SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana kompensasi hutan Desa Darmo dari PT Manambang Muara Enim (MME) tahun Angaran 2019, hingga mengakibatkan kerugian negera sebesar Rp15 miliar lebih, tiga terdakwa kembali jalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Palembang dengan agenda mengahadirkan dua ahli dan saksi A De Charge Rabu (15/2/2023).
Tiga terdakwa di antaranya yakni Mariana (selaku Plh Kepala Desa Darmo) Dedi Sigarmanudin (selaku Ketua Tim Kerjasama dengan PT. Manambang Muara Enim) dan Safarudin (Selaku Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Dihadapan Majelis hakim Dr Edi Terial SH MH, serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Muara Emim tim kuasa hukum mengahadirkan dua orang Ahlih Dan Saksi A De Charge.
“Hari ini kita menghadirkan saksi Adecat Dan ahli dari Administrasi Negara, di dalam keterangan ahli yang sudah menjadi perdebatan kita selama ini kasus ini 10001. Artinya kasus ini belum pernah ada di Indonesia masyarakat menyewakan tanahnya lalu negara mengklaim bahwa itu adalah tanahnya,” jelas tim kuasa hukum dua terdakwa Mariana dan Safarudin, dari kantor hukum Doni Efendi SH MH, Saifuddin Zahri SH MH didampingi Doni Efendi.
Lebih lanjut dikatakannya proses kerugian, sudah diterangkan ahli dalam persidangan, merupakan Mal Administrasi perjanjian (tidak sah) dan lain sebagainya.
“Uang itu sudah dibagikan semuanya ke masyarakat sebanyak 1200 Kartu Keluarga (KK),ada yang 10 juta ada yang 5 juta dan lain sebagainya dan ini menarik kasus yang sangat menarik Dan kasus yang sangat khusus.Khusnya yang masuk ke Pengadilan tipikor,” terangnya.
Dikatakanya jika seandainya dirinya diposisi majelis hakim,dirinya mengatakan belum pernah melihat dan mengadili perkara seperti ini.
Saat disinggung mengenai kerugian negara, ia mengatakan bukan tidak ada kerugian negara dalam kasus ini, namun yang menjadi sebuah polemik adalah perdebatan apakah ini uang negara atau bukan. Jika Ada kerugian negara atau tidak ada kerugian negara berarti nol.
“Uang negara tidak dirugiakan, ini diperdebatkan jadi polemik apakah ini uang negara atau bukan menurut ketentuan undang undang no 3199 yang mananya uang negara uang yang dikuasi oleh pinjaman negara tingakat desa maupun daerah tidak masuk desa,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakannya sampai kapan pun pihaknya akan menuntut hingga ke Mahkamah Agung perkara ini ,ini perkara hal menarik, tadi kajian kajian akedemi pradokter hal yang menarik.
“Jadi saya katakan tadi ini polemik jaksa bilang dengan adanya perdes itu adalah ases desa, sedangkan kita katakan perdes itu lahir dibuat direkarasa sebagai saran MMB mau membayar 16,5 miliar tapi masyarakat itu sudah sepakat uang itu akan dibagikan ke masyarakat, ada yang dibelikan tanah, sedeka adat dan lain sebagainya dan perlu saudara ketahui tidak ada kejolak dari masyarakat,” urainya.
Lebih lanjut dia mengatakan perlu juga diketahui biasanya tindak pidana korupsi ini sangsi sosial terhadap pelaku sudah ada.bahwa dilingkungan tidak ada bahwa dia ini adalah pahlawan.
“Jadi dari 16,5 miliar itu klenya terdakwa saparudin cuma menerimah sebesar Rp 39 juta sedangakan klain Yang kedua maryana sebesar Rp 41 juta berapa nol persen dari Rp 16,5 miliar, hanya secuil karena sesuai dengan pembagian,”kata dia.
“Mengapa dia hanya dapat seperti itu satu dia sebagai warga hanya mendapatkan uang sebesar Rp 10 juta, Yang kedua honornya sebagai perangakat desa tidak ada lebih dari itu,”sambungnya.
Bahwa didalam keterangan ahli tadi sudah jelas bahwa didalam administrasi- administrasi ada cacat hukum maka Yang disampaikan oleh ahli tadi ada namanya cacat hukum terkaid malasah administrasi- administrasi seperti Perdes, peraturan desa, terus perjanjian kerjasama antara perusahan sama desa itu perjanjian dulu dasarnya terakhir. Seharusnya perjanjian dulu baru dasar. (ANA)
Komentar