SUARAPUBLIK, Palembang- Salah satu persoalan pengelolaan hutan di Indonesia adalah terjadinya tidak seimbangan akses atas lahan,Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla didalam Nawa Cita secara eksplisit mengakui terjadi kesenjangan akses terhadap lahdhan, baik kawasan hutan dan diluar kawasan hutan. Pemerintah juga mengakui kesenjangan akses ini mengakibatkan ketidak-adilan ekonomi dan menghambat pemerataan pembangunan.
Berbagai kebijakan pun dibuat dan direvisi untuk pencapaian keseimbangan baru tata kelola, tata kuasa dan tata usaha hutan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan berbagai peraturan untuk mendukung hal tersebut, seperti P.32/2015 tentang Hutan Hak, P.83/2016 tentang Perhutanan Sosial, P.39/2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani, P.43/2017 tentang Pemberdayaan Masyarakat di Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, dan P.44/2017 tentang Perubahan P.85/2014 tentang Tata Cara Kerjasama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Menteri juga telah menetapkan Peta Indikatif Perhutanan Sosial [PIAPS] sebagai panduan calon lokasi Perhutanan Sosial di tiap wilayah. Target ini untuk memberikan akses lahan, hutan dan sumberdaya alam lainnya kepada rakyat (utamanya kelompok masyarakat marjinal) bagi terciptanya pemerataan ekonomi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Bahkan berdasarkan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat ini capaian akses kelola Perhutanan Sosial sampai dengan 27 Desember 2018 sudah mencapai 2.504.197,92ha, dengan total Surat Keputusan (SK) sebanyak 5.391 SK yang diberikan kepada 586.793 Kepala Keluarga.
Provinsi Sumatera Selatan wilayah menjadi salah satu wilayah penting didalam mendorong inisiatif Perhutanan Sosial di Indonesia, bahkan kepala Dinas Kehutanan Sumatera Selatan Pandji Tjahjanto menyampaikan bahwa ”hingga Desember 2018, Pemerintah telah menerbitkan 93 izin perhutanan sosial di Provinsi Sumatera Selatan seluas 98.947,18 hektar,
Dengan penerima manfaat secara Iangsung sebanyak 14.511 Kepala Keluarga (KK) yang berada dl dalam dan sekltar kawasan hutan. lzin Perhutanan Sosial yang telah diterbitkan ini, meliputl: Hutan Desa (HD) sebanyak 23 Unit dengan luas 32.961,00 hektar, Hutan Kemasyarakatan (HKm) sebanyak 41 unit dengan luas 21.529,64 hektar, Hutan Tanaman Rakyat (HTR) sebanyak 23 unit dengan luas 16.258,32 hektar, Hutan Adat (HA) 1 unit dengan luas 336,00 hektar dan Kemitraan Kehutanan (KK) 5 unit dengan luas 27.862,22 hektar”.
Diharapkan skema Perhutanan Sosial ini bisa menjadi jalan untuk mengembangkan berbagai potensi yang berada didalam kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat, penyelesaian konflik, perlindungan hulu-hulu DAS panting, perlindungan keanekaragaman hayati, pengembangan ekowisata dan bagian untuk penguatan hak-hak masyarakat hukum adat. Untuk mendorong implementasi skema Perhutanan Sosial memang masih menyimpan beberapa tantangan seperti belum optimalnya pendampingan dalam perencanaan penyusunan RKU (Rencanan Kerja Usaha) yang akan menjadi basis pengelolaan serta dapat dipergunakan untuk memperloleh akses permodalan dari bantuan hibah, CSR maupun dana pinjaman KUR atau BLU.
Terkait dengan hal tersebut Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial (POKJA PPS) Sumatera Selatan memandang perlu adanya kegiatan sarasehan bagi para pemegang izin perhutanan sosial dengan Pemerintah (Pusat dan daerah), Lembaga Keungan dan pemasaran, LSM, Universitas, lembaga Donor, serta Kelompok Masyarakat penerima izin Perhutanan Sosial luas dalam rangka mendukung penyelenggaraan program perhutanan sosial di Sumatera Selatan.
