SUARAPUBLIK.ID, JAKARTA – Asian Development Bank (ADB) atau Bank Pembangunan Asia mengumumkan, bahwa mereka telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2021 negara-negara di Benua Asia.
Proyeksi ini turun menjadi 7,2% dari publikasi April lalu yang mana pertumbuhan ditargetkan di angka 7,3% menyusul meluasnya wabah virus covid-19 varian baru di beberapa negara.
Meskipun pemulihan terus mendapatkan momentum di negara berkembang Asia, wabah baru Covid-19 kembali muncul, yang didorong oleh mutasi varian virus baru yang menghambat pertumbuhan ekonomi di beberapa negara.
Jika wilayah lain mulai mengalami perlambatan dalam kasus harian, di Asia kasus harian covid-19 mencapai puncaknya pada pertengahan Mei, sebelum mengalami penurunan pada akhir Juni.
Gelombang baru ini mempengaruhi banyak ekonomi di Asia khususnya Asia Selatan dan Asia Tenggara. Sebaliknya, penyebaran varian baru ini masih mampu dikendalikan oleh negara Asia Timur.
ADB, ADB, dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (28/7) dilansir cnbc indonesia, menyatakan, keberlangsungan program vaksinasi memang mengalami kemajuan pesat di banyak negara, akan tetapi negara berkembang di Asia masih jauh dari target minimal demi mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) di angka 70%.
Hingga 24 Juli 2021, persentase total populasi yang telah divaksinasi di wilayah Asia (kecuali Singapura) masih jauh berada di bawah negara ekonomi maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Uni Eropa.
Sedangkan Indonesia sendiri masih berada di bawah rata-rata negara Asia dan Dunia, selain itu total persentase populasi rakyat Indonesia yang telah divaksin juga masih lebih kecil dari India dan negara tetangga Malaysia.
Persentase Penduduk Dunia yang Telah Divaksinasi
Karena tingkat vaksinasi yang masih rendah, salah satu wilayah yang terdampak parah oleh varian ini adalah Asia Tenggara, yang proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2021 diturunkan dari semula 4,4% menjadi 4,0%.
Penurunan ini terjadi di hampir semua negara ASEAN, kecuali Singapura yang diramalkan naik dari semula 6,0% direvisi menjadi 6,3%.
Pertumbuhan ini diuntungkan dari pengendalian Covid-19 yang efektif, peningkatan permintaan dari mitra dagang utama, dan konsumsi publik yang kuat
Adapununtuk Indonesia, ADB memangkas perkiraan pertumbuhan PDB dari 4,5% menjadi 4,1% tahun ini, akibat dari lonjakan kasus infeksi gelombang kedua.
Peningkatan kasus baru yang mencapai rekor tertinggi memaksa pemerintah melaksanakan pembatasan sosial sejak 2 Juli dan terus diperpanjang hingga 2 Agustus.
ADB mengatakan bahwa pembatasan tersebut akan menghambat pemulihan yang sedang berlangsung, yang dimulai sejak Q3-2020 dan berlanjut hingga Q2-2021 lalu, ketika aktivitas ekonomi masih menguat, dukungan positif kebijakan fiskal dan permintaan ekspor yang terus meningkat.
Sedangkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 tidak mengalami perubahan di angka 5,0%.
Selain pertumbuhan ekonomi, ADB juga mencatat rata-rata laju inflasi di Indonesia pada Januari-Mei adalah sebesar 1,5%, secara konsisten berada di bawah target 2%-4% yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang tetap mempertahankan suku bunga di angka 3,5%.
Perkiraan inflasi Indonesia untuk 2021 ikut terpangkas menjadi 2,1% dari semula 2,4%. Perkiraan laju inflasi tahun 2022 tidak berubah di angka 2,8%.
Negara tetangga juga memperoleh vonis serupa, proyeksi pertumbuhan ekonomi Malaysia diturunkan dari semula 6,0% menjadi 5,5%.
Thailand yang pada kuartal pertama tahun ini masih mengalami kontraksi, proyeksi pertumbuhan PDB nya turun dari 3,0% menjadi 2,0%.
Bahkan Vietnam yang merupakan salah satu negara ekonomi terbaik tahun lalu yang mampu menghindari jurang resesi, pertumbuhan ekonominya juga ikut dipangkas oleh ADB dari 6,7% menjadi 5,8%.
Wilayah lain yang proyeksi pertumbuhan ekonominya diramalkan turun adalah Asia Selatan yang ‘disunat’ dari 9,5% menjadi 8,9% di tahun 2021.
Pertumbuhan ekonomi India mengalami revisi menjadi 10,0% dari sebelumnya ditargetkan mencapai 11,0%.
Turunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi tidak terjadi di semua wilayah Asia, yang mana ADB menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia Timur dari 7,4% menjadi 7,5% cerminan kuatnya pertumbuhan kuartal pertama.
Selama 3 bulan awal tahun ini ekonomi China naik pesat hingga 18,3%, meroketnya pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) negeri tirai bambu ini salah satunya diakibatkan perkuatan aktivitas ekonomi di sektor retail.
Faktor lainnya yakni infrastruktur dan manufaktur serta penyusutan ekonomi yang terbilang besar, mencapai 6,8% pada periode yang sama tahun sebelumnya.
ADB memproyeksikan, pertumbuhan PDB China tidak berubah pada 2021 di angka 8,1% dan 5,5% pada 2022.
Selain China, Hong Kong dan Taiwan juga mengalami pertumbuhan signifikan. Selain itu PDB Korea Selatan tahun 2021 diprediksi naik dari semula 3,5% kini menjadi 4,0%.
Ramalan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
Sedangkan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk negara ekonomi besar utama tidak mengalami perubahan signifikan.
Amerika Serikat dan ekonomi Uni Eropa tidak mengalami revisi proyeksi, sedangkan Jepang prediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2021 diturunkan menjadi 2,6% dari semula 2,9%, sedangkan untuk tahun 2022 diramal naik menjadi 2,7% dari proyeksi awal 2,4%. (*)
Komentar