SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Perkara dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan, yang dilakukan terdakwa M Badi Akmal dalam bisnis cangkang sawit di Kalimantan, digelar. Terdakwa menipu korban MF, sehingga korban harus kehilangan 3 buah sertifikat SHM yang diagunkan ke bank senilai Rp 3,750 miliar.
Persidangan tersebut digelar di Pengadilan Negeri Palembang, dengan agenda keterangan saksi pada Kamis (8/6/2023).
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Edi Pelawi SH MH, Jaksa Penuntut umum (JPU) Kejari Palembang, Ursula Dewi SH MH menghadirkan tiga orang saksi.
Saksi yang dihadirkan yaitu dari pihak bank Bank BNI 46 Kayu Agung, saksi rekan bisnis terdakwa, juga saksi putri pelapor, semuanya dihadirkan langsung di persidangan.
Dalam persidangan Majelis hakim menegaskan bahwa perbuataan terdakwa Badi yang didakwa dengan perkara penggelapan dan penipuan, membuat rangkaian kata – kata bohong.
Ia mengaku punya bisnis cangkang sawit di Kalimantan. Terdakwa menjanjikan akan memberikan fee perbulan kepada korban senilai Rp 50 juta. Ia juga berjanji tidak akan macet dalam membayar kredit. Selain itu, tardakwa mengaku memiliki jaminan rumah di Grand City dan Grand Garden. Namun, ternyata semua itu bohong.
JPU Ursula Dewi SH MH mencecar saksi Aan Agustian, sebagai pegawai Bank BNI Cabang 46 Kayu Agung.
Dikatakan saksi, terdakwa Badi datang ke kantor bank BNI 46 di Kayu Agung pada bulan November 2019 untuk mengajukan pinjaman KMK.
“Apakah pinjaman itu perlu agunan?,” tanya JPU dari Kejari Palembang ini.
Saksi mengatakan bahwa perlu agunan, dan terdakwa mengatakan kala itu, pinjaman digunakan untuk bidang usaha jasa konstruksi dan pengadaan barang.
“Dia (terdakwa Badi Akmal) mengajukan pinjaman KMK sebesar Rp 3 miliar 150 juta. Dan mengajukan pinjaman lagi Rp 1 miliar 350 juta total Rp 4,5 miliar. Tapi tidak ada bilang cangkang sawit. Kami meminta jaminan, seminggu kemudian mengirimkan scan 3 buah sertifikat,” jelas saksi.
“Tidak ada jaminan lain selain sertifikat atas nama inisial MF sebagai pemilik agunan. Yang mengajukan pinjaman PT Abadi Rajawali Semesta. Pada bulan November cair Rp 1 miliar 350 juta, dengan memberikan cek ke direktur PT Abadi Rajawali Semesta milik pak Badi (terdakwa), kedua cair bulan Desember 2019 sebanyak Rp 2,4 miliar, ke rekening PT, Abadi Rajawali Semesta,” cetus saksi.
Setelah itu pihak bank melakukan penagihan ke PT Abadi Rajawali Semesta, sampai peringatan ke tiga, terdakwa selalu mengatakan akan mengusahakan pembayaran.
JPU kemudian meminta keterangan saksi Sopiyan yang merupakan teman terdakwa yang terkait bisnis pembelian tanah dengan terdakwa Badi.
“Bisnis cangkang sawit di Kalimantan tidak ada, tapi cangkang sawit ada di Palembang,” kata saksi Sopiyan.
JPU menegaskan, di tahun 2019 pernah ada bisnis tanah dengan modal masing – masing terdakwa dan saksi Sopiyan, sebesar Rp 2,4 miliar.
Saksi sopian tidak ada modal, lalu meminjam kepada terdakwa Badi Akmal guna membeli tanah di Sebatok di bulan Desember. Dan saksi mengetahui kalau itu adalah uang atas jaminan agunan 3 sertifikat milik MF. Kenapa MF tidak diberitahukan?,” ujar Ursula.
Ketua majelis hakim Edi Pelawi SH MH pun menegaskan keterkaitan saksi Sopiyan dalam bisnis tanah tersebut. “Ini saksi (Sopiyan) kenapa tidak ada Pasal 55 dan Pasal 56 nya, itu urusan buk jaksa ya,” serunya.
Berikutnya saksi MP (putri pelapor korban) mengatakan kepada majelis hakim, ia mengenal terdakwa Badi sebagai mantan suaminya dulu yang menikah di bulan Juni 2020.
“Sebelum menikah pada tahun 2019, terdakwa Badi mengatakan ada proyek cangkang sawit di Kalimantan, dan butuh dana. Terdakwa terus meyakinkan saya untuk pinjam sertifikat rumah orang tua, dengan menjanjikan hasil bisnis perbulan Rp 50 juta, tidak akan macet, dan ada jaminan rumah di Grand Garden dan Grand City,” kata saksi.
Sertifikat SHM ini 3 buah, terletak di daerah maskerebet. Terdakwa tinggal di Jakarta, jadi bolak balik ke Palembang sambil terus meminta pinjam sertifikat. Hingga 3 sertifikat SHM ini dijaminkan di Bank BNI 46 kayuagung di bulan November 2019.
“Terdakwa mengajukan kredit, saya juga tanda tangan karena dimasukan akta perusahaan yang mana atas keinginan terdakwa biar pencairan lebih mudah dan cepat,” timpal saksi.
Sampai pelapor korban (orang tua saksi) mengetahui adanya surat lelang dari bank, maka mengeluarkan uang Rp 650 juta, agar lelangnya ditunda. “Tapi orang tua saya terus membayar angsurannya,” tukas saksi.
Majelis hakim pun memberikan kesempatan terdakwa Badi untuk menanggapi keterangan ketiga saksi tersebut.
