SUARAPUBLIK.ID, EMPAT LAWANG – Beberapa bulan terakhir harga komoditi karet di Kecamatan Tebing Tinggi, semakin anjlok dan tak kunjung naik. Saat ini harga salah satu hasil komoditi perkebunan di Kabupaten Empat Lawang itu, hanya tembus Rp 6000 perkilogram.
Kondisi ini membuat petani menjerit, apalagi disusul juga dengan lonjakan harga kebutuhan bahan pokok (Sembako, red). “Pengepul cuma sanggup membeli Rp 6000 perkilogram. Kalau kita bawa hasil sadapan ke touke di pasar, terkendala biaya angkut cukup mahal,” keluh Effendi (36), petani karet di Desa Pancurmas Kecamatan Tebing Tinggi.
Kata Effendi, meskipun harga karet anjlok drastis, petani tidak bisa menghentikan aktifitas penyadapan karena desakan kebutuhan ekonomi. Seyogyanya jika harga karet normal di kisaran Rp 9000 perkilogram, dalam dua hari petani bisa mendapatkan sekitar Rp 180 ribu untuk 20 kilogram karet.
Itupun jika punya kebun karet sendiri dengan rata-rata hasil sadapan 20 kilogram. Lebih miris lagi, kata Effendi, sebagian besar petani adalah buruh sadap yang harus membagi tiga hasil panen. “Dua hari disadap harus libur satu hari, agar kondisi pohon karet tetap stabil,” jelas Effendi menambahkan. Kalau disadap tiap hari maka pohon karet akan stres dan kuantitas getah pun berkurang.
Senada dilontarkan Bur (43), petani lainnya, anjloknya harga karet membuat petani kian sulit. Dijelaskannya, harga karet di pengepul keliling hanya Rp 6000 perkilogram. Tapi kalau dibawa ke tauke besar hanya mencapai kisaran Rp 8000 – 9000 perkilogram. “Harapannya harga karet bisa normal lagi, apalagi sekarang kebutuhan ekonomi meningkat akibat kenaikan harga BBM,” ungkapnya.
Sementara itu Sul, touke karet mengakui, anjloknya harga karet terjadi beberapa bulan terakhir. Untuk jenis kualitas baik atau tatal jarang (TJ) masih dalam kisaran Rp 9000 perkilogram, sedangkan jenis tatal sedang (TS) bisa jadi tembus Rp 6500 atau dibawah lagi perkilogramnya. Tergantung juga harga dari pengepul keliling, karena sebagian besar petani lebih memilih menjual di kebun langsung dijemput.
“Kita belum tahu kenapa harga karet turun, tapi pengaruh kualitas juga sangat penting,” katanya menambahkan. Hingga saat ini kualitas produksi karet dari Tebing Tinggi belum begitu diminati. Jadi wajar saja kalau harga jual berbeda jauh dengan di daerah lain seperti Musirawas.
Mengenai anjloknya harga tingkat tauke, petank tidak bisa berbuat banyak. Karena yang mematok harga itu pengumpul besar dan perusahaan pengepresan (remiling). Namun ya itu tadi, jika kualitas karet lebih baik tentu harga jual akan lebih meningkat. “Kita harus perbaiki kualitas hasil produksi dulu, nah ini perlu dukungan semua pihak termasuk pemerintah daerah,” imbuhnya. (Alf)
Komentar