SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Sidang lanjutan pembuktian perkara dugaan tindak pidana korupsi Pengelolaan Dana Komite dan Pembangunan pada SMA Negeri 19 Palembang sebesar Rp358 juta tahun anggaran 2021-2022, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis (21/12/2023).
Dalam perkara tersebut menjerat dua terdakwa, Slamet selaku Kepala SMA Negeri 19 Palembang dan M Arfan Ketua Komite.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Masrianti SH MH, tim penuntut umum Kejari Palembang menghadirkan tiga saksi atas nama Iwan selaku Kontraktor Pembangunan Gedung Aula SMAN 19 sekaligus wali murid, Meidia Customer Service Bank Sumsel Babel dan Munzana Wali Murid.
Dalam keterangannya, saksi Iwan pada saat pertama mendaftarkan anaknya masuk ke SMAN 19 Palembang diminta untuk membayar uang pembangunan sebesar Rp 3,5 juta dan iuran komite Rp100 ribu per bulan.
“Waktu itu saya saat mendaftarkan anak ke sekolah diminta uang sumbangan sukarela sebesar Rp3,5 juta untuk pembangunan aula pertemuan serbaguna, uang itu saya bayarkan langsung ke Kepsek Slamet. Kemudian iuran komite saya juga langsung bayar selama 1 tahun,” ujarnya.
Kemudian Iwan mengatakan, dia ditawarkan oleh terdakwa Slamet untuk mengerjakan proyek Pembangunan Aula sekolah dan dua kolam retensi dengan anggaran sebesar Rp700 juta.
“Selain sebagai wali murid saya juga yang dipinta oleh pak Slamet untuk mengerjakan Pembangunan gedung aula dengan anggaran Rp700 juta, dengan DP awal Rp90 juta kemudian dibayar cas Rp350 juta sisanya dibayar dengan cara dicicil oleh pihak sekolah,” katanya dalam persidangan.
Mendengar keterangan saksi Iwan tersebut, kemudian majelis hakim mempertegas terkait kontrak kerja pembangunan gedung aula SMA Negeri 19 Palembang.
“Saksi Iwan saudara dihadirkan dalam persidangan ini sebagai wali murid dan pelaksana pembangunan gedung aula apakah ada kontrak kerja dan mengerjakan pembangunan tersebut apakah lelang atau ditunjuk langsung,” tanya hakim.
“Ada yang mulia, kontrak kerjanya saya yang meminta kepada pak Slamet. Untuk pengerjaannya karena dananya dari hasil sumbangan komite jadi saya ditunjuk langsung oleh pak Slamet,” jawab Iwan.
“Apakah ada persetujuan dari pengurus komite dan ada tidak laporan secara tertulis laporan pertanggungjawaban kepada pengurus komite,”? tanya hakim lagi.
“Saya ditunjukkan oleh pak Slamet ada surat persetujuan dari pengurus komite untuk pembangunan aula tersebut. Tidak ada laporan ke pengurus komite saya hanya berhubungan dengan pak Slamet saja,” kata Iwan.
Sementara itu saksi Meidia selaku Customer Service menejelaskan bahwa pembukaan rekening komite sekolah berdasar permohonan dari pihak sekolah SMAN 19 Palembang.
“Tugas saya membantu nasabah terkait prosedur untuk membuka rekening tabungan. Pada saat itu pihak sekolah datang untuk membuka rekening komite dengan membawa surat permohonan yang ditandatangani Ketua Komite pak Arfan, tetapi yang menandatangani di spesimen rekening tabungan adalah Slamet dan Dian Florawati,” katanya.
Kemudian saksi Munzanah wali murid siswa SMAN 19 Palembang mengakui membayar iuran komite Rp100 ribu per bulan.
“Saya membayar rutin iuran komite Rp100 ribu perbulan kalau telat dibayar dobel pada bulan depan. Yang menentukan besarnya iuran komite tersebut yang saya ketahui pihak sekolah,” ujarnya.
Dalam dakwaan, para terdakwa dikenakan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana mana telah telah diubah dengan undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Dalam perkara tersebut, kerugian negara yang ditimbulkan atas perbuatan para terdakwa sebesar Rp 358.777.250. (ANA)
Komentar