yang cukup tinggi di atas, dimana letak geografis Indonesia yang masih luamayan susah terjangkau membuat tantangan tersendiri bagi penyelenggara pemilu baik KPU dan Bawaslu serta pemerintah sedikit mengalami kesulitan untuk terus mensosialisasikan keikutserataan mayarakat dalam kegiatan pesta demokrasi ini, walaupun dari dua periode pemilu terakhir ini menunjukan angka tersebut selalu meninggkat.

Total angka partisiapasi yang besar di atas, kelompok pemilih pemula atau yang biasa disebut anak-anak muda atau kaum millenial dengan kelompok usia 17 – 39 tahun memiliki persentase jumlah yang sangat besar sekitar 60%.

Usaha untuk meningkatkan kesadaran akan pemilu bagi masyarakat telah dilakukan oleh lembaga penyelengara dan pengawas pemilu seperti KPU dan BAWASLU beberapa periode terakhir ini. Sebagai contoh  kedua lembaga ini mulai merujuk sekolah – sekolah SMA/SMK se-dererajat dan bahkan Kampus – kampus yang merupakan kelompok pemilih pemula untuk memberikan penyuluhan – penyuluhan, dan sosialisasi tentang kepemiluan, kesadaran akan partisipasi pemilu, dll.

Relatifnya pemilu di Indonesia dilakukan 5 tahun sekali, maka sosialisasi ini harus terus dilakukan secara berkelanjutan dan terstruktur karena dengan adanya sosialisasi terhadap siswa-siswa di sekolah dan kampus rupannya memberikan hasil yang signifikan terhadap keikutsertaan masyarakan dalam pemilu baik pemilihan legislatif, pemilu presiden, ataupun pemilu kada dan walikota yang telah diadakan sejak dua periode terakhir ini.

Lebih lanjut lagi, proses pemilu ini sebenarnya para siswa telah melakukannya sejak mereka duduk di bangku sekolah dasar. Proses pemilihan ketua kelas, ketua OSIS sebenarnya menjadi bekal pengetahuan tentang kepemiluan tersendiri bagi mereka.

Pemilu yang dilakukan di sekolah merupakan proses pemilihan yang sangat jujur dan sangat terhindar dari money politic. Seharusnya hal ini membuat para pemilih pemula ketika mereka ikut serta pada proses demokrasi yang lebih luas di tengah masyarakat bisa mengaplikasikannya dengan pengalaman yang dimilikinya ini.

Seorang siswa ketika dia bersekolah mulai dari SD sampai tamat SMA/SMK se-derajat secara otomatis mereka mengalami proses pemilihan ketua kelas dan ketua OSIS sebanyak 20 kali dalam kurun waktu mereka belajar sepuluh tahun dengan asumsi mereka mulai melakukan pemilihan ketua kelas di kelas 3 SD pada setiap tahun naik kelas, dilanjutkan di tingkat SMP – SMA setiap tahunnya 2x pemilihan ketua kelas dan ketua OSIS.

Pengalaman-pengalaman seperti inilah yang diharapkan memberikan pelajaran pemilihan yang baik karena proses yang sangat jujur, jauh dari praktik money politik, isu suku ras dan agama, semua warga sekolah aktif mengikuti kegiatan pencoblosan, setelah pemilihan tidak terjadi ketegangan antara warga sekolah, dan yang paling penting mereka memilih dengan benar – benar sesuai dengan kapasitas dan kualitas sang calon.

Mampukah proses pemilihan ketua kelas dan ketua OSIS menginspirasi semua pihak untuk menjadikan pemilu negara ini seperti hal tersebut, menghasilkan sesuai yang diharapkan  serta mampu menjadi refleksi dan bahan renungan bagi para calon pemimpin dan lembaga penyelenggara pemilu ataupun lembaga pengawasan pemilu yang akan mengikuti proses pemilu. Seandainya proses pemilu tersebut dapat berlangsung seperti pada saat peilihan ketua kelas dan ketua OSIS tentunya hasil yang didapat dari pemilu benar-benar sesuai dengan yang diharapkan.

Dari beberapa contoh yang telah menjadi pengalaman di atas kita semakin yakin bahwa memberikan sosialisasi, pendidikan awal tentang kepemiluan adalah langkah yang tepat untuk membuat masyarakat kita paham dan memiliki rasa tanggung jawab akan pentingnya pemilihan umum. Begitu pula akan menjadi pemikiran kita bersama  haruskan pendidikan tentang kepemiluan penting untuk dijadikan mata pelajaran di sekolah. (*)

    Komentar