Oleh : A. Firdaus
KPPN Lahat
Apabila merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, tujuan disalurkannya dana desa adalah sebagai bentuk komitmen negara dalam melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis. Namun, apa jadinya jika Dana Desa dan BLT yang sudah dianggarkan Pemerintah untuk disalurkan justru tidak sampai ke tangan masyarakat?
Seperti yang dialami dua desa di Kabupaten Lahat, Desa Tanjung Kurung Ilir dan Desa Tanjung Raya, kedua desa ini tersandung kasus hukum akibat kepala desa yang diduga bermasalah terhadap hukum dan berimbas terhadap penyaluran dana BLT dan dana desa dimana diduga terjadi penyalah gunaan dana BLT dan dana desa Akibatnya terjadi kerugian yang ditimbulkan, masyarakat meminta agar kepala desa tersebut segera dinonaktifkan dari jabatanya. Atas permasalahan ini, Menteri Keuangan c.q. DJPK melakukan penghentian penyaluran pada tahun anggaran berjalan dan/atau tahun anggaran berikutnya untuk kedua desa tersebut setelah surat rekomendasi diterima.
Sebagai kepanjangan tangan dari Kementerian Keuangan yang memiliki tugas strategis dalam penyaluran dana desa, KPPN Lahat menjadi agen penyaluran dana desa di wilayah Kabupaten Lahat, Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Empat Lawang, dan Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir. Dana desa disalurkan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Desa (RKD). Oleh karena itu, KPPN Lahat memiliki peran penting di sini demi efisiensi penyaluran dan koordinasi dengan pemerintah daerah.
Dalam pengelolaan dana desa, kepala desa memegang kekuasaan untuk menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan Keuangan Desa, yaitu melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Peran kepala desa di sini sangat menentukan kualitas tata kelola dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Dana Desa.
Pada tahun anggaran 2022, KPPN Lahat menyalurkan dana desa dengan total pagu Rp702,3 Miliar untuk empat kabupaten di wilayah pembayarannya. Dari empat kabupaten tersebut, Kabupaten Lahat memperoleh pagu dana desa tertinggi yaitu sebesar Rp284,9 Miliar.
Hingga bulan September, total dana desa yang telah salur pada Kabupaten Lahat sebesar Rp216,9 Miliar atau telah terserap sebesar 76% dari total pagu. Dana desa non-BLT yang telah disalurkan hingga tahap 2 sebesar Rp131,2 Miliar, sedangkan untuk dana desa BLT telah salur sampai dengan triwulan 3 ini sebesar Rp85,7 Miliar.
Kabupaten Lahat memiliki 24 kecamatan yang terdiri atas 360 desa. Sebanyak 360 desa yang seharusnya menerima BLT dan dana desa. Namun, dua desa mengalami permasalahan hukum sehingga realisasi penyaluran dana desa tidak maksimal. Berdasarkan data per tahun 2022, Desa Tanjung Raya memiliki alokasi dana desa sebesar Rp664,4 juta dan Desa Tanjung Kurung Ilir dengan pagu sebesar Rp908,3 juta terpaksa tidak dapat disalurkan.
Kepala Desa Tanjung Kurung Ilir diketahui telah melakukan penyalahgunaan dana desa sejak akhir tahun 2019. Bupati/wali kota telah melakukan pemantauan atas proses perkara hukum penyalahgunaan dana desa yang melibatkan kepala desa tersebut. Berdasarkan pemantauan, apabila kepala desa ditetapkan sebagai tersangka, bupati/ wali kota harus menyampaikan surat permohonan penghentian penyaluran dana desa kepada KPPN Lahat sebagai penyalur dana desa.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.07/2022 tentang Pengelolaan Dana Desa, KPPN dapat melakukan penghentian penyaluran dana desa berdasarkan surat permohonan dari bupati/wali kota, surat rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, atau surat rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri berdasarkan hasil klarifikasi Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Penghentian penyaluran dapat dilakukan mulai penyaluran dana desa non-BLT tahap berikutnya setelah surat diterima.
Adapun dalam hal pemerintah desa tidak melaksanakan BLT Desa selama 12 bulan pada tahun anggaran 2021 seperti yang terjadi pada Desa Tanjung Kurung Ilir dan Desa Tanjung Raya, Kecamatan Tanjungtebat, akan dikenakan sanksi pemotongan dana desa sebesar 50% dari penyaluran dana desa tahap 2 tahun anggaran 2022.
Hingga saat ini, proses hukum masih berjalan dan menunggu penyelesaian. Akibatnya, masyarakat harus menanggung dampak atas permasalahan ini dengan berhenti salurnya dana desa. Total sebesar Rp1,6 Miliar alokasi dana desa yang seharusnya menjadi hak masyarakat tidak dapat dicairkan pada tahun anggaran 2022.
Berbagai dampak dirasakan masyarakat. Dari segi ekonomi, terlihat dari semakin lesunya pertumbuhan ekonomi dan produktivitas masyarakat. Pembangunan infrastruktur dan pengembangan usaha ekonomi produktif menjadi terhambat. Dampak ekonomi tersebut berbanding lurus dengan dampak sosial masyarakat, yaitu menyebabkan pengentasan kemiskinan berjalan lambat atau bahkan angka kemiskinan semakin meningkat sehingga desa akan semakin tertinggal.
Pencabutan terhadap penghentian penyaluran dana desa dapat dilaksanakan oleh Menteri Keuangan c.q. DJPK setelah menerima surat rekomendasi dari kementerian negara/lembaga terkait dan/atau bupati/wali kota paling lambat tanggal 15 Juni tahun anggaran berjalan sesuai dengan PMK No.128/PMK.07/2022 pasal 50 ayat (4).
Dana desa yang telah dialokasikan pada tahun anggaran berjalan dapat disalurkan kembali apabila bupati/wali kota telah melantik kepala desa hasil pemilihan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Namun, apabila pelantikan dilakukan setelah melewati tahun anggaran berkenan, dana desa yang telah dihentikan tidak dapat salur kembali. Dengan kata lain, desa yang dihentikan penyalurannya berhak menerima dana desa pada tahun anggaran berikutnya setelah periode penghentian penyaluran dana desa TA berjalan.
Permasalahan ini tidak dapat dipandang sebelah mata. Mengingat dampaknya yang sangat merugikan bagi masyarakat, oleh karenanya perlu mendapat perhatian bersama. Berbagai pihak terkait perlu berperan aktif dalam penanganan dan upaya penyelesaian permasalahan ini agar tidak berlarut-larut dari tahun ke tahun, serta meningkatkan pengawasan.
Kedepannya, KPPN Lahat akan meningkatkan koordinasi baik secara horizontal dalam hal penyaluran dana desa, ataupun secara vertikal dalam hal penentuan kebijakan penyaluran dana desa, khususnya apabila terjadi permasalahan desa. (*)
Komentar