Oleh : Asih Wahyu Rini, MM (Akademisi sekaligus Pemerhati Perempuan dan Praktisi Pers)
Jengah. Mungkin kata yang tak pantas jika disematkan terus menerus pada sosok Perempuan. Tapi. Senyatanya masih banyak senang menyebut kata ‘Jengah’ saat berpadu dengan Perempuan.
Ya. Sebut saja berpadu saat diskusi kecil. Berpadu saat pemilihan Rt. Hingga berpadu saat kontestasi politik lebih tinggi lagi. Lantaran dinilai banyak keterbatasan, perempuan bisa menghalangi kiprahnya saat harus ditarik ke ranah publik.
Meskipun faktanya. Tak sedikit Perempuan berhasil lolos dari stigma ini. Kini semakin mudah menemukan wajah wajah jelita nan ayu di ranah publik. Baik di kalangan legislative. Eksekutif. Professional bahkan jabatan-jabatan penting bidang ekonomi,CEO, hingga pemerintah kian masif ditongkrongi sosok-sosok cantik. Tak pelak. Bahkan mendapat julukan influencer yang daya pikatnya mendunia.
Era pun bergeser. Era Disrupsi sudah menganga. Mau tak mau harus dihadapi. Dimana para pakar management menyebutnya sebagai era perubahan besar-besaran. System lama mulai digantikan system baru. Semua mendadak hadir begitu saja tanpa pilah pilih, siap tidak si penerimanya.
Saya bisa mengatakan. Menjadi sosok perempuan yang lengkap sempurna seperti contoh itu tidak gampang. Meski begitu. Kesempatan itu masih akan terus ada.
Era Disrupsi saat ini memberi kesempatan besar perempuan lebih mudah mengembangkan diri.
Tidak perlu muluk-muluk mencapainya. Era yang banyak tuntutan ini akhirnya banyak membuat ibu rumah tangga hingga remaja putri bisa memulai belajar bisnisnya di usia belia.
Tak peduli apapun tujuanya. Dari sekedar menambah penghasilan keluarga. Hingga Mereka mencoba mengadu kemampuan berkontribusi langsung dengan menciptakan lapangan pekerjaan untuk memperkuat ekonomi.
Semuanya sah-sah saja. Namun. Lebih sekedar tujuan itu. Bagaimana menyikapi Era Disrupsi ini agar sosok Perempuan tidak hilang terdegradasi lantaran sekedar berhubungan dengan kemiskinan memaksa mereka tetap bekerja.
Juga soal kebijakan. Masih banyak memandang wanita kurang relevan dengan kebutuhan jaman. Solusinya?
Pertama. Membangun kapasitas kompetensi. Persaingan tak ada batas saat ini hanya mampu dijawab dengan kemampuan total si perempuan.
Benar. Emansipasi wanita tak hanya cukup diperingati dan didengungkan dengan yel-yel. Lebih sekedar itu. Kongkrit saja. Kehadiran perempuan bisa ikut andil memberikan kontribusi riil positif yang harus dilakukan.
Perempuan layak mendapatkan hak kemajuan technology. Pendidikan. Kesehatan dan juga keterampilan hidup sesuai dengan kelasnya.
Kedua. Perkuat ruang gerak kaum perempuan mengekspresikan karyanya.
Jika selama ini baru penetapan kuota mininal caleg 30 persen. Sewaktunya dikaji ulang. Diperluas ke ranah lain seperti lembaga-lembaga pengambil kebijakan penting.
Secara logika. Kontribusi perempuan mencapai perbaikan di segala bidang sangat penting dan mendesak.
Hasil riset Peterson Institute terhadap 21.980 perusahaan di 91 negara menjawab. Bahwa perusahaan yang dipegang perempuan mampu menghasilkan profit tahunan 2,7 persen lebih tinggi ketimbang dikomandoi yang bukan perempuan.
Ditambah lagi. Survei Snapcart merilis 65 persen konsumen e-commeece di Indonesia adalah perempuan.
Jadi. Seyogyanyalah. Perempuan mutlak mendesak dilibatkan dalam proses-proses kebijakan semua lini.
