Beredar Informasi, Tim Gabungan Polda Sumsel – Dirjen Minerba Setop Aktifitas AOC karena Menambang di Hutan Produksi

SUARAPUBLIK.ID, OKU – Aktivitas pertambangan batu bara milik PT Abadi Ogan Cemerlang (AOC) yang berlokasi di Desa Gunung Kuripan, Kecamatan Pengandonan, Kabupaten OKU, Sumatera Selatan, dilaporkan dihentikan oleh pihak berwenang.

Penghentian ini dilakukan setelah tim gabungan dari Polda Sumsel dan Inspektur Tambang Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba), Kementerian ESDM, melakukan pemeriksaan di lapangan.

Informasi yang berkembang di Baturaja menyebutkan bahwa langkah ini merupakan respons cepat pihak berwenang atas laporan masyarakat terkait dugaan aktivitas penambangan ilegal yang dilakukan perusahaan tersebut di atas lahan yang belum bersertifikat dan tanpa dokumen perizinan yang lengkap.

“Informasinya, tim gabungan sedang mendalami legalitas dan seluruh perizinan,” ungkap salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya.

Kedatangan tim gabungan ini diduga sudah direncanakan sebelumnya. Sebab, selama ini aktivitas PT AOC sering dikeluhkan masyarakat karena menimbulkan keresahan dan diduga menyebabkan kerusakan lingkungan.

Salah seorang warga Baturaja, Nopriadi, mengaku telah mengajukan klarifikasi ke Kantor Pertanahan OKU. Dalam surat balasan yang diterimanya, lahan yang digunakan PT AOC belum memiliki sertifikat kepemilikan resmi. Dugaan kuat pun mengarah bahwa aktivitas pengerukan selama ini berlangsung di atas lahan ilegal.

Parahnya lagi, PT AOC tetap beroperasi dan mengeruk hasil bumi tanpa dasar hukum atas tanah tersebut. Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang seharusnya menjadi prasyarat penting dalam kegiatan pertambangan juga dipertanyakan legalitasnya. Tanpa sertifikat tanah, AMDAL yang dikeluarkan pun disinyalir cacat prosedur, bahkan ilegal.

Lebih jauh, PT AOC juga disebut-sebut melakukan penambangan dalam kawasan hutan produksi tanpa mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Tuduhan ini disampaikan oleh sejumlah aktivis dan organisasi masyarakat yang menilai keberadaan AOC telah melanggar UU Kehutanan dan menyebabkan kerusakan lingkungan yang masif.

Akibat dari aktivitas pertambangan tersebut, Kabupaten OKU mengalami bencana banjir besar pada tahun 2024. Endapan lumpur dari limbah tambang yang tidak tertangani dengan baik mengalir ke Sungai Ogan dan menyebabkan pendangkalan parah. Lokasi tambang yang berada di kawasan resapan air memperburuk kondisi karena daya serap tanah rusak total

Tak hanya itu, PT AOC juga diduga terlibat dalam distribusi batu bara ilegal. Beberapa waktu lalu, beredar sebuah video memperlihatkan seorang sopir truk mengaku mengangkut batu bara dari AOC dengan menunjukkan surat jalan atas nama oknum anggota Polres Way Kanan.

Dalam video berdurasi satu menit itu, sopir tersebut bahkan menyebut (mencatut) nama Kapolda Sumsel untuk memuluskan pengiriman batu bara secara ilegal—dugaan yang mengarah pada praktik “dokumen terbang”, yakni penggunaan surat jalan palsu atau menyewa legalitas perusahaan lain dalam aktifitas bisnis pertambangan.

Rentetan dugaan pelanggaran itulah yang menjadi alasan Polda Sumsel dan Dirjen Minerba turun langsung melakukan penyelidikan.

“Selama ini, kami warga OKU memang sudah resah dengan keberadaan tambang karena dampaknya terhadap lingkungan benar-benar kami rasakan. Seperti banjir besar yang kami yakini penyebabnya akibat penggarapan lahan di wilayah Ulu Sungai Ogan,” kata Ketua Himpunan Aktivis Masyarakat Republik Indonesia (HAM RI), Erhamudin.

Ia mengapresiasi langkah aparat yang menghentikan aktivitas AOC. “Penindakan ini bukan hanya bentuk keadilan bagi warga, tapi juga peringatan bagi perusahaan-perusahaan tambang lain yang semena-mena terhadap lingkungan dan aturan hukum. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” tegasnya.

Erhamudin menambahkan, selama ini masyarakat seolah dibiarkan menghadapi sendiri dampak buruk pertambangan—mulai dari rusaknya jalan akibat angkutan batu bara, polusi debu, hingga bencana banjir yang menghanyutkan rumah dan lahan warga.

“Bencana banjir yang terjadi tahun lalu itu nyata. Kami kehilangan banyak, tapi pihak perusahaan seolah tutup mata. Jadi ketika sekarang aparat turun tangan dan menghentikan aktivitas AOC, ini adalah langkah awal yang harus dilanjutkan dengan proses hukum,” ujarnya.

Ia mendesak agar hasil pemeriksaan tim gabungan diumumkan secara transparan ke publik. Masyarakat harus mengetahui sejauh mana pelanggaran yang dilakukan perusahaan dan bagaimana proses penegakan hukumnya.

“Kami tidak ingin ini hanya jadi sandiwara hukum. Kami ingin penindakan nyata, perusahaan dihentikan operasinya sampai seluruh perizinannya benar-benar jelas dan sah. Dan kalau terbukti melanggar, harus diproses secara pidana,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Kehutanan Sumsel, Susilo, menjelaskan bahwa setiap aktivitas di dalam kawasan hutan produksi wajib mengantongi IPPKH.

Hal ini sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.27/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2018 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. “Tanpa IPPKH, seluruh aktivitas dianggap ilegal dan melanggar hukum,” katanya.

Ia menambahkan, pelanggaran atas ketentuan tersebut dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Pelaku dapat dipidana penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, juga memberikan atensi terhadap pelaku usaha pertambangan yang melanggar aturan, termasuk perambahan kawasan hutan tanpa izin. Ia menyatakan pihaknya tengah mendata seluruh usaha pertambangan yang beroperasi di dalam kawasan hutan.

“Jika dalam pendataan nanti ditemukan pelanggaran, kami akan meminta Menteri Kehutanan menindak secara pidana. Untuk aspek perdata, akan kami tindaklanjuti di Kementerian Lingkungan Hidup,” ujarnya.

Sementara itu, Humas PT AOC, Tisna saat dikonfirmasi membenarkan adanya pemeriksaan dari tim Polda Sumsel tersebut.

“Iya benar bang, ditutup sementara, paling sekitar dua hari,” katanya dikonfirmasi melalui sambungan seluler, Selasa (27/5/2025).

Ditanya mengenai materi pemeriksaan apakah terkait kelengkapan dokumen tambang, Tisna menyebut jika materi pemeriksaan seputar timbangan.

“Tim dari Polda hanya melakukan pemeriksaan timbangan karena eror. Kita hanya disuruh memperbaiki saja. Kalau terkait dokumen tidak ada masalah,” jelas Tisna.

Namun, dirinya menyebut jika salah satu permasalahan yang membuat AOC diperiksa, yakni adanya video viral pengakuan sopir angkutan batu bara yang mengaku dikawal oleh oknum polisi dan surat atau dokumen terbang.

“Selain karena timbangan eror, gara-gara video dan berita viral kemarin bang. Tapi semuanya sudah selesai,” pungkasnya.

    Komentar