SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Penyidik Polrestabes Palembang menetapkan dua tersangka pembunuhan berencana terhadap napi hunian di Lapas Kelas I Merah Mata, Sumaryanto (33). Korban sebelumnya ditemukan tewas di toilet kamar hunian No 29 B, pada Kamis (18/7/2024), sekira pukul 07.00 WIB.
Kedua tersangka merupakan teman sesama kamar dari korban, yakni Agung Putting Maulana dan Emi Hartoni. Keduanya melancarkan aksi pembunuhan terhadap korban ketika sedang tidur pada Kamis (18/7/2024) sekira pukul 04.45 WIB.
“Korban ditemukan dalam posisi sudah meninggal dunia di dalam kamar mandi kamar hunian Lapas Kelas I Palembang Merah Mata yang berkapasitas 6 orang,” kata Kapolrestabes Palembang, Kombes Pol Harryo Sugihhartono, dalam jumpa pers di Mapolrestabes Palembang, Sabtu (20/7/2024).
“Sumaryanto merupakan narapidana limpahan dari LP Lubuk Linggau sejak Desember 2023 dengan vonis hukuman 13 tahun,” tambah Harryo, didampingi Kalapas Kelas I Palembang Merah Mata, Veri Johannes, Wakasat Reskrim, Kompol Iwan Gunawan, Kapolsek Sako, Kompol M Aidil Fitri.
Harryo menjelaskan, korban ditemukan dengan posisi leher terjerat tali dan kaki terikat tali keduanya dengan posisi terduduk di kamar mandi.
“Awalnya korban diduga gantung diri. Namun setelah kita melakukan pendalaman dan penyelidikan, yang ada kami menemukan kejanggalan atas informasi awal. Setelah dilakukan olah TKP oleh Satreskrim Polrestabes Palembang dengan Polsek Sako, tanda bunuh diri tidak ditemukan,” katanya.
Setelah itu, lanjut Harryo, jenazah korban di bawa ke Rumah Sakit Bhayangkara. Dan dari keterangan medis, hasil visum yang didapat informasi sama, yakni tanda dan indikator bunuh diri tidak ditemukan.
“Dari olah TKP dan pendalaman yang ada, bahwa peristiwa ditemukannya korban tewas bukan karena gantung diri, tetapi karena atas perbuatan pembunuhan berencana,” tegasnya.
Menurut Harryo, motif peristiwa pembunuhan ini karena jengkel atau kejengkelan karena korban adalah sosok napi baru yang tidak patuh atau menurut kepada napi yang lama.
“Hingga keduanya, pada pukul 21.00 WIB di hari Kamis (18/7), mereka merencanakan pembunuhan kepada korban. Tepat pada pukul 04.30 WIB saat korban terlelap tidur, kedua tersangka melancarkan eksekusi terhadap korban,” jelasnya.
Di mana, posisi tempat tidur di dalam kamar hunian enam orang ini terbagi dua, yakni atas tiga orang dan bawah tiga orang.
“Modusnya tersangka Agung mencekik leher dan membekap hidung korban. Sementara tersangka Emi memegang kaki korban agar tidak berontak yang mengakibatkannya meninggal karena kehabisan nafas,” jelas Harryo.
Saat korban tidak berdaya, tersangka Agung kembali memastikan dengan mengikatkan kain yang berbentuk tali di leher korban guna memastikannya telah meninggal. Kemudian kedua tersangka membawa korban ke kamar mandi dengan posisi leher dan kaki terikat tali.
“Dari hasil olah TKP ternyata fasilitas di dalam kamar mandi tidak ada tanda-tanda seutas tali untuk bisa digantungkan di atap tersebut. Artinya kamar mandi itu bersih atapnya, tidak ada perangkat benda bersifat permanen yang bisa mengaitkan seutas tali. Ini menjadi salah satu kecurigaan kami bahwa peristiwa terjadi bukan gantung diri, tetapi murni kesengajaan kematian seseorang,” ungkapnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan kelima teman sesama kamar korban, dan mengacu hasil visum, penyidik Polrestabes Palembang memastikan peristiwa tindak pidana yang terjadi adalah pembunuhan berencana.
“Kedua tersangka disangkakan dengan Pasal 340 KUHP dengan ancaman pidana hukuman mati atau penjara seumur hidup, atau paling lama 20 tahun penjara,” tegas Kombes Pol Harryo.
Masih kata Harryo, penyidik juga melakukan penyitaan beberapa barang bukti, pemeriksaan beberapa saksi dari saksi mahkota dan saksi mendukung lainnya mengetahui kejadian.
“Pengungkapan ini tidak lepas dari koordinasi dengan Kalapas Kelas I Palembang Veri Johannes, dengan mempercepat proses olah TKP, sehingga tindakan kepolisian yang diambil lebih cepat efisien guna membuktikan peristiwa pidana yang telah terjadi,” katanya.
Mengenai proses pembunuhan, Kapolrestabes menjelaskan berdasarkan keterangan saksi mahkota bahwa posisi korban tidur di bawah dan posisi tempat tidur tersangka diatas.
“Saat eksekusi pukul 04.30 WIB, keduanya sudah posisi dibawah. Otak pembunuhan tersangka Agung juga selaku eksekutor yang membekap dan mencekik korban dengan tangannya. Untuk tersangka Emi memegang kaki korban sehingga korban tidak bisa berontak, melawan dan meminta pertolongan. Sehingga inilah mempercepat eksekusi korban hingga meninggal dunia,” tutur Kombes Pol Harryo.
Dalam peristiwa ini, di dalam kamar terdapat dua tersangka, tiga saksi dengan satu saksi mahkota, dan satu korban. Di mana saksi mahkota yang posisi terdekat dengan korban saat di eksekusi.
“Saksi mahkota melihat secara langsung, namun pura-pura tidak melihat. Dan dua saksi lainnya juga mendengar terjadi pembicaraan mengarah kearah gantung diri,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Kepala Lapas (Kalapas) Kelas I Palembang Merah Mata, Veri Johannes mengatakan, bahwa tersangka Emi menjalani hukuman karena kasus pembunuhan dengan hukuman seumur hidup. Sedangkan Agung menjalin hukuman kasus disersi dan pidana lainnya dengan menjalani 3,7 tahun. (ANA)
Komentar