Suarapublik.id, Lahat – Petani kelapa sawit di Kabupaten Lahat kini kembali tersenyum, dimana, tanda buah segar (TBS) yang belakangan ini dibiarkan membusuk dibatang, lantaran tidak ada tempat menjual, dan kini mulai dipanen.
Pasalnya, terhitung Selasa (24/5/2022), Pemerintah Pusat telah mencabut larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) maupun TBS.
Pencabutan ini tentunya berdampak besar terhadap petani, meskipun harga belum normal, hanya saja, RAM (Tempat timbangan, red) kini dibuka kembali.
“Alhamdulillah, harga berguyur stabil, saat ini TBS usia 10-20 tahun berada di angka Rp 1.600-Rp 1.700 perkilogram,” ungkap Bostandi salah satu petani sawit di Kecamatan Kikim Area.
Sementara itu, Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Kencana Sari, Narman membenarkan, saat ini banyak petani telah memanen. Berbeda sebelumnya TBS anjlok hingga Rp 800 perkilogramnya.
“Semenjak kunjungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lahat bersama Dinas Perkebunan, pabrik langsung menerima TBS dari petani,” tukasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Perkebunan Lahat, Vivi Anggraini SSTP Msi menuturkan, walaupun harga TBS belum stabil, jelas membuat petani sawit Sumbringah. Pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan monitoring dan evaluasi (Monev) ke sejumlah pabrik dan KUD.
“Satu Minggu setelah kebijakan ini berjalan, pihaknya akan mengandeng Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), untuk ikut dalam monev,” ucapnya.
Kedepan, sambung dia, Disbun akan melayangkan surat edaran kepada pabrik, KUD termasuk petani sawit mandiri. Isinya, jika untuk perusahaan/pabrik, agar menerima TBS dari KUD Plasma, vendor dan petani mandiri, sesuai harga Disbun Provinsi Sumsel. Sedangkan KUD Plasma, agar mematuhi isi perjanjian kerjasama dengan pabrik, seperti TBS hanya dijual ke pabrik bukan ke RAM.
“Untuk harga TBS kisaran usia 10-20 tahun, sejauh ini dihargai Rp 2.090 perkilogramnya. Harapan kita, nantinya pabrik maupun KUD mematuhi himbauan tersebut,” tegas Vivi Anggraini.
Komentar