SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menyebut petani berpotensi melakukan tanam dan panen dua kali dalam setahun menggunakan metode padi apung di lahan yang sebelumnya hanya bisa ditanami sekali.
Kepala Seksi Pelayanan Teknis Mutu Benih Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumsel Wahyu Anita Sari mengatakan jika produktivitas lahan lebak khususnya lebak dalam masih tergolong rendah.
“Sebagai upaya optimalisasi lahan lebak, kita mulai mencoba pengembangan inovasi padi apung. Penanaman padi apung ini membuka peluang pemanfaatan lahan lebak yang sebelumnya tidak digarap setelah masa panen. Jadi bisa meningkatkan indeks pertanaman dan jumlah produksi padi sebagai upaya mencapai swasembada pangan,” ujar Anita, Jum’at (20/6/2025).
Ia menjelaskan penyebabnya yaitu karakteristik lahan yang sangat beragam dan tantangan hidrologis yang kompleks.
Diketahui, lebak dangkal memiliki ketinggian muka air kurang dari 50 sentimeter dengan masa surut sekitar tiga bulan. Lebak tengahan memiliki ketinggian air antara 50–100 sentimeter dan masa surut 3–6 bulan. Sementara itu, lebak dalam memiliki ketinggian air lebih dari 100 sentimeter dengan masa surut lebih dari enam bulan.
“Kondisi itu juga sangat bergantung pada musim. Apabila musim kemarau tidak berlangsung cukup lama, air di lahan lebak tidak surut sepenuhnya sehingga petani tidak dapat melakukan penanaman. Umumnya penanaman di lahan lebak hanya bisa sekali dalam setahun, kemudian menunggu air surut lahannya menganggur,” jelasnya.
Ia mengungkapkan jika metode padi apung sudah pernah diujicobakan pada tahun lalu dengan penggunaan sekitar 16 varietas padi.
“Hasilnya padi apung menunjukkan pertumbuhan yang cukup bagus. Namun, tantangan yang dihadapi yaitu organisme pengganggu tanaman (OPT). Karena kalau padi apung ini kita tanamnya kan tidak berbarengan dengan padi konvensional,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, pada tahun ini pihaknya akan kembali melakukan uji coba budidaya padi apung dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penghambat di tahun sebelumnya.
Saat ini pihaknya sedang melakukan uji coba di area seluas 9.000 meter yang terletak di kawasan Jakabaring Sport City (JSC) Palembang, dengan rencana pembibitan sebanyak 61 varietas padi.
“Nanti berbagai varietas yang kita tanam ini akan kita pamerkan dalam acara Gebyar Perbenihan di September mendatang, dengan harapan ada pihak yang melihat dan tertarik untuk kemudian bisa berinvestasi dengan metode penanaman padi apung,” imbuhnya.
Selain gangguan OPT, faktor biaya operasional juga menjadi salah satu catatan dalam pengembangan padi apung.
“Kalau dari sisi efisiensi dan efektifnya, memang membutuhkan dana yang tidak sedikit. Padi apung bisa memakan