SUARAPUBLIK.ID, OKI – Pertamina Shop atau Pertashop, usaha yang diharapkan membantu kelancaran Transportasi masyarakat sehari-hari justru terancam gulung tikar. Itu disebabkan karena penghasilan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Hak inilah yang terjadi pada M. Robbyansyah (29), warga Jalan Desa Kayu Labu, Kecamatan Pedamaran Timur, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), yang memiliki usaha Pertashop dibawah naungan dari Pertamina.
Robby mengatakan, awal mula ia tertarik pada usaha ini karena dianggap dapat membantu perekonomian keluarga dan kelancaran dalam memenuhi kebutuhan BBM di tempatnya. Sehingga ia pun berani meminjam uang ke bank untuk modal usaha Pertashop.
Pertashop adalah outlet penjualan Pertamina berskala tertentu yang dipersiapkan untuk melayani kebutuhan konsumen. Hanya saja, kekurangan dari usaha ini adalah pelaku usaha hanya dapat menjual bahan bakar berjenis Pertamax, bukan bahan bakar subsidi seperti Pertalite.
Sedangkan bagi Robby, menjual pertamax di lingkungan desa seperti ini sangat sulit. Sebab, mayoritas penduduk adalah pekerja kebun yang lebih tertarik membeli Pertalite daripada Pertamax.
“Apalagi harga pertamax saat ini lumayan tinggi. Pada awal saya membuka usaha ini di bulan Oktober 2021 saat harganya masih di Rp9.200, jadi masih terjangkau. Bahkan dulu dalam satu bulan kami bisa menjual sampai 20.000 Liter,” jelasnya.
“Akan tetapi semenjak April 2022 harga Pertamax naik menjadi Rp13.500, maka menurun pula daya beli masyarakat. Sehingga kami hanya dapat menjual 1000 liter dalam sebulan. Jauh dan sangat jauh merosotnya. Masyarakat disini jadi beralih ke Pertalite yang dianggap lebih terjangkau dengan harga Rp10.000 per liter,” jelasnya.
Lanjut Robby, semenjak menurunnya tingkat pembelian masyarakat terhadap Pertamax yang harganya lebih mahal dari Pertalite, maka pemasukan pun jelas menurun. Jangankan untuk membayar angsuran pinjaman, demi kebutuhan sehari-hari pun belum tercukupi.
“Kami berharap kepada pemerintah dan pihak terkait agar dapat membantu dalam mengembangkan usaha pertashop yang telah kami jalani ini. Saya mohon dan berharap kepada pemerintah, BPH Migas, Pertamina, serta DPR RI Komisi VII, tolong lah kami, karena Pertashop yang telah membawa nama Pertamina hingga ke pelosok desa ini dapat di bantu agar kami juga dapat menjual Pertalite. Karena selain harganya yang lebih murah, bahan bakar jenis Pertalite juga yang di butuhkan masyarakat menengah ke bawah seperti kami ini,“ ungkapnya.
Selain Robby, Steven sebagai Ketua umum himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia mengatakan, menanggapi pertashop yang ada di OKI yang diambang kebangkrutan, karena minimnya pembeli.
Sehingga merosotnya pendapatan operasional serta tidak dapat lagi menutupi angsuran. Penyebab utama tentu masalah kualitas harga antara Pertamax dan Pertalite yang jauh berbeda. Sehingga konsumen memilih harga yang lebih murah lantaran mayoritas penduduknya adalah masyarakat pedesaan.
Menurut Steven, tidak hanya di Kabupaten OKI tetapi di beberapa daerah lainnya seperti Muara Enim, Pagar Alam, Musi Rawas dan daerah lainnya, bahkan di luar Provinsi Sumatera Selatan pun hampir 80 persen mengeluhkan hal ini.
Karena menurunnya tingkat pembeli masyarakat terhadap Pertamax, hingga banyak pengusaha Pertashop yang harus tutup oprasional alias gulung tikar dan mati suri.
“Jadi kami berharap kepada pemerintah pusat serta anggota dewan untuk memberikan kebijakan masalah harga, ataupun dapat menyalurkan bahan bakar Pertalite. Sebab kami juga mitra resmi pertamina yang langsung bersentuhan dengan masyarakat hingga ke pelosok desa,“ ungkapnya.
Sista, salah satu warga Jalan Desa Kayu Labu mengatakan, ia sebagai konsumen di Desa ini berharap Pertamina dapat segera memasok Pertalite ke Pertashop-Pertashop yang ada di seluruh outlet. Baginya, warga sangat membutuhkan bahan bakar kendaraan yang terjangkau dan bersubsidi seperti Pertalite.
“Mayoritas penduduk disini adalah berkebun dengan motor sederhana. Jika kami harus membeli Pertamax yang harganya lebih mahal, maka itu sangat memberatkan. Jujur, sebenarnya kami lebih percaya mengisi minyak di Pertashop yang memang resmi dari pertamina dibanding harus membeli minyak eceran di warung-warung. Tetapi karena Pertalite belum ada di Pertashop itulah yang memaksa kami terkadang masih mencari BBM eceran,” ungkapnya.
“Jadi kami berharap semoga pertamina segera memasok Pertalite ke pertashop yang ada di seluruh outlet-outlet, termasuk di pelosok desa seperti ini,” tutur Sista.
Terpisah, pada Rabu (7/2/2024), pihak pertamina saat dikonfirmasi mengatakan bahwa pertamina terus berkomitmen untuk menghadirkan energi berkualitas secara merata hingga ke pelosok.
“Pertashop dipersiapkan untuk melayani kebutuhan konsumen BBM non subsidi. Saat ini kami coba kembangkan Pertashop untuk memperluas bisnis non fuelnya, sehingga pendapatan pengusaha tidak terpaku pada penjualan BBM saja,” jelas Area Manager Communication, Relation and CSR Sumbagsel, Tjahyo Nikho Indrawan. (ANA)
Komentar