Terdakwa Badi menyatakan keberatan, bahwa ia tidak minta tetapi mereka pelapor yang menawarkan. Dan ia mengaku membayar pokok dan bunga pinjaman bank setiap bulan.
“Uangnya saya pakai untuk proyek minyak dan aspal, bukan untuk cangkang sawit di Kalimantan yang mulia. Kemudian pihak bank yang menawarkan, bukan saya,” kata terdakwa.
“Untuk usaha bisnis cangkang itu atas perintah saksi Sopian,” ujarnya
Edi Pelawi kembali menegaskan, agar JPU menyikapi turut serta dan mengetahui terhadap saksi Sopiyan. “Bu jaksa proyek cangkang sawit ini dari dia, saksi Sopiyan, dimana itu Pasal 55 dan Pasal 56 nya bu jaksa,” tegas ketua majelis hakim kembali.
Terdakwa Badi kembali menggapi, bahwa ia sempat mengatakan menjaminkan rumah tapi kemudian keterangannya berubah lagi. “Bisnis cangkang sawit itu ada. Saya tidak berjanji, tapi kalau proyek itu berhasil akan memberikan fee yang mulia,” tukas Badi.
“Kalau berbelit – belit memberikan keterangan, saya ingatkan,” tegas hakim.
Setelah persidangan, tim kuasa hukum pelapor korban yakni Advokat Alkosim SH didampingi Dede Wahyudi SH, dan Ananda Kusfitrianto SH mengatakan, bahwa ketua majelis hakim menegaskan agar JPU menyikapi perintah hakim terkait Pasal 55 dan Pasal 56 terhadap saksi Sopiyan.
“Karena jelas, berdasarkan dari keterangan terdakwa tadi, terdakwa juga keberatan, saksi Sopiyan tadi otak dari rencana peminjaman 3 sertifikat SHM ini. Hal tersebut jelas atas keterangan terdakwa Badi Akmal pada persidangan. Kami berharap kepada jaksa penuntut umum (JPU) agar menindaklanjuti perintah majelis hakim tadi. Terkait Pasal 55 dan Pasal 56 tadi turut serta, hal tersebut selaras dengan laporan kami terdahulu terhadap terdakwa Badi Akmal dkk, demi keadilan klien kami,” ungkapnya.
Alkosim menegaskan pula, mempersilahkan terdakwa menyatakan keberatan. Tetapi faktanya jelas, bahwa terdakwa sudah berbelit- belit memberikan keterangan.
“Dan terdakwa Badi juga sebagai Direktur PT Abadi Rajawali Semesta, yang menerima pencairan dari bank sebesar Rp 3 miliar 750 juta, dengan mengagunkan 3 buah sertifikat SHM milik korban,” tukasnya.
Dalam dakwaannya, terdakwa M Badi Akmal SKom pada Selasa 18 November 2019 sekitar pukul 10.00 WIB, di Jalan maskrebet Kompleks Maskerebet Palembang, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan tipu muslihat atau kebohongan agar orang lain menyerahkan barang sesuatu.
Terdakwa Badi merupakan calon menantu pelapor korban. Bahwa terdakwa Badi menyampaikan untuk meminjam 3 sertifikat rumah dan bedeng, untuk modal bisnis pembelian cangkang sawit milik terdakwa di Kalimantan.
Tiga sertifikat SHM ini dijadikan agunan (jaminan) di Bank BNI 46 cabang Kayu Agung. Apabila bisnis cangkang sawit berhasil, tiap bulan korban akan mendapatkan uang atau keuntungan sebesar Rp 50 juta. Dan keterangan ini, disaksikan istri korban dan putrinya.
Terdakwa Badi bersama saksi Sopiyan sempat mensurvei 3 buah sertifikat hak milik atau SHM, berupa rumah dan bedeng milik korban sebelum menagunkannya ke Bank BNI Cabang Kayu Agung.
Kemudian tanggal 18 November 2019, 3 sertifikat (SHM) diserahkan korban MF ke pihak Bank BNI, disaksikan istri korban, terdakwa Badi, saksi Efo Kamal, saksi Maya Yusuf.
Pengajuan fasilitas kredit tersebut diberikan bank BNI ke pihak PT Abadi Rajawali Semesta milik terdakwa Badi Akmal, sebesar Rp 3.750.000.000 atau Rp 3 miliar 750 juta.
Tetapi justru, terdakwa Badi menginvestasikannya pada bisnis jual beli tanah di Jalan Sebatok, Kelurahan 8 Ilir, Kecamatan Ilir Timur 1. Tanpa sepengetahuan korban untuk melakukan jual beli tanah.
Padahal sebelumnya terdakwa meminjamkan 3 SHM untuk bisnis pembelian cangkang sawit di Kalimantan, yang ternyata tidak ada.
Rupaya seiring berjalannya waktu, di bulai Mei 2020, korban mendapat pemberitahuan lelang atas ke 3 sertifikat hak miliknya dari Bank BNI Palembang. Serta pengosongan aset PT Abadi Rajawali Semesta. Terkait itu, terdakwa akan mengurus dan melunasinya serta 3 sertifkat SHM rumah dan bedeng tidak akan dilelang pihak bank.
Lantaran masih tidak ada penyelesaian, maka untuk menghindari 3 SHM agar tidak dilelang pihak bank, korban bernegosiasi dengan bank. Dengan melakukan pembayaran pokok tanggal 27 Januari 2022 sebesar Rp 200 juta, kemudian Rp 100 juta, dan Rp 200 juta, total Rp 500 juta.
Kasus ini dilaporkan ke Polrestabes Palembang atas perbuatan terdakwa Badi terkait penipuan dan penggelapan, dan dikenai dengan Pasal 378 KUHP. (*)
Komentar