Solusi lain. Membangkitkan ekonomi -ekonomi berbasis perempuan. Khususnya menyambut pasca pandemi saat ini.
Gerak ekonomi industri rumahan akan lebih cocok untuk perempuan hari ini. Sekaligus mampu memininalisir kekerasan terhadap perempuan.
Industri rumahan ini selain cenderung longgar. Juga pas dengan kultur orang Indonesia. Fleksibilitas waktu dan tempat pun sangat harmoni.
Gerbang Era Disrupsi akan terus menuntut pemerataan kualitas hidup. Sehingga dinamika proses pembangunan pun ‘kudu’ didukung perempuan agar lebih tepat sasaran. Sekaligus meningkatkan kepercayaan dan kesetaraan perempuan.
**Korupsi*”
Kata ‘Korupsi”. Kini bukan hal yang tabu lagi untuk disebut siapapun. Dari anak kecil sampai nenek_kakek sekalipun. Kata yang sangat familier lantaran banyak menghiasi dinding-dinding media kekinian. Tak saja sajian info panas. Tapi juga meme soal korupsi pun kian laris manis bak es kacang merah di musim panas.
Lagi-lagi. Apa hubungannya dengan perempuan. Tentu ada. Bicara korupsi, pasti ada kaitannya dengan perempuan yang setiap hari andil dalam pola didik generasi.
Sudah saya sampaikan. Perempuan selalu dekat dengan isu-isu pendidikan. Kesehatan. Kemiskinan. Jika tiga fokus ini terprogram dengan baik. Efeknya tentu juga akan baik.
Meski sudah banyak Ormas perempuan peduli persoalan korupsi. Sebut saja misal salah satunya. SPAK ( Saya Perempuan Anti Korupsi) dan banyak lagi lainya.
Kok. Masih banyak korupsi terjadi. Lantas siapa patut disalahkan. Sudah susah menghadapi Era Disrupsi dengan semua persaingan. Eh. Kini malah dihadapkan lagi dengan soal Korupsi.
Memang sejatinya. “Perempuan Tiang Negara” (Al Ummahatu Imaadul Bilad). Begitu disebut dalam Islam. Artinya. Perempuan bisa menegakkan apapun jika perempuanya baik. Pun sebaliknya. Itu pengertian secara umum.
Berangkat dari makna ini. Perempuan pun dapat terlibat dalam pencegahan korupsi.
Kita mulailah. Dari sektor pendidikan. Perempuan mesti faham soal kecil ini. Tidak memberikan hadiah kepada guru salah satunya.
Lihat contoh di negara Singapura. Memberi hadiah ataupun uang kepada personal guru itu disebut sebagai kejahatan.
Nah lho. Termasuk budaya memberikan les tambahan tidak boleh dilakukan guru pada murid tempat dimana guru tersebut mengajar di sekolahnya. Sangat dilarang di negeri Singa itu.
Terus. Bagaimana dengan negeri kita ini. Sebaliknya yang malah terjadi. Praktik-praktik sepele seperti ini kurang dijadikan perhatian serius. Padahal akibatnya fatal pada tatanan mental generasi 5-20 tahun kedepan sebagai pengganti generasi hari ini.
Meskipun. Sudah banyak juga tokoh perempuan kita berani menerapkan pendidia mental korupsi ini dengan berbagi praktik.
Sebutlah Risma. Membersihkan Surabaya dengan program e-budgetting. Juga ada agen SPAK membuat program ‘Meja Tanpa Laci’. Mereka semua contoh perempuan kreatif terdidik dan memikirkan nasib generasi kedepan.
Ini pun. Sebenarnya juga bisa diperankan ibu-ibu menyebut dirinya Ibu Rumah Tangga (RT). Seperti saya juga biasa lakukan. Bertanya pada suami saat mendapatkan uang yang lebih atau memberikan uang lebih di luar gaji dan penghasilan rutin.
Kenapa? Hal ini terkesan remeh temeh. Namun efeknya luar biasa. Dengan begitu ibu RT akan ikut mengontrol arus kas sering disebut uang halal n haram masuk ke rumah tangga. Sekaligus memberikan shock therapy pada suami untuk berhati-hati.
