SUARAPUBLIK.ID, MUBA – Kasus Dugaan tindak pidana Korupsi terkait pemalsuan buku atau daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi dalam pengadaan tanah jalan tol Betung-Tempino Jambi tahun 2024 mulai digelar di pengadilan negeri kelas 1A khusus Palembang dengan agenda pembacaan dakwaan selasa (27/5/2025).
Dalam sidang tersebut yang mengagendakan pembacaan dakwaan terhadap dua terdakwa yakni AM dan YH dimana Sidang dipimpin oleh majelis Hakim Ketua Fauzi Isra, S.H., M.H
Selain dihadiri oleh penasehat hukum masing-masing terdakwa, persidangan ini juga dihadiri oleh sekitar 10 orang pengunjung yang mengikuti jalannya proses hukum di ruang sidang.
Kajari Muba Aka Kurniawan, SH., MH melalui Kasi intelijen Abdul Harris A SH., MH dalam siaran persnya menyebutkan terungkap JPU menetapkan Dakwaan terhadap dua terdakwa berdasarkan pasal 9 Jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
“Bahwa Dalam persidangan terungkap bahwa terdakwa YH merupakan anak angkat dari HA. Karena loyalitasnya sebagai anak, YH bahkan memaksa salah satu kepala desa untuk menandatangani Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah milik HA, meskipun kepala desa tersebut telah menolak karena khawatir terlibat masalah hukum,”ungkap Harris
Sementara itu, menurut Dhea, SH selaku JPU, peran AM tidak kalah penting. Sebagai mantan pegawai BPN Musi Banyuasin, ia diketahui pernah diberi kuasa oleh HA untuk membantu menyusun dokumen penguasaan fisik tanah sebagai persyaratan administrasi ganti rugi.
Bahkan, pada tahun 2006 saat menjabat sebagai Kasubsi Pengukuran di BPN, AM pernah melakukan pengukuran atas lahan yang ternyata berada di kawasan hutan, guna menerbitkan ratusan sertifikat hak milik (SHM) atas nama HA.
Ketiganya diduga secara sistematis menggeser trase jalan tol dan membuat surat penguasaan fisik lahan di atas tanah negara yang termasuk kawasan hutan suaka margasatwa sehingga masyarakat Sumatera Selatan Belum Bisa Menikmati Perjalanan Yang Aman, Singkat dan Cepat Dari Palembang Sampai Jambi, Yang Seharusnya Beberapa Tahun Lalu Sudah Dapat Dinikmati, Padahal Negara Pada Tahun 2021 Sudah Pernah Mengakomodir Usulan Pergeseran Trase Tol Dari Pengusaha Ternama Sumatera Selatan Tersebut. Tindakan ini dilakukan demi memperoleh ganti rugi lahan dari negara.
Padahal, sejak tahun 1987, HA telah menguasai dan mengelola sekitar 900 hektar lahan negara menjadi kebun sawit pribadi tanpa pernah memberikan pemasukan bagi negara, selama lebih kurang 38 Tahun Negara Tindak Pernah Menerima Pendapatan Apapun dari Pengusaha Ternama Sumatera Selatan Tersebut.
“Akibat perbuatan ini, pembangunan jalan tol terhambat dan masyarakat Sumatera Selatan belum bisa menikmati akses cepat Palembang–Jambi hingga saat ini. Kejaksaan menyatakan bahwa perbuatan ini merupakan bentuk pelanggaran hukum yang terorganisir dan merugikan negara secara besar-besaran”, tukasnya.
Komentar