Token Kripto Artis Menjamur, Ada Apa ?

SUARAPUBLIK.ID, JAKARTA – Sederet artis Tanah Air, mulai dari pasangan Anang Hermansyah-Ashanty, putri penceramah Yusuf Mansur, Wirda Mansur, Angel Lelga, dan terbaru Rezky dan Lesti Billar berlomba-lomba mengeluarkan token kripto.

Tak jauh berbeda, berbagai artis luar negeri sebut saja Paris Hilton, Lindsay Lohan, Shawn Mendes, hingga Jay Chou juga tengah kerajingan menjajal kripto.

Bermunculannya token kripto figur publik tersebut sejalan dengan minat investor dunia dan RI di pasar uang digital. Bahkan, jumlah investor kripto dalam negeri sudah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di bursa saham.

Padahal, kemunculannya baru seumur jagung. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan mencatat jumlah investor aset kripto menembus 9,5 juta per Oktober 2021. Sementara investor saham RI baru mencapai 7,5 juta per Desember 2021.

Data Bappebti juga menunjukkan investor aset kripto tumbuh 138 persen pada tahun lalu dari catatan tahun sebelumnya sebesar 4 juta orang. Sedangkan nilai transaksinya hingga Juli 2021 mencapai Rp478,5 triliun atau tumbuh 636 persen dari Rp65 triliun pada 2020.

Namun, yang menjadi catatan adalah volatilitas dan izin dagang kripto artis tersebut yang masih belum jelas. Saat dikonfirmasi oleh CNNIndonesia.com, Bappebti menyebut baik I-COIN milik Wirda mau pun Angel, Token punya Angel tak mengantongi izin dagang Bappebti.

Sementara token ASIX milik Anang-Ashanty masih dalam proses pendaftaran. Sebagai informasi, saat ini hanya ada 229 kripto legal yang boleh diperdagangkan di Indonesia. Daftar tersebut bisa berubah sewaktu-waktu sejalan dengan pengajuan penambahan atau pengurangan dari para pedagang

Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Tirta Karma Senjaya menyebut, koin atau token yang diperjualbelikan secara resmi di dalam negeri harus terdaftar di platform atau pedagang legal.

Saat ini ada 13 pedagang yang sudah mengantongi izin, yakni PT Indodax Nasional Indonesia (INDODAX), PT Crypto Indonesia Berkat (TOKOCRYPTO), PT Zipmex Exchange Indonesia (ZIPMEX), PT Indonesia Digital Exchange (IDEX), dan PT Pintu Kemana Saja (PINTU).

Kemudian, PT Luno Indonesia LTD (LUNO), PT Cipta Koin Digital (KOINKU), PT Tiga Inti Utama (TRIV), PT Upbit Exchange Indonesia (UPBIT), PT Rekeningku Dotcom Indonesia (REKENINGKU.COM), PT Triniti Investama Berkat (BITOCTO), PT Plutonext Digital Aset (PLUTO NEXT), dan PT Bursa Cripto Prima.

Baca Juga :  Hanya Dalam 30 Detik, Koin Kripto Leslar Ludes Terjual Rp3,2 M

Oleh karena itu, Tirta mengingatkan masyarakat untuk hati-hati dalam membeli aset kripto, baik yang diluncurkan oleh selebritas atau bukan.

“Maka harus hati-hati dan dipastikan dulu sudah benar terdaftar Bappebti walau pun mungkin ada juga yang sudah diperjualbelikan di exchanger kripto di luar negeri,” jelasnya pada Rabu (2/3).

Kendati masyarakat bisa dengan bebas membeli aset kripto milik artis yang diluncurkan atau listing di platform luar negeri, namun ia tak menjamin keamanannya. Ia mencontohkan ada koin yang malah nilainya terus menurun sejak listing di luar negeri.

“Makanya pentingnya penilaian Analytical Hierarchy Process (AHP) sesuai aturan Bappbeti terhadap koin-koin yang akan beredar dan dijualbelikan di dalam negeri supaya terjamin keamanan dan kebenaran koinnya,” beber dia.

Menurutnya, koin yang merugikan masyarakat dan belum terdaftar di Bappebti bisa menjadi ranah penyelidikan polisi ke tindak pidana karena melanggar aturan.

Ia mengaku, Bappebti tak menegur para selebritas yang melakukan promosi besar-besaran meski belum mengantongi izin dagang dalam negeri dengan dalih aturan yang diberlakukan sudah jelas.

“Kan sudah tahu ada aturan ya harus sadar hukum ya. Kalau tokennya mau dipercaya ya daftarkan. Kalau belum daftar dan banyak yang percaya masyarakat ya berarti belum cerdas terhadap investasi yang tak berizin seperti kasus-kasus sebelumnya,” jelasnya.

Euforia Saja

Analis Kripto sekaligus Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai berjamurnya token para artis semata-mata terjadi karena euforia kripto di Indonesia yang cukup tinggi, sehingga para artis pun ikut coba-coba menjajal bisnis kripto.

Ia menilai sah-sah saja para artis merilis koin kripto masing-masing kalau mereka mendaftarkan koinnya ke Bappebti dan pedagang resmi RI. Tapi kenyataannya hal tersebut tak mereka lakukan.

Misalnya saja Anang dan Ashanty. Mereka baru panik dan menyambangi Bappebti ketika ASIX dinyatakan dilarang dijual.

“Jangan sampai kejadian seperti token ASIX yang diluncurkan tapi tidak sama sekali ada pemberitahuan ke Bappebti yang akhirnya membikin blunder,” imbuhnya.