Di Denmark. Terkenal indeks persepsi korupsinya sangat rendah. Ibu-ibu di sana sangat ketat menerapkan aturan. Apapun digunakan anak sejak kecil harus diketahui asalnya. Anak harus bisa membedakan barang publik dan barang pribadi. Jika itu alat sekolah milik sekolah (Kapur.Pena.Pewarna) Mereka akan melarang untuk dipakai secara pribadi atau dipinjam dibawa pulang.
Efek ini dengan sendirinya membentuk mental kokoh penuh kehati-hatian saat anak dewasa dan faham soal administrasi kehidupan.
Jadi. Sosok perempuan itu sangatlah erat kaitannya dengan pencegahan korupsi. Mari bertafakur diri.
*Maulid Nabi*
Bingung kenapa saya singgung Maulid Nabi juga di sini. Setelah bicara Disrupsi dan Korupsi.
Selain memperingati kelahiran sang Penghulu Alam. Sang Penyempurna Akhlak yang lahir tepat 12 Rabiul Awal bertepatan 19 Oktober 2021 (12 Rabiul Awal 1443 Hijriyah) . Kelahiran Nabi Muhammad SAW menjadi titik awal nadir kebangkitan kaum perempuan dalam Islam.
Kalau di Indonesia. Maulid Nabi memperingatinya dengan banyak hal. Dari lomba hadrah. Hafidz Quran hingga syrakalan kata suku Jawa menyebut.
Hakikatnya. Maulid kelahiran Nabi menyumbang bagian penting kebebasan perempuan dari tindakan kejahiliyahan.
Dimana. Masa itu melahirkan anak perempuan menjadi aib besar. Sehingga setiap kelahiran perempuan menjadi pusat sumbernya amarah membara para orang tua lantaran tak sanggup menanggung malu.
Beban malu inilah dilampiaskan dengan mengubur hidup-hidup setiap bayi anak perempuan yang lahir di masa jahiliyah kala itu.
Kelahiran Nabi Muhammad menjadi tonggak awal pembebasan stigma ‘hina’ mendapatkan keturunan anak perempuan tersebut.
Kelahiran Muhammad SAW tidak saja memberikan keajaibannya alam. Secara alamiah memberikan tanda terang benderang. Namun kehadiran Muhammad bukti lahirnya kebenaran hakiki yang disempurnakan melalui kemukjizatan turunya Alquran dengan wahyu kenabian di usia-nya ke -40 tahun.
Misinya sebagai penyempurna ahklak. Membawa misi ketauhidan (mengesakan Allah) mengamalkan kejujuran, keadilan dan pembebasan jaman dari kejahiliyahan mampu menyibak semua ketidak adilan yang pernah terjadi pada kaum perempuan.
Misi Ketauhidan mengesakan Allah erat kaitannya bahwa tidak ada yang layak ditakuti selain Allah. Termasuk ketakutan terhadap lahirnya keturunan perempuan di masa jahiliyah.
Esensi kelahiran Nabi. Selalu mengingatkan perempuan seperti terlahir kembali mendapatkan hak kemanusiaan seutuhnya. Ikut menyeru manusia pada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Lebih dari itu. Hapusnya era perbudakan di masa Nabi Muhammad SAW juga menempatkan perempuan tampil lebih agung.
Mengingatkan perempuan tidak menganggap seperti budak. Juga mengajak kaum laki-laki mengenyahkan sikap- sikap perbudakan pada perempuan dalam bentuk apapun.
Hakikatnya perempuan dan laki-laki diciptakan Allah saling melengkapi dengan titah kodratnya masing-masing diatur jelas dalam Al-quran agar mendapatkan rahmat Allah di dunia dan akhirat.
Peringatan maulid sejatinya selain mengingatkan ajaran dibawa Nabi. Juga selalu mengingatkan perempuan sadar hakikat peran penting ia diciptakan, dibebaskan dari masa kenahiliyahan, dan diangkat derajatnya beberapa derajat dibandingkan laki-laki saat ia menjadi sosok seorang ibu yang mulia.(*)
Komentar