SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Forum Indonesia untuk transparansi anggaran (Fitra) Sumatera Selatan (Sumsel), meminta kepada aparat penegak hukum KPK tidak hanya fokus terhadap Dinas PUPR, namun organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya juga harus menjadi pantauan untuk membuka lebih luas praktek tindak pindana korupsi yang terjadi di Kabupaten Muba.
Fitra Sumsel meyakini, pola atau alur pengaturan soal fee proyek untuk Bupati di masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD), sama seperti di dinas PUPR.
“Kami harap, aparat penegak hukum mengusut tuntas seluruh persoalan korupsi yang ada di Muba. Memang anggaran yang terbesar Dinas PUPR, namun di bagian lainnya seperti Bagian Umum dan Perlengkapan Setda Muba, serta Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan,” ungkap Koordinator Fitra Sumsel, Nunik Handayani.
Nunik menyebut, bukan menjadi rahasia umum lagi bagi-bagi free kegiatan proyek di Muba. Bahkan untuk kentetuan persentasenya pun sudah ditentukan, hampir semua daerah fee bagi kepala daerah dipatok 10 persen.
Fitra Sumsel sendiri pernah melakukan investigasi menelusuri terkait bagi-bagi fee, khususnya untuk proyek pembangunan infrastruktur. Jadi mulai dari Kepala Daerah, Sekretaris Daerah, Kepala Dinas, para Kabid PPK hingga ke PPTK.
“Kabupaten Muba memiliki sumber daya alam yang sangat luar biasa, terutama di sektor minyak dan gas. Selama ini, dana bagi hasil itulah yang menjadi penyumbang besar APBD. Sementara PAD-nya justru kecil. Namun sangat disayangkan Muba yang mempunyai APBD besar, namun tingkat kesejahteraan masyarakat sangat rendah,” terangnya.
Harusnya, menurut Nunik, pemerintah daerah memikirkan bagaimana masyarakat di Muba agar tingkat kesejahteraan hidupnya bisa lebih baik dengan potensi APBD yang cukup besar.
“Faktanya, sangat disayangkan komitmem kepala daerah untuk membangun agar Muba lebih maju dan masyarakatnya sejahtera, hanya setangah hati. Kita lihat saja perubahan dari tahun-ke tahun bagaimana soal infrastruktur, bagaimana persentase angka kemisikinan,” tegasnya.
Dia menilai, salah satu faktor pembangunan infrastruktur di Muba selalu menjadi persolan di masyarakat, karena yang merusak tatanan birokrasi yaitu soal fee. Belum lagi permainan di lapangan, banyak temuan hasil audit BPK yang hampir setiap tahun, yakni soal spek pengerjaan yang tidak sesaui dengan RAB.
“Harusnya, Muba belajar dari pengalaman yang ada. Dua kepala daerah tersandung kasus suap gratifikasi atau suap fee proyek. Ini harus menjadi pelajaran, lakukan evaluasi agar ke depan jangan ada lagi pejabat-pejabat di Muba yang hanya memikirkan kepentingan mendapat keuntungan demi pribadi atau kelompok tertentu,” jelasnya.
“Harus menjadi catatan angka kemiskinan Di Muba masih sangat tinggi, belum ada terlihat komitmen dan strategi dari pemerintah daerah untuk berjuang agar tingkat kesejahteraan masyarakat lebih baik dari kondisi sekarang,” tambah Nunik. (ANA)
Komentar