Terkait prospek token para artis, Ibrahim menilai koin bisa punya masa depan yang cerah karena mereka punya underlying seni seperti lagu, konten hiburan, hingga konser. Hal tersebut membuat koin mereka menarik dikoleksi karena ke depan penggemar bisa membeli karya mereka di pasar kripto dengan lebih murah.

Baca Juga :  Harga BBM Pertamina Naik Lagi

Kripto Artis Lebih Murah

Ia menambahkan, alasan lainnya koin artis menarik di pasar karena harganya yang dijual relatif murah. Ibrahim menuturkan secara umum masyarakat saat ini lebih tertarik mengoleksi aset digital yang seharga di bawah US$1 per keping.

Namun di sisi lain ia tak memungkiri harga kripto para artis sangat berfluktuasi dan cenderung melemah.

“Ini mengindikasikan kalau masyarakat sudah jenuh dengan token kripto yang dirilis artis,” kata dia.

Dari kacamata dia harga pantas token artis masih bersifat spekulatif, tak berbeda dengan token umum lainnya karena blockchain tak mengenal intervensi regulator dan harga murni ditentukan permintaan pasar.

Di sisi lain, Ibrahim mengingatkan para public figure terkait untuk mengedukasi masyarakat soal risiko yang mengintai dan tak hanya menjual janji cuan saja. Pasalnya, lewat penjualan token mereka menggalang dana masyarakat dalam jumlah besar.

“Mereka juga harus memberikan informasi yang benar, terutama manajemen risiko bahwa bisnis token sama seperti valas, high risk high return (berpeluang untung besar tapi juga berisiko tinggi),” ujarnya.

Ibrahim memberi catatan kepada investor untuk berhati-hati dengan token yang belum resmi terdaftar di Bappebti, karena bisa jadi token yang dibeli merupakan proyek penipuan. Seperti investasi bodong lainnya, ia menyebut pihak yang paling dirugikan pada akhirnya adalah warga karena haknya tak dilindungi oleh regulator.

Ketua Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) sekaligus COO Tokocrypto Teguh Harmanda menyebut, dalam menentukan prospek token para artis ada sejumlah faktor yang harus dicermati.

Pertama, fundamental memulai investasi aset kripto. Investor harus lebih dulu paham risiko yang akan dihadapinya ke depan. Investor, lanjutnya, jangan hanya berpikir soal keuntungannya saja tapi tak siap mental ketika market turun atau aset yang dimilikinya tidak perform.

Kedua, sebelum memilih atau memutuskan untuk investasi kripto pelajari dulu atau riset mendalam aset yang ingin dibeli. Salah satunya dan paling penting adalah memahami fundamental project kripto tersebut melalui whitepaper dan lain-lain.

Baca Juga :  Akhirnya Menaker 'Melunak', Aturan JHT Balik Seperti Semula

“Aset kripto, baik lokal maupun global yang memiliki prospek baik atau tidak, bisa dilihat dari whitepaper-nya. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, contoh apakah perusahaan pengembang aset kripto tersebut sudah terdaftar secara resmi, dalam artian memiliki badan hukum dan punya legalitas beroperasi di Indonesia,” terang Teguh.

Kemudian, perhatikan apakah aset kripto tersebut punya nilai utilitas atau fundamental yang jelas. Ini biasanya dijelaskan di whitepaper yang bisa diakses publik.

Ia menerangkan whitepaper adalah dokumen soal teknologi yang dipakai dan tujuan dari pengembangan aset kripto dan projek ekosistem yang akan dikembangkan.

Lalu, cek juga latar belakang dari pengembang atau developer. Ia menyarankan investor untuk mencari tahu jika developer memiliki pengalaman yang cukup dan punya keahlian yang sesuai untuk mengembangkan proyek aset kripto tersebut. Contohnya, bila mereka punya talenta yang fokus pada teknologi blockchain atau Web3.

Ia menambahkan, investor jangan kecele dengan koin kerja sama antara developer dengan public figure. Cek juga bentuk hubungan keduanya serta seberapa mumpuni sang artis dalam berpartisipasi mengembangkan proyek tersebut.

Apakah public figure itu punya kapasitas yang mumpuni untuk berpartisipasi dalam pengembangan proyek atau hanya sekedar menjadi brand ambassador untuk kebutuhan marketing saja. Ini yang perlu diperhatikan oleh investor,” ulasnya.

Nah, yang tak kalah penting adalah soal pendanaan. Teguh menyebut investor perlu mempertimbangkan soal jika pengembang aset kripto tersebut sudah mendapatkan pendanaan atau belum, baik dari perusahaan investasi global atau lokal yang memiliki reputasi baik.

Pasalnya, jika sudah dapat investasi, hal tersebut bisa menambah keyakinan bahwa pengembangan aset kripto tersebut bisa bertahan dalam jangka panjang, punya keuangan yang baik, rencana bisnis jelas, hingga infrastruktur yang mendukung.

Khusus untuk Tokocrypto, Teguh menyebut pihaknya belum punya rencana ikut menjual ketiga token artis tersebut karena belum memenuhi syarat Bappebti.

“Tokocrypto hanya akan melisting token yang sudah sesuai Token Due Diligent atau CoC – Code of Conduct untuk token creation dan juga aturan dari Bappebti yg berlaku. Sejauh ini kami melihat (ketiga token) belum masuk dalam kategori tersebut,” pungkasnya. (*)

    Komentar