SUARAPUBLIK.ID, LAHAT – Meski Hakim Negeri Lahat sudah memberikan vonis terhadap pelaku Oo (17) warga Kecamatan Mulak Ulu, dan MAP (17) warga Kecamatan Mulak Sebingkai Kabupaten Lahat, karena melakukan kekerasan seksual terhadap AP (17) namun kasus tersebut kini masih menjadi perbincangan dan viral di media sosial. Setelah sebelumnya, viral Pengacara Hotman Varis, Senin (9/1/2023) puluhan masa menggelar aksi di depan pengadilan Negeri Lahat. Massa mempertanya vonis hakim yang hanya 10 bulan dan jaksa menuntut tujuh bulan kurungan.
Ramainya sorotan atas kasus tersebut, membuat penasehat hukum OO dan AP, M Ferdi Setiawan SH dan Imam Rustandi, SH angkat bicara. Ditegaskan Ferdi dan Imam, vonis hakim 10 bulan terhadap kedua klienya sangat memberatkan. Menurutnya kedua PH, seharusnya tidak dihukam melainkan di kembalikan orang tua. Diungkapkan Ferdi, dari dakwaan JPU yang disangkakan kepada klienya unsur unsur yang disangkakan tidak mendasar. Dimaksudkan Ferdi, tidak benar adanya kekerasan, pemerkosaan dan pemaksaan itu tidak benar.
“Untuk diketahui tidak ada pemerkosaan, pemaksaan atau kekerasan. Pasal yang diterapkan sangat berat bagi kami selaku pendamping anak anak yang bermasalah hukum,” tegasnya, Selasa (10/1).
Dilanjutkan, dari tahapan sidang sangat jelas dalam fakta persidangan ada bukti foto, video dan percakapan melalui pesan watshapp yang sama sekali tidak ada pemaksaan dan pemerkosaan. Selain itu, bukti yang ditampulkan JPU ada yang tidak berkecocokan seperti hp anak disita tapi pas ditanya saat sidang hp itu tidak ada. Untuk saksi L, saksi T, saksi B tidak dihadirkan. Kemudian barang bukti baju dan celana tidak ada kecocokan.
” Kami beranggapan perkara ini terkesan dipaksakan. Dan kami mohon kepada masyarakat dan nitizen jangan hanya fokus pada korban. Pelaku juga masih anak anak dan dibawah umur. Mereka juga putus sekolah, terkena tekanan batin, psikologis terganggu, “sampainya.
Ditambahkanya, informasi terakhir yang pihaknya terima Jaksa melakukan banding dan pihaknya selaku PH akan melakukan kontra memori banding terhadap jaksa. “Dalam intinya kami akan perjuangakan nasib klien kami demi azas keadilan agar dibebaskan atau dikembalikan dengan orang tuanya,”ujarnya.
Terkait video viral dan Hotman Varis, keduanya menganggap sikap yang disampaikan Hotman sudah terlalu jauh masuk dalam ranah perkara ini. Sementara secara fakta beliau tidak mengikuti. Karena di indonesia adanya contempt of court
Sesuai dengan aturan yang mengatur tentang itu pasal 207, 217,224 KUHF dan pasal 217, 21 KUHP atau dalam butir ke 4 alenia 4 uu nomor 14 tahun 1985 tentang mahkamah agung menyebutkande selanjutnya lebih menjamin terticiptanya yang sebaik baiknya bagi penyelenggara peradilan guna menagakkan hukum keadailan yang menggatur penindakan terhadap perbuatan tingkah laku sikap dan atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan martabat dan kehoramatan badan pradilan yang dikenal sebagi contempt of court.
“Kita sangat menyayangkan apa yang beliau sampaikan. Begitu juga dengan netizen yang tidak tahu dengan fakta persidangan, “sampainya.
Sebelumnya orang tua dan AP (17) korban kekerasan seksual yang dilakukan Oo (17) warga Kecamatan Mulak Ulu, dan MAP (17) warga Kecamatan Mulak Sebingkai Kabupaten Lahat, mengadu ke pengacara Hotman Paris, di Jakarta. Bahkan, saat ini video Hotman Varis yang mengomentari vonis Hakim Negeri Lahat dan tuntutan JPU viral di Kabupaten Lahat. Dalam video yang beredar, tampak ibu dan korban AP sedang bersama Hotman Varis.
