SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan kepada BPKAD Sumsel,sebagai saksi atas perkara dugaan tindak pidana korupsi kerjasama pengangkutan batu bara sebesar Rp18 miliar pada PT Sriwijaya Mandiri Sumsel yang menjerat terdakwa Ir Sarimuda MT pada digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin (26/2/2024).
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Pitriadi SH MH, tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan empat saksi salah satunya yakni, Ahmad Mukhlis Kepala BPKAD Sumsel.
Kemudian, Regina Arianti Komisaris Utama PT SMS Kabid Pengembangan Bappeda, Adi Tranggana Wirabakti Dirut PT SMS Cecep Kurniawan Tenaga Ahli PT SMS.
Dalam keterangannya, Ahmad Mukhlis mengaku pernah diperiksa penyidik KPK terkait kapasitasnya sebagai Kepala BPKAD Sumsel.
“Saya pernah diperiksa oleh penyidik KPK terkait jabatan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Sumsel. Pada saat itu, PT SMS mengajukan penyertaan modal kepada BPKAD, setelah mendapat persetujuan dari Gubernur baru kami anggarkan dan dibahas di komisi-komisi di DPRD Sumsel,” ujar Mukhlis dipersidangan.
Ahmad Mukhlis menjelaskan, bahwa PT SMS didirikan berkaitan dengan Kawasan Ekonomi Khusus, karena harus ada BUMD yang mengelola kawasan tersebut.
“Penyertaan modal PT SMS ditahun 2021 sebesar Rp16 miliar. Bisnis utama PT SMS untuk mengelola angkutan batubara. Proses pencairan penyertaan modal itu setelah kami mendapatkan disposisi dari Gubernur untuk diproses pencairan dan langsung ditransfer ke rekening PT SMS. Saya tidak tahu batubara yang diangkut milik siapa, saya hanya fokus di penyertaan modal saja,” ujarnya.
Namun saat dipertegas oleh majelis hakim setelah mendapatkan penyertaan modal apakah PT SMS mendapatkan untung, Ahmad Mukhlis mengatakan tidak ada untung atau deviden.
“Saksi tolong jelaskan penyertaan modal kepada PT SMS ini ada tidak keuntungannya?,” tanya hakim.
“Dari tahun 2017 sejak didirikan sampai tahun 2021, PT SMS belum ada deviden atau pembagian untung,” ungkap Muhklis.
Kemudian terdakwa Sarimuda saat menanggapi keterangan saksi, terdakwa Sarimuda menjelaskan bahwa semenjak dia menjabat sebagai Direktur PT SMS di tahun 2021 sudah ada labah sebesar Rp8 miliar.
“Tapi rekomendasi gubernur jangan disetor dulu dana tersebut untuk dijadikan modal usaha PT SMS,” jelasnya.
“Lalu pada tahun 2019 sampai dengan saya menjabat di tahun 2021 tidak pernah diberikan biaya oprasional, untuk gaji karyawan, listrik kantor dan lain lain itu mengunakan biaya sendri tampa mendapatkan bantuan dari biaya pemerintah provinsi, yang mulia,“ ucap terdakwa Sarimuda saat di persidangan
Kemudian hakim menanyakan kepada saksi, benar apa yang dikatakan terdakwa? Saksi menjawab pada saat dia menjabat, gaji karyawan dan lain sebagainya itu ditanggung oleh PT SMS sendiri , tidak ada ditanggung pemerintah.
Kemudian hakim kembali bertanya, kepada saksi sebelumnya ada tidak biaya oprasional yang ditanggung oleh pemerintah
“Tidak ada yang mulia,“ jawab saksi.
Hingga berita ini diturunkan, proses persidangan masih berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya. (ANA)
Komentar