SUARAPUBLIK.ID, JAKARTA – Program restukturisasi kredit sebagai kemudahan yang di berikan pemerintah pasca Pandemi Covid-19 beberapa tahun terakhir, angkanya terus menurun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, OJK akan memberikan ruang yang cukup kepada perbankan untuk melakukan inovasi dan penyesuaian (adjustment). Dalam menghadapi ekosistem yang berubah dari waktu ke waktu dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian. OJK akan melakukan intervensi apabila diperlukan (creative intervention), untuk memastikan penerapan Governance Risk Compliance (GRC), integritas, dan tingkat kesehatan bank.
Sementara itu, terdapat isu-isu terkini yang memerlukan perhatian OJK dan industri perbankan, serta membutuhkan respon segera. Antara lain, pengembangan digitalisasi perbankan, UMKM, kelanjutan kebijakan restrukturisasi kredit yang targeted, penerbitan arahan untuk stimulus kredit bagi debitur terdampak Penyakit Mulut dan Kuku, serta mendorong bank dalam penerapan keuangan berkelanjutan.
Mengenai arah kebijakan stimulus Covid-19 yang memberikan restrukturisasi kredit pada debitur yang terkena dampak, OJK tengah mempertimbangkan efektivitas kelanjutan kebijakan tersebut.
Sehubungan dengan tingkat pemulihan kinerja debitur yang berbeda di setiap sektor, segmen dan wilayah. Ke depan, arah stimulus OJK diharapkan akan lebih targeted kepada sektor, segmen, maupun wilayah yang dianggap masih membutuhkan.
Hingga Juli 2022, kredit restrukturisasi perbankan yang terdampak Covid-19 terus bergerak melandai.
Kredit yang mendapatkan relaksasi pernah mencapai titik tertingginya sebesar Rp 830,47 triliun pada Agustus 2020. Per Juli 2022, restrukturisasi kredit Covid-19 tersebut, telah turun menjadi sebesar Rp560,41 triliun. Menurun dibandingkan Juni 2022 yang sebesar Rp 576,17 triliun. Hal tersebut menunjukkan bahwa 40% dari kredit yang direstrukturisasi karena terdampak Covid- 19, telah kembali sehat dan keluar dari program restrukturisasi.
Jumlah debitur yang mendapatkan restrukturisasi Covid-19 juga menunjukkan penurunan menjadi 2,94 juta debitur per Juli 2022. Jumlah ini pernah mencapai angka tertinggi sebesar 6,84 juta debitur pada Agustus 2020.
Secara proporsi sektoral, restrukturisasi Covid-19 per sektor terhadap total kredit per sektor yang masih di atas 20% adalah sektor akomodasi, makanan dan minuman yang mencapai 42,69% atau senilai Rp126,06 triliun. Sedangkan sektor lain yang masih terdampak adalah real estat dan sewa, sebesar 17,90% kredit sektor ini masih direstrukturisasi dengan nilai Rp51,87 triliun.
Kredit UMKM Tumbuh
Per Juli 2022, UMKM memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi pertumbuhan kredit perbankan.@ UMKM w signifikan sebesar 18,08% secara tahunan, di atas pertumbuhan total kredit sebesar 10,71%. Hal tersebut membuat porsi kredit UMKM terhadap total kredit menjadi lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi. Total kredit UMKM per Juli 2022 mencapai Rp 1.299,4 triliun atau 21 persen dari total kredit perbankan.
Sementara mengenai kebijakan pemerintah yang menetapkan Skema Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektual, Dian menjelaskan, OJK mendukung implementasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai salah satu objek jaminan utang, tentunya dengan tetap memprioritaskan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang baik di sektor jasa keuangan.
Sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan serta POJK No.42/POJK.03/2017 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan atau Pembiayaan Bank bagi Bank Umum, bank dalam memberikan kredit wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Dalam hal ini, agunan hanya merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan bank dalam pemberian kredit, dan agunan yang dapat diterima sebagai jaminan kredit merupakan keputusan bank berdasarkan penilaian atas debitur atau calon debitur.
Selain itu, POJK Kualitas Aset tidak membatasi jenis agunan yang dapat diterima oleh bank secara bisnis (di luar kepentingan perhitungan PPKA). Dengan demikian, bank dapat menerima agunan berupa KI dalam pemberian kredit, sepanjang bank telah meyakini kemampuan membayar debitur berdasarkan prinsip 5C.
Mengingat pentingnya penerapan prinsip kehati-hatian pada bisnis perbankan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan, sebelum berlakunya PP tersebut yaitu 1 (satu) tahun sejak diundangkan, diperlukan kerjasama pemerintah, instansi terkait, dan industri untuk mempersiapkan implementasi PP Ekonomi Kreatif. Antara lain mengenai valuasi KI serta ketersediaan pasar dalam hal agunan KI dilikuidasi oleh bank.
Untuk memenuhi Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum berdasarkan data posisi Juli 2022, terdapat 37 bank yang memiliki modal inti di bawah Rp3 triliun, terdiri dari 24 bank umum dan 13 BPD yang sedang dalam proses konsolidasi maupun pemenuhan modal inti minimum.
Sesuai dengan POJK tentang Konsolidasi Bank Umum, dalam pemenuhan skema konsolidasi, bagi bank yang memiliki modal inti di bawah Rp3 triliun dapat membentuk Kelompok Usaha Bank (KUB) dalam hal rencana penggabungan, peleburan, atau integrasi bank.
Saat ini, seluruh bank umum telah menyampaikan rencana tindak pemenuhan modal inti minimum melalui Rencana Bisnis Bank. Sesuai skema konsolidasi sebagaimana diatur pada POJK KUB, terdapat lima skema konsolidasi bagi Bank Umum dengan modal inti kurang dari Rp3 triliun, yaitu:
1. Penggabungan, Peleburan atau Integrasi (P/P/I)
2. )! Pengambilalihan yang diikuti P/P/I
3. Pembentukan KUB terhadap bank yang telah dimiliki
4. Pembentukan KUB karena Pemisahan (spin off) UUS
5. Pembentukan KUB karena Pengambilalihan
(Rel)
Komentar