Oleh : Frida Ayu Mahasiswi Ilmu Komunikasi Massa Semester Tiga
Bina Nusantara University
BELAKANGAN ini beberapa kasus viral yang ramai diperbincangkan masyarakat Indonesia bersangkutan dengan feminisme atau diskriminasi terhadap perempuan. Bisa dilihat dari hal yang sedang diperbincangkan yaitu ada calon mempelai wanita di Bogor terkena tipu dan baru tahu saat hari pernikahan akan digelar, beruntung mantan calon suaminya tersebut telah ditamankan oleh pihak kepolisian.
Lalu ada lagi kasus seorang istri yang dijadikan tersangka karena memarahi suaminya yang pulang dalam keadaan mabuk. Sampai yang terakhir dan masih hangat sekali diperbincangkan adalah berita tentang poligami, dilansir dari channel Youtube Narasi Newsroom yang berjudul “Menguak Sisi Lain Poligami Berbayar”.
Dalam video yang berdurasi sekitar dua puluh dua menit itu membahas sisi poligami dari sudut pandang seorang Kiai yang disebut-sebut sebagai orang yang sukses melakukan poligami. Dari ketiga berita tersebut mengerucut pada satu topik yaitu kesetaraan gender.
Dilansir dari catatan tahunan Komnas Perempuan Maret 2021. Sepanjang tahun 2020 tercatat 299.911 kasus yang menjadikan perempuan sebagai korbannya, terdiri dari kasus yang ditangani oleh, 1) Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama sejumlah 8.234 kasus, 2) Lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 2.839 kasus, dengan catatan kasus merupakan kasus berbasis gender dan 255 kasus di antaranya adalah kasus tidak berbasis gender atau memberikan informasi. Bisa dilihat dari data tersebut masih banyak kasus di Indonesia yang melibatkan perempuan sebagai korbannya. Dimana kasus yang melibatkan gender berada di posisi kedua dengan jumlah 2.839 kasus pertahun 2020. Sebelum membahas lebih lanjut perlu diketahui makna gender secara lebih lanjut.
Apa itu gender? Apakah sama dengan jenis kelamin?. Jawabannya adalah berbeda. Kebanyakan masyarakat Indonesia beranggapan bahwa gender dan jenis kelamin adalah sebutan yang sama. Jenis kelamin adalah perbedaan organ biologis antara laki-laki dengan perempuan, khususnya pada bagian-bagian alat reproduksi. Sedangkan pengertian gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil kesepakatan atau hasil bentukan masyarakat.
Nah, pengertian gender inilah yang sering disalah artikan masyarakat, masyarakat Indonesia menganggap bahwa peran laki-laki adalah menjadi kepala keluarga dan mencari nafkah, sementara perempuan menjadi ibu rumah tangga dan hanya mengurus anak atau berada di dapur.
Dunia sudah maju dan berkembang, banyak teknologi dan informasi yang sudah maju pula. Lalu mengapa makna gender tidak ikut berkembang?. Mengapa perempuan masih harus di dapur dan mengurus anak, mengapa perempuan masih harus menuruti semua perintah laki-laki?. Sila kedua yang berbunyi “kemanusiaan yang adil dan beradab” sepertinya sudah tidak lagi menjadi landasan suatu negara.
Oleh karena itu setelah ditelusuri ternyata ada dua penyebab ketidaksetaraan gender. Yaitu ada dua faktor, stereotip dan budaya patriarki. Stereotip adalah sebuah keyakinan postif ataupun negatif yang dipegang oleh suatu kelompok sosial tertentu. Misalnya “perempuan itu lemah dan tidak bisa diandalkan”, “percuma menyekolahkan perempuan tiggi-tinggi jika ujung-ujungnya dia akan bekerja di dapur dan mengurus anak”. Pola pikir seperti ini yang harus diubah. Sudah banyak tokoh perempuan hebat yang bias menjadi panutan seperti Najwa Shihab, Maudy Ayunda, hingga mantan Menteri Kelautan dan Perikanan kita yaitu Susi Pudjiastuti.
Kedua yaitu budaya patriarki, yaitu sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi. Budaya ini turun temurun dalam tiap generasi. Contoh sederhananya saat akan memilih seorang ketua atau pemimpin, maka kandidat utamanya adalah laki-laki, mengapa demikian?. Bahkan Indonesia sendiri pernah memiliki presiden perempuan yaitu Megawati.
Oleh karena itu, jika ditanya “apakah kita sama?”, maka jawabannya adalah sama. Jadi, untuk para perempuan di Indonesia lakukan perubahan demi keadilan yang akan kalian nikmati hasilnya nanti. Tingkatkan kualitas diri kalian dan jangan takut untuk bersuara. Karena kita semua sama. (*)
Komentar