”Sarasehan Masyarakat Perhutanan Sosial dan Rapat Koordinasi POKJA PPS Sumatera Selatan 2019” merupakan bentuk apresiasi bagi para pemegang izin perhutanan sosial yang memiliki komitmen kuat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengelola sumberdaya hutan secara lestarl. Dalam kegiatan ini, para penerima manfaat perhutanan sosial dapat berbagi pengalaman mengenai strategi pengelolaan sumberdaya hutan, skemaskema permodalan yang dapat dimanfaatkan, dan peluang pemasaran komoditas perhutanan sosial”,Ugkap Profesor Dr. Ir. Rudjito Agus Suwignyo, Magr akademisi Universitas-Sriwijaya yang menjadi Ketua Pokja PPS Sumatera Selatan.
Kegiatan ini akan di selenggarakan dari tanggal 31 maret sampai dengan 2 April 2019 bertempat di Asrama Haji Palembang dan diikuti sekitar 500 orang peserta yang terdiri dari semua pemegang izin skema Perhutanan Sosial di Sumatera Selatan,LSM Pendamping, KPH Seluruh Sumatera Selatan,OPD Provinsi dan Kabupaten, UPT Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,Akademisi,Praktisi Pengembangan usaha,lembaga Keuangan dan Pemasaran,Jurnalis,Pokja PPS Nasional dan para penggiat Perhutanan Sosial dari Seluruh Indonesia.
Melalui kegiatan ini, pemerintah pusat dan daerah dapat memantau dan mengevaluasi kemajuan program perhutanan sosial Sumatera Selatan dalam pemberian akses kelola dan pemanfaatan hutan bagi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan. Pemerintah juga diharapkan dapat mensinergikan program perhutanan sosial ini dengan rencana-rencana pembangunan yang menitikberatkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan. Bagi pelaku usaha dan lembaga permodalan, kegiatan sarasehan ini dapat memberikan peluang kemitraan pengembangan usaha bersama masyarakat pengelola perhutanan sosial Sumatera Selatan
Staf Kusus Gubernur Sumatera Selatan Bidang Ekonomi Kreatif Eko Sugianto, menjelaskan Pada hakikatnya Program Perhutanan Sosial ini sejalan dengan Visi Sumsel 2018-2023 “Sumsel Maju untuk Semua” khususnya dalam membangun Sumsel berbasis ekonomi kerakyatan, yang didukung sektor pertanian, industri, dan UMKM yang tangguh untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan baik di perkotaan maupun di pedesaan dengan sasaran utama Maju Ekonomi Kerakyatan dan Maju Kesejahteraan Rakyat”. Lebih lanjut putra kelahiran Ogan llir ini menyatakan agar pemberian akses ini harus memberikan manfaat ekologis dan kesejahteraan, oleh karena itu kelompok masyarakat perlu ada pendampingan didalam merencanankan akses lahan melalui agroforestry dengan tanaman lokal Sumsel seperti Aren, Karet, Durian, Petai, Jengkol juga bisa mengkombinasikannya dengan perikanan dan peternakan”.
Kegiatan Sarasehan Masyarakat Perhutanan Sosial dan Rapat Koordinasi Pokja PPS Sumatera Selatan Tahun 2019 dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Peran CSO dan NGO baik lokal maupun internasional seperti Forum DAS Sumsel, Hutan Kita Institute (HaKl), World Resource Institute, ZSL Indonesia, Pilar Nusantara, Yayasan Dagang Hijau (IDH), The Asia Foundation dan Yayasan Belantara telah turut mendukung baik dalam pelaksanaan program Perhutsos di Sumatera Selatan maupun dalam penyelenggaraan kegiatan Sarasehan ini. Semoga melalui kegiatan ini, izin perhutanan sosial yang telah diterima masyarakat dapat Iebih bermanfaat dan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar hutan.
Komentar