Kejagung Beri Tanggapan Keras Atas Vonis Ringan Jaksa, Kasus Pemerkosa Anak di Bawah Umur di Lahat

Hukum54 Dilihat

SUARAPUBLIK.ID JAKARTA – Vonis 10 bulan kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur di Lahat, Sumatera Selatan disoroti sejumlah pihak termasuk Hotman Paris.

Jaksa penuntut umum awalnya hanya menuntut pelaku pemerkosa 7 bulan penjara, sedangkan hakim memvonis lebih berat menjadi 10 bulan.

Hotman Paris pun mendorong Jaksa Agung memerintahkan anak buahnya di Kejari Lahat mengajukan banding.

Merespons hal itu, dikutip dari detik.com, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan hasil eksaminasi pimpinan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan atas vonis 10 bulan penjara itu.

Kejagung meminta agar jaksa mengajukan banding sebab vonis itu dianggap tidak memberikan rasa keadilan bagi korban.

“Hasil eksaminasi menunjukkan surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum kurang mencerminkan dan memenuhi rasa keadilan di masyarakat, sehingga menimbulkan reaksi yang masif di berbagai platform media dan masyarakat termasuk keluarga,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Senin (9/1/2023).

Ketut mengatakan, tidak ada norma hukum yang dilanggar apabila Jaksa Penuntut Umum melakukan upaya hukum banding dalam kasus itu, meskipun vonis hakim lebih tinggi daripada tuntutan jaksa. Kejagung berharap upaya hukum banding itu dapat memperberat hukuman para tersangka.

“Maka demi keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum berdasarkan hati nurani, diperintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk mengambil langkah strategis yaitu upaya hukum banding dengan harapan hukuman dapat diperberat,” kata Ketut.

Sementara itu anggota tim jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Lahat kasus tersebut juga diperiksa secara intensif di internal. Kejagung menegaskan jika terbukti melakukan pelanggaran hukum, tim JPU maka akan diberi sanksi.

Pimpinan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan tetap melakukan pemeriksaan yang intensif kepada Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara dan pejabat struktural Kejaksaan Negeri Lahat, dan apabila ditemukan pelanggaran akan diproses sesuai ketentuan yang berlaku,” katanya.

Ketut memaparkan hasil eksaminasi, yang menunjukkan kasus kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur, para pelaku dan korban masih merupakan anak di bawah umur sehingga undang-undang yang diterapkan dalam penanganan perkara ini, yaitu Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Terhadap para pelaku, dikenakan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan paling singkat 3 tahun penjara, serta denda Rp300.000.000 dan paling sedikit Rp 60.000.000. (*)

    Komentar