Langgar Aturan, PH Minta Izin Jalan Koridor B80 Dicabut

SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Sidang perkara tentang surat keputusan SK Gubernur No:690 tentang izin pembuatan dan penggunaan jalan koridor B80 untuk kegiatan izin usaha, kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Palembang, dengan Agenda bukti tambahan dari tergugat 2 intervensi, Rabu (21/8/2024).

Untuk pihak penggugat ada delapan penggugat yang diwakili oleh Yudistira yang merupakan ahli waris alm Arsyad dan pihak tergugat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel serta tergugat intervensi II PT.Bumi Persada Permai (BPP).

Dalam persidangan dihadapan majelis hakim Nenny Frantika SH MH,pihak dari tergugat 2 intervensi menyerah bukti tambahan.

Sementara itu penggugat Yudistira yang merupakan ahli waris alm Arsyad melaui tim kuasa Febry Gandhi Yuda SH didampingi Lani Nopriansyah SH mengatakan bahwa, persidangan dengan agenda bukti tambahan dari tergugat 2 intervensi.

Pertama bukti Tambahan berupa T2 – 17, yang membuktikan penggunaan jalan akses PT BPP untuk kegiatan pengangkutan batubara oleh PT MMJ nomor 12/jalan akses BPP – MMJ/5 – 2012.

“Lalu T2 intervensi – 18 yang membuktikan adendum kedua, atas penggunaan jalan akses PT BPP untuk kegiatan batubara oleh PT MMJ nomor 12/SP/jalan akses/BPP – MMJ/5/2012. Kemudian T2 intervensi 19 yang menceritakan surat PT BPP nomor 105.1/BPP/5/2012 tanggal 7 Mei 2012,” ucapnya.

Masih kata Febry, T2 intervensi 620 yang menerangkan surat PT BPP nomor 2 -3 BPP/ad/12/2018 tanggal 3 Desember 2018, dan T2 intervensi – 21 tentang peraturan mentri tentang nomor P38 – LHK Setjendkum 1.4/2016.

“Bahwa berdasarkan keterangan saksi ahli sebelumnya, yang dihadirkan tergugat. Bahwa pasca ditahun 2014, pihak lain boleh menggunakan jalan koridor, namun harus disertai perjanjian kerjasama, dan harus ada izin dari kementrian lingkungan hidup. Serta harus ada izin baru bisa melintas jalan B80 ini. Izin koridor juga ada batas waktunya,“ ungkap Febry.

Sementara itu Lani Nopriansyah SH  mengatakan, perihal jalan untuk angkutan hasil hutan, tetapi diperuntukan angkutan batubara? menurut ahli setelah tahun 2014 wajib melaporkan ke Kementrian.

“Perizinan ini diatur peraturan Gubernur, terkait izin untuk akses pertambangan atau hasil hutan produksi, diperuntukan perusahaan kayu, perkebunan atau tambang. Nah terkait izin kementrian, itukan untuk pertambangan atau Izin Usaha Tambang (IUP), misalnya ini jalan umum dipakai untuk jalan batubara, ya salah tidak menjalankan izin Pergub,” jelas Lani.

Masih kata Lani ,Pendapat kita, aturan ini sudah cacat, jadi pengangkutan tambang ini yang merusak, seharusnya ada jalan khusus, terkait aturan jalan banyak macam, ada jalan dibangun di bangun daerah atau provinsi. Terkait jalan khusus, untuk membuka akses,” urainya.

Terkait perkara yang sedang berjalan di pengadilan PTUN Palembang, yang digugat ini peraturan Gubernur yang tidak sesuai peruntukan, kalau tidak ada IUP itu ilegal sebab berkaitan dengan pajak,” terang Lani.

Lani menjelaskan, sebab dampak pengangkutan batubara akan merusak lingkungan air dan udara, dan masyarakat. Masyarakat terdekat sangat dirugikan, dan kalau ada IUP wajib memberikan kompensasi.

“Untuk itu kami sebagai tim kuasa hukum Penggugat memohon kepada majelis hakim yang memeriksa perkara ini,agar dapat melihat perkara ini secara objektif dan memutus dengan seadil-adilnya,” tuturnya. (ANA)

    Komentar