SUARAPUBLIK.ID, JAKARTA – Mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Sambo diduga melakukan pembunuhan berencana tersebut bersama-sama dengan Bharada Richard Eliezer (E), Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal (RR), dan Kuat Ma’ruf.
“Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,” ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022) dikutip dari cnn indonesia.
Perbuatan Sambo dan kawan-kawan itu dilakukan di rumah dinas yang terletak di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat 8 Juli 2022.
Jaksa penuntut umum kemudian mengurai perbuatan Sambo dan para terdakwa lainnya.
Menurut jaksa pembunuhan Brigadir J berawal dari sebuah peristiwa yang terjadi di rumah Sambo, Perum Cempaka Residence Blok C III, Jalan Cempaka, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah pada Kamis 7 Juli 2022 sore hari.
“Terjadi keributan antara korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan saksi Kuat Ma’ruf,” ujarnya.
Kemudian sekitar pukul 19.30 WIB, Putri Candrawathi menelepon Bharada E meminta yang bersangkutan bersama Bripka RR untuk pulang ke rumah Magelang.
Saat tiba, Bharada E dan Bripka RR mendengar keributan namun tak tahu pasti apa yang sedang terjadi di dalam rumah. Mereka pun langsung menuju ke kamar Putri. Lalu Putri meminta Bripka RR memanggil Brigadir J.
Jaksa menyebut Bripka RR tak langsung memanggil Brigadir J, namun lebih dahulu mengambil dua senjata yang bersangkutan, jenis HS dan senapan laras panjang jenis Steyr Aug. Dua senjata ini disimpan di kamar anak Sambo, Tribrata Putra Sambo.
Baru setelah itu, Bripka RR meminta Brigadir J menemui Putri di kamarnya di lantai dua Rumah Magelang. Brigadir J sempat menolak, namun akhirnya bersedia menemui Putri.
Menurut jaksa, Brigadir J duduk di lantai, sementara Putri duduk di atas kasur sambil bersandar. Bripka RR lantas meninggalkan mereka di dalam kamar.
“Berdua berada di dalam kamar pribadi saksi Putri Candrawati sekira 15 menit lamanya, setelah itu korban Nofriansayah Yosua Hutabarat keluar dari kamar,” ujarnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan detik-detik pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo, pada Jumat (8/7) lalu.
Jaksa menyebut peristiwa bermula ketika Sambo tiba di rumah dinas, Kompleks Polri Duren Tiga, sekitar pukul 17.10 WIB. Sambo bergegas masuk ke dalam rumah dinas melalui pintu garasi dan sempat bertemu dengan asisten rumah tangga Diryanto alias Kodir.
Setelah masuk ke rumah dinas, Sambo kemudian bertemu dengan Kuat Ma’ruf yang sudah terlebih dahulu tiba. Ia lantas menanyakan keberadaan Bripka RR dan Brigadir J kepada Kuat.
“Dalam keadaan raut muka marah dan emosi, lalu dengan nada tinggi terdakwa Ferdy Sambo mengatakan, ‘Wat, mana Ricky dan Yosua, panggil!’,” ujar jaksa membacakan surat dakwaan Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10) sebagaimana dilansir cnn indonesia.
Mendengar nada tinggi tersebut, Bharada Richard Eliezer yang sedang berdoa di kamar ajudan, langsung turun ke lantai satu dan berdiri di samping kanan Sambo.
“Lalu terdakwa Ferdy Sambo mengatakan kepada saksi Richard Eliezer ‘kokang senjatamu’, setelah itu saksi Richard Eliezer mengokang senjatanya dan menyelipkan di pinggang sebelah kanan,” tutur jaksa dalam dakwaannya.
Sementara itu, Kuat yang mendapatkan perintah langsung keluar melalui pintu dapur menuju garasi dan menghampiri Bripka RR dan menyampaikan panggilan dari Sambo tersebut. Bripka RR kemudian menghampiri Brigadir J dan memberitahukan apabila dirinya dipanggil oleh Sambo untuk ke dalam rumah.
Mendengar perintah tersebut, jaksa mengatakan Brigadir J kemudian masuk ke dalam rumah melewati garasi dan pintu dapur menuju ruang tengah dekat meja makan. Diikuti oleh Bripka RR dan Kuat yang berjaga dari belakang.
Setelah berada di ruang tengah, Sambo lantas memegang bagian leher belakang Brigadir J dan mendorongnya ke depan tangga sehingga berhadapan langsung dengan dirinya dan Bharada E.
Sedangkan posisi Kuat berada di belakang Sambo dan Bripka RR berada di belakang Bharada E dalam posisi siaga untuk melakukan pengamanan bila Brigadir J melawan.
“Sedangkan saksi Putri Candrawathi berada di dalam kamar utama dengan jarak kurang lebih 3 meter dari posisi korban Nofriansyah Yosua Hutabarat,” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, Sambo lantas memerintahkan Brigadir J untuk segera berjongkok. Mendengar perintah tersebut, Brigadir J kemudian mengangkat kedua tangannya dan mundur sebagai tanda menyerah sembari menanyakan maksud Sambo.
“Selanjutnya terdakwa Ferdy Sambo yang sudah mengetahui jika menembak dapat merampas nyawa berteriak dengan suara keras kepada saksi Richard Eliezer ‘Woy, kau tembak, kau tembak cepat. Cepat woy kau tembak’,” ujar jaksa.
Jaksa melanjutkan, Bharada E dengan tenang langsung mengarahkan senjata api Glock-17 dan melepaskan 3-4 kali tembakan hingga Brigadir J terkapar dan mengeluarkan banyak darah.
Akibat tembakan itu, jaksa mengatakan terdapat luka tembak masuk di tubuh Brigadir J. Rinciannya yakni luka masuk pada dada sisi kanan, bahu kanan, bibir sisi kiri, dan lengan bawah kiri bagian belakang.
Setelahnya, kata jaksa, Sambo bergerak menghampiri Brigadir J yang saat itu masih hidup dan bergerak kesakitan dalam keadaan terlungkup di dekat tangga depan kamar mandi.
Untuk memastikan Brigadir J tewas, Sambo yang sudah memakai sarung tangan hitam sejak dari rumah Saguling, kemudian menembak tepat di sisi kiri kepala bagian belakang hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
“Selanjutnya senjata api HS tersebut diletakkan di lantai dekat tangan kiri korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan tujuan seolah-olah terjadi tembak menembak,” lanjut jaksa.
Atas perbuatannya tersebut, Sambo dan empat terdakwa lainnya dijerat Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsidair Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa masih menguraikan peristiwa pembunuhan Brigadir J yang tertuang dalam surat dakwaan Sambo. (*)
Komentar