SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Perkara kasus penadahan surat tanah yang menjerat terdakwa Sakim Nanda Budi Setiawan, majelis hakim menjatuhi hukuman pidana penjara selama 2 tahun. Hal itu diketahui saat sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang pada, Selasa (24/1/2023).
Dalam amar putusannya, majelis hakim Fatimah SH MH, menyatakan bahwa perbuatan mantan anggota DPRD Sumsel itu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana penandahan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 480 ke-1 KUHP.
“Mengadili dan Menjatukan terhadap terdakwa Sakim Nanda Budi Setiawan dengan pidana penjara selama 2 tahun,” sebut majelis hakim, saat membacakan amar putusan di persidangan.
Setelah mendengar putusan yang dibacakan oleh majelis hakim, terdakwa Sakim tanpa pikir pikir lagi langsung menyatakan banding terhadap putusan tersebut.
Sementara itu tim kuasa hukum terdakwa Nanda Budi Setiawan, lir Sugiarto SH, usai persidangan saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya selaku tim kuasa hukum menilai bahwa putusan majelis hakim tidak mengaju fakta persidangan.
“Di mana di dalam persidangan tidak ada satu pun saksi atau bukti yang menyatakan bahwa keterlibatan Sakim melakukan tindak pidana berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh Santoso katanya pemalsuan dan penipuan,” cetusnya.
Lebih lanjut dikatakannya IIr, tindak pidana tersebut ditarik dari adanya kasus Santoso yang dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan dan penipuan. Sehingga terdakwa Sakim dituduh membeli sebidang tanah tersebut dari hasil kejahatan.
“dalam fakta persidangan tidak terungkap seperti itu.tidak ada yang menyatakan seperti itu oleh karena itu sakim sendiri langsung menyatakan banding terhadap putusan itu,” ujarnya.
Diketahui dalam sidang sebelumnya jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Palembang Uruslah Dewi SH MH, menuntut terdakwa Sakim Nanda Budi Setiawan dengan pidana penjara selama 3 tahun.
Diketahui dalam dakwaan JPU kejadian bermula, terdakwa Sakim Nanda Budi Setiawan SH MH pada bulan Desember 2018. Mulanya pelapor H Nang Ali Solihin SH meminta kepada Santoso untuk membuat sertifikat hak milik tanah milik H Nang Ali Solihin SH, dengan Nang Ali menyerahkan dokumen tanah tersebut kepada Santoso.
Setelah mendapatkan dokumen tanah, Santoso membuat sertifikat hak milik atas nama Nang Ali, dengan SHM nomor 2708 tanggal 08 Oktober 2003. Tapi sertifikatnya tidak diserahkan kepada Nang Ali, yang digunakan Santoso untuk menjual objek tanah kepada terdakwa Sakim. Dengan membuat akte jual beli antara Nang Ali dengan terdakwa Sakim.
Di dalam akta jual beli itu, tanda tangan istri saksi Nang Ali yakni saksi H Zuraidah, telah dipalsukan. Maka sertifikat tanah nomor 2708 dapat balik nama kepada Sakim tanggal 23 Desember 2003. Maka Nang Ali melaporkan Santoso ke pihak kepolisian.
Hingga dipersidangan tanggal 15 April 2014 Santoso divonis bersalah melakukan penggelapan dan pemalsuan surat tanah, dikuatkan ditingkat banding hingga dikuatkan lagi di tingkat kasasi Mahkamah Agung tanggal 20 April 2015. Terdakwa Sakim di bulan Desember 2018 telah menggadaikan sertifikat hak milik (SHM) nomor 2708 kepada saksi Robby Hartono alias Afat senilai Rp 500 juta. (ANA)
Komentar