Dalam video, Hotman Varis sendiri memertanyakan terkait tuntutan Jaksa yang hanya tujuh bulan dan vonis hakim yang hanya 10 bulan. “Bapak Kejari Lahat ini kasus yang lagi viral. Anak gadis umur 16 tahun di Lahat diperkosa tiga laki disuatu kos. Diundang undang peradilan anak pemerkosaan anak bisa dihukum 15 tahun dan kalau pelakunya dibawah umur bisa dikurangi setengah atau sepertiga tapi ini hanya dituntit tujuh bulan. Ada apa? Bayangkan kalau ini terjadi dengan kita, “ucap Hotman dalam video yang kini viral.
Sebelumnya, pelaku kekerasan seksual terhadap AP (17) yang tercatat masih duduk dibangku sekolah divonis 10 bulan hukuman kurungan. Vonis yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lahat, Muhamad Chozin Abu Sait SH ini, lebih tinggi tiga bulan dari tuntujan JPU Kejari Lahat, yang menuntut tujuh bulan kurungan. Vonis tersebut dianggap pihak keluarga korban tak adil.
Terpisah, saat dibincangi media ini Kasi Pidum Kejari Lahat Frans Mona, SH MH menerangkan alasan kenapa M Abby Habibullah SH selaku JPU dalam kasus tersebut menuntut tujuh bulan kurangan kepada kedua pelaku. Diterangkan Fran, tuntutan mempertimbangkan bahwa kedua pelaku merupakan anak anak. Tak hanya itu, keduanya juga masih tercatat sebagai pelajar aktif.
“kondisi tersebut menjadi pertimbangan bagi JPU,” sampainya.
Selain itu, berdasarkan fakta persidangan terungkap fakta baru yaitu beberapa potongan video, foto dan pesan singkat antara korban dan pelaku. Ditegaskanya, berdasarkan pasal 2 UUSPPA perampasan kemerdekaaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir dan penghindaran pembalasan serta pelindungan. Kemudian, berdasar pasal 3 UUSPPA anak dalam proses peradilan berhak tidak ditangkap, di tahan, atau di penjara kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yg paling singkat, dan anak juga berhak memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yg objektif dan tidak memihak. Pasal 79 ayat 3 UUSPPA minumum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap anak.
“Jadi dalam fakta persidangan itu terdapat bukti baru. Video dan foto yang itu hanya terungkap dalam persidangan. Yang kemudian menjadi pertimbangan juga bagi JPU,” ungkapnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lahat, Muhamad Chozin Abu Sait SH ini, lebih tinggi tiga bulan dari tuntujan JPU Kejari Lahat, yang menuntut tujuh bulan kurungan dengan vonis 10 bulan.
Vonis majelis hakim tersebut, membuat keluarga korban yang mengikuti sidang putusan di Pengadilan Negeri Lahat, jadi geram. Keluarga korban sampai berteriak mengatakan putusan tersebut tidak adil. Karena ulah dari dua pelaku anak tersebut, sudah membuat fsikologis korban terganggu.
“Soal putusan, itu mutlak kewenangan Majelis Hakim. Dilihat berdasarkan fakta persidangan, alat bukti dan keterangan saksi. Semua sudah dipertimbangankan, baik dari sisi korban maupun pelaku anak,” terang Humas Pengadilan Negeri Lahat, Diaz Nurima Sawitri SH MH, Senin (3/1).
Menurut Diaz, sidang perkara anak ini berlangsung cepat, dilakukan setiap hasri secara marathon selama sepuluh hari. Untuk alat bukti, tetap merujuk ke KUHP. Mulai dari saksi ahli, keterangan saksi anak, dan petunjuk (kesesuaian antara saksi dan bukti lain harus singkron). “Kedua pelaku anak divonis sepuluh bulan. Sebenarnya, perampasan hak anak (hukuman penjara) ini, adalah upaya terakhir,” jelasnya.
Sebelumnyya, Wanto, ayah korban merasa keberatan dengan putusan hakim tersebut. Menurutnya, putusan 10 bulan itu terlalu kecil. Meskipun ada perlakukan khusus, jika harus dipotong setengah tuntutan hukuman orang dewasa, setidaknya divonis 4,5 tahun. “Kami sangat kecewa dengan putusan ini. Ini tidak adil. Anak kami jadi korban dan akan alami trauma mendalam karena kejadian ini,” ucapnya.
Wanto sendiri mengungkapkan akan terus mencari keadialan untuk anaknya tersebut. Diapun akan berangkat ke Jakarta untuk meminta bantuan kepada Hotman Varis, pengacara terkenal di Tanah Air. “Saya akan terus mencari keadilan untuk anak saya, “tegasnya.
Komentar