SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Terkait adanya permasalahan tentang mangkraknya proses revitalisasi Pasar Cinde hingga menjadi penyidikan oleh Kejati, PT Magna Beatum menjawab dan angkat bicara.
Dikatakan Penggugat Direktur PT Magna Beatum, Rainmar Yosnaidi didampingi kuasa hukumnya advokad Kemas Ahmad Jauhari dan tim ,Bima, Muhammad Rizki, Tomi Alva Edison, Angga Sutisna Dwijaya, dan Syahreza Azhari, mengatakan terhadap permasalahan ini pihaknya telah melakukan gugatan Ke PN Palembang terhadap tergugat
Pemprov Sumsel dan BPN saat ini memasuki sidang kedua dengan agenda penetapan mediator atau penetapan hakim mediasi.
“Selain itu terhadap permasalahan ini pihaknya sejak lama ingin memberitahukan kepada masyarakat layak terutama para konsumen Aldiron jika mangkraknya Pasar cinde sama sekali bukan kehendak mereka melainkan akibat Adanya pemutusan kontrak kerja sepihak oleh Pemprov Sumsel dalam masa peralihan pimpinan Gubernur Herman Deru menggantikan Alex Noerdin yang dinilai tanpa alasan yang jelas,“ ucapnya, saat ditemui, Selasa (24/6/2025).
Selain itu, Rainmar Yosnaidi juga menjelaskan pemutusan kontrak tersebut Itu tertuang dalam akte pemutusan yang dikeluarkan oleh pemda provinsi Sumatera selatan pada 25 februari tahhn 2022 dengan nomer 512/0520/BPKAD/2022 yang ditandatangani oleh H. Herman deru Gubernur Sumatera Selatan terhadap PT Magna Beatum.
“Jika pemutusan kontrak tersebut, terjadi secara sepihak dan bersifat mendadak, maka dari itu pihaknya sempat melayangkan somasi bahkan musyawarah guna mencari solusi atas permasalahan yang sedang terjadi terhadap pasar cinde ,dan ahir tidak ditemukan solusi dan berujung jalan buntu,“ tegasnya.
Masih kata Rainmar Yosnaidi, pihaknya jelas merasa ini sepihak dan tak beralasan, kami telah menawarkan solusi dengan melanjutkan kembali pembangunan project tersebut namun di jegal atau tak diindahkan oleh pemerintah provinsi sumsel saat itu hingga sekarang, padahal kami menawarkan pembangunan lanjutan sebanyak 6 lantai agar dapat di tempati pedagang lama.
“Yang artinya mangkraknya pasar cinde selama ini bukan sama sekali kesalahan PT Magna beatum sebagai pelaksana pembangunan dan pengelolaan melainkan keinginan pihak pemprov sendiri untuk menghentikan, memutus kontrak kerja secara sepihak sehingga tidak dapat dilanjutkan pekerjaan revitalisasi pasar cinde ini,“ terangnya.
Lanjutnya lagi, pihaknya juga sudah berusaha melanjutkan, dan menawarkan solusi bersama agar pembangunan dapat berlanjut pasca covid, namun hal itu di tolak oleh pemprov dan malah menerbitkan surat pemutusan kontrak kerja, bahkan owner kami beberapa kali menemui gubernur dan tidak juga menemukan solusi yang baik terkait Pasar Cinde ini.
Sementara itu Jauhari juga menjelaskan, pada Maret 2016 lalu, PT Magna Beatum yang bergerak di bidang jasa konstruksi dan beralamat di Jakarta dan Pemprov Sumsel telah sepakat dalam Perjanjian Kerjasama Bangun Guna Serah Pembangunan Kawasan Modern Pasar Cinde.
“Pembangunan Kawasan Pasar Modern Pasar Cinde di atas objek Bangun Guna Serah, tanpa biaya APBD Sumsel, tetapi biaya dari Penggugat.Penggugat telah mempunyai Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 575/Kelurahan 24 Ilir seluas 6540 M3 yang dikeluarkan BPN Kota Palembang pada Desember 2018,” tegasnya.
Masih kata Jauhari, Penggugat merealisasikan pekerjaan sekitar 40% dengan biaya Rp109,802 miliar lebih.selain itu penggugat juga mengalami kerugian atas penjualan 219 lapak yang menjadi hak Penggugat. Pembeli lapak yang sudah membayar pembelian lapak antara Rp20 juta-Rp900 juta secara mencicil mencapai Rp43,933 miliar lebih.
Akibat mangkrak atau tidak selesainya pembangunan unit lapak menimbulkan kerugian Rp167,978 juta lebih terhadap PT Magna Beatum.
Selama pencapaian 40% pekerjaan, Penggugat mendapatkan rintangan-rintangan, antara lain penetapan Pasar Cinde Sebagai Cagar Budaya sesuai Keputusan Walikota Palembang pada Maret 2017, pembongkaran bangunan dan pondasi bangunan lama Pasar Cinde, penghentian aktivitas pekerjaan karena adanya persiapan dan pelaksanaan Asian Games, somasi dari Yayasan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam tentang batas lahan Cinde dengan kuburan keluarga Zuriat, pandemi Covid 19.
Keseluruhan tantangan telah disampaikan kepada Tergugat I. Pada bulan April 2023, Penggugat mendapatkan surat dari Tergugat I terkait Pembenaran Sertifikat Hak Guna Bangunan secara sepihak.
“Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum secara bersama-sama menimbulkan perbuatan yang merugikan Penggugat dalam bentuk pemutusan perjanjian secara sepihak,” kata Jauhari. (ANA)
Komentar