SUARAPUBLIK.ID, OKI – Bersama kuasa hukumnya, para pemilik tanah sah Kelompok Tani Penyeberangan Harimau di Desa Cinta Jaya dengan luasan 2.233 hektar kepada 10 orang Kecamatan Pedamaran memiliki surat yang dikeluarkan oleh Pjs Pasirah Marga Danau atas nama Fikri Saleh, meminta haknya dikembalikan lagi.
Kuasa Hukum Kelompok Tani Penyeberangan Harimau, Hermanto mengatakan, sesuai dengan surat keterangan kepemilikan tanah yang dikeluarkan oleh Fikri Saleh Pesirah Marga Danau yang meninggal tahun 2021.
“Kelompok tani ini sebelumnya telah memberikan kuasa, tersisa yang masih hidup empat orang yakni Sohargani, Tanjung, Lukman dan Umar Dani,” kata Hermanto.
Mereka semua dan ahli waris pemilik lahan yang pada tahun 1977-2008 secara terus menerus mengusahakan lahan tersebut untuk menanam padi dan bekayu. Tapi pada 2008 datang eksavator mengatasnamakan PT Mutiara Bunda Jaya anak PT Sampoerna Agro Tbk yang membuka lahan tersebut.
Sebagai pemilik tanah mereka berusaha mempertahankan tanah mereka dari ekskavator. Namun karena adanya oknum aparat keamanan yang juga mendampingi pengoperasian ekskavator tersebut akhirnya mereka menahan diri agar tidak terjadi pertumpahan darah. Namun sampai saat ini mereka tidak pernah mendapat ganti rugi.
Akibatnya lahan yang semula seluas 2.233 Ha kemudian tinggal 400 hektar yang tidak dibuka oleh eskavator tersebut. Lahan ini terletak pada satu hamparan di Desa Cinta Jaya Kecamatan Pedamaran Kabupaten OKI. Tahun 2008 pengerjaan oleh eksavator tersebut dihentikan.
Lalu pada (5/1/2009) terbit Surat Keputusan (SK) Bupati OKI tentang Izin Lokasi Perkebunan kelapa Sawit seluas 12.400 Ha yang ditujukan kepada PT Mutiara Bunda Jaya (PT Sampoerna Agro Tbk).
Surat yang diterbitkan pada masa pemerintah Bupati H Ishak Mekki, memerintahkan perusahaan untuk menginventaris kepemilikan lahan sesuai izin lokasi dan selajutnya untuk memberikan ganti rugi bagi pemilik tanah yang sah yang masuk dalam izin lokasi tersebut.
Diduga proses menginventarisasi kepemilikan lahan yang tidak benar, sehingga turun SK Bupati OKI pada 9 Februari 2012 Nomor 170 yang berisi penetapan siapa-siapa yang berhak memperoleh ganti rugi sebagai pemilik tanah yang sah di lokasi tersebut dan Kelompok Tani Penyeberangan Harimau tidak masuk dalam keputusan tersebut.
Kemudian pada September 2012 Kades Cinta Jaya mengajak Tanjung membuat Surat Pengakuan Hak (SPH) di PT Sampoerna Agro seluas 600 hektar dan mengukurnya dengan melibatkan pihak perusahaan. Setelah pengukuran tersebut juga tak terjadi kesepakatan sehingga tak terjadi ganti rugi.
Belum adanya titik temu dari musyawarah tersebut, kemudian pada tahun 2014 Bupati OKI mengundang rapat kepada para pihak pada tanggal 2 Desember 2014 yang dihadiri oleh Tanjung dan Ewasari.
Pertemuan itupun tidak menghasilkan kesepakatan hingga tahun 2015 Bupati dan Wabup OKI HM Rifai mengundang rapat lagi. Saat itu mantan Pasirah Fikri Saleh juga hadir.
Kemudian pada tahun 2018 Kementerian PUPR memerintahkan PT Hutama Karya untuk menitipkan uang konsinyasi kepada Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung OKI uang senilai Rp 9 miliar lebih untuk membayar lahan sepanjang 33 km yang terkena pembangunan jalan tol.
Penitipan uang tersebut untuk membayar ganti rugi 56 orang yang punya alas hak sesuai keterangan Kementerian PU PR.
“Anehnya dari ke-56 orang yang akan memperoleh ganti rugi tersebut tidak ada satupun anggota dari Kelompok Tani Penyeberangan Harimau,” tegasnya.
Melihat kenyataan itu para anggota Kelompok Tani Penyeberangan Harimau melakukan gugatan dalam Register Nomor 40/Pdt.G/2021/PN Kag, Hakim dalam putusan tersebut menolak gugatan Kelompok Tani Penyeberangan Harimau, namun dalam fakta persidangan terungkap adanya 50 SHM yang terbit di September 2015.
Hal tersebut terlihat aneh karena Mei 2015 lahan tersebut masih dalam pembahasan Bupati dan Wabup OKI HM Rifai dengan Kelompok Tani Penyeberangan Harimau beserta perusahaan PT Mutiara Bunda Jaya (PT Sampoerna Agro Tbk).
Terpisah Humas Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Made mengungkapkan, putusan itu keluar (22/3) oleh karena itu waktunya sudah lewat tidak ada upaya hukum berikutnya.
“Soal konsinyasi yang akan dilakukan oleh PN Kayuagung Rp9 miliar itu ada uangnya belum dicairkan karena berkasnya belum lengkap,” bebernya.
Kepala Kantor Pertanahanegara (BPN) OKI, Zamili memang ada dana konsinyansi dititipkan ke PN Kayuagung senilai kurang lebih Rp9 miliar tapi pencairannya belum bisa dilakukan karena ada pihak yang belum memiliki kelengkapan surat kepemilikan.
Adanya keberatan dari para pemilik tanah yang sah Kepala BPN menyatakan, pihaknya yang mengeluarkan surat tersebut saat ada gugatan maka pihaknya mempersilahkan untuk mengajukan gugatan ke PTUN.
Humas PT Sampoerna Agro Tbk, Fajar mengaku, permasalahan tersebut antar calon petani plasma dalam memperoleh lahan yang mau diajukan ke perusahaan. Dalam mengelola lahan perkebunan perusahaan tetap patuh terhadap putusan hukum yang berlaku, dalam memperoleh lahan untuk plasma harus sesuai dengan prosedur yang berlaku dan sesuai dengan SK Bupati. (ANA)
Komentar