SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan Plt Kepala Dinas (Kadis) Koperasi dan UMKM Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) berinisial IZ, terhadap staf wanitanya Y, belum menemui titik terang.
Oleh karena itu, Ridho Junaidi selaku kuasa hukum korban Y meminta kepada penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Muba, meningkatkan status laporan korban dari penyelidikan ke penyidikan.
“Prosesnya masih lidik. Sudah ada beberapa saksi yang diperiksa dan alat bukti yang dikumpulkan sudah cukup. Kami sampaikan dalam proses gelar perkara kemarin, demi hukum dan keadilan laporan klien kami ditingkatkan ke sidik serta ditetapkan tersangka,” jelas dia.
Ridho menjelaskan, berdasarkan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Pasal 6 A dan Pasal 6 C di Pasal 25 Ayat 2 menyatakan, keterangan saksi atau korban cukup untuk membuktikan terdakwa bersalah apabila disertai alat bukti sah lainnya.
“Saksi korban sudah ada. Kemudian ada satu alat bukti sah lainnya, yaitu hasil pemeriksaan dari dokter psikologi dan psikiater dari RSUD Sekayu. Waktu gelar perkara sebatas penyampaian dari kami sebagai pelapor dan sudah kami sampaikan, kami dapat SP2HP,” kata dia.
“Belum ada di SP2HP surat keterangan dari dokter psikolog dan psikiater yang menerangkan keadaan psikis klien kami. Di dalam undang-undang TPKS, keterangan psikolog dan psikiater termasuk alat bukti. Kalau sudah terpenuhi, sudah cukup alat buktinya,” tegas Ridho.
Masih dikatakan Ridho, pihaknya mendesak penyidik PPA Satreskrim Polres Muba untuk segera menindaklanjuti hasil keterangan psikolog maupun psikiater sebagai alat bukti. Sehingga, barang bukti kasus tersebut terpenuhi.
“Akan menjadi tanda tanya dan pertanyaan kalau seandainya surat keterangan psikolog dan psikiater seolah-olah diperhambat dijadikan alat bukti. Pasca kejadian, sekitar satu minggu klien kami langsung lakukan pemeriksaan psikolog dan psikiater didampingi petugas PPPA,” tegas Ridho.
Disinggung mengenai laporan balik dari terlapor, Ridho meminta agar dihentikan. Sebab, berdasarkan Pasal 69 Huruf G Undang-undang TPKS mengatakan, hak korban atas perlindungan sebagaimana dimaksud Pasal 67 Ayat I meliputi perlindungan korban atau pelapor dari tuntutan pidana atau gugatan perdata atas tindakan kekerasan yang dilaporkan.
“Itulah dasar hukum kami untuk meminta pencemaran nama baik dihentikan. Karena laporan ini berdasarkan bukti dan sah menurut undang-undang TPKS cukup satu saksi korban ditambah dengan alat bukti keterangan psikologis dan psikiater. Itu sudah cukup,” jelas dia.
“Apalagi ada saksi lain lagi yang berdasarkan undang-undang TPKS bisa dijadikan alat bukti. Kami meminta Polres muba untuk segera menetapkan perkara ini ke sidik dan menetapkan terlapor sebagai tersangka,” terangnya. (ANA)
Komentar