SUARA.PUBLIK.ID, PALEMBANG. – Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Selatan, Erwin Soeriadimadja mengungkapkan, bahwa pada bulan Februari 2022, Inflasi Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dan Kota Palembang mengalami deflasi sebesar kurang dari 0,01 persen (mtm).
Menurutnya, perkembangan ini dipengaruhi oleh deflasi yang bersumber dari kelompok, minuman, dan tembakau antara lain daging ayam ras, telur ayam ras, minyak goreng dan cabai rawit.
Untuk komoditas minyak goreng, tercatat pernah mengalami deflasi untuk pertama kali sejak tahun 2021.
” Deflasi minyak goreng tersebut dipengaruhi oleh upaya pemerintah dalam menjaga menjaga harga minyak goreng di tengah masih naiknya harga CPO global,” ungkap Erwin saat ditemui usai acara High Level Meeting (HLM) TPID Kota Palembang dan Capacity Building TPID se-Sumatera Selatan secara hibrid (daring dan luring), Kamis (4/3/2022) di Hotel Novotel Palembang.
Dengan perkembangan tersebut, ia menilai, inflasi Sumatera Selatan dan Kota Palembang tercatat masing-masing sebesar 2,41% (yoy) dan 2,43% (yoy).
“Dan ini lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 2,06% (yoy), namun masih berada dalam kisaran target inflasi nasional 3,0+1%,” kata Erwin.
Ia menjelaskan, setidaknya terdapat tiga poin penting dalam pengendalian inflasi di Sumatera Selatan, yaitu (0) implementasi Kerja Sama Antar-Daerah (KAD) khususnya untuk komoditas pangan strategis yang belum dapat dipenuhi dari seluruh produksi domestik daerah.
Optimalisasi teknologi digital untuk UMKM, baik dalam teknis produksi maupun akses pasar, dan pelaksanaan pemantauan harga pasar dan pasokan reguler khususnya untuk strategi komoditas secara historis sering menjadi penyumbang inflasi,” ujar Erwin.
Ia juga berpesan agar TPID di Sumatera Selatan dapat terus memantau dalam menyusun berbagai program unggulan menjaga kestabilan inflasi di daerah.
Inflasi Provinsi Sumsel total tahun 2022 diperkirakan kembali meningkat, namun masih terkendali dan berada dalam rentang target inflasi nasional 3,0+1%. Kenaikan cukai dan LPG Nonsubsidi faktor-faktor pendorong inflasi pada awal tahun 2022.
“Fenomena curah hujan tinggi dan La Nina juga menyebabkan gagalnya panen pada beberapa produk hortikultura di daerah sentra dan dapat mendorong laju inflasi lebih lanjut,”ungkapnya.
Kendati demikian, peningkatan kasus COVID-19 mungkin menahan daya beli masyarakat.
” Pengendalian inflasi daerah akan terus dilakukan melalui koordinasi dan sinergi yang kuat antara anggota Tim Pengendalian Inflasi Daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten Kota,” terangnya.
Lanjutnya, TPID di wilayah Sumatera Selatan bersama Satgas Pangan akan terus memperkuat koordinasi menjaga inflasi agar tetap stabil.
Serta akan menjalankan tiga arahan dari Presiden Republik Indonesia, yakni menjaga ketersediaan pasokan dan harga, terutama barang kebutuhan pokok, dengan mengatasi kendala produksi dan distribusi yang ada di daerah.
“Dengan demikian kiranya dapat mendorong peningkatan produktivitas petani dan nelayan, serta memperkuat sektor UMKM dan meningkatkan nilai tambah di sektor dan kesejahteraan petani melalui penguatan kelembagaan, perluasan akses pemasaran, pertanianisasi pertanian optimal, dan pendampingan intensif,” tuturnya.
Selain itu, perbaikan dari sisi demand juga perlu dilakukan terutama untuk peningkatan daya beli masyarakat.
“Perbaikan dari sisi demand juga dapat meningkatkan daya beli masyarakat,” tutupnya.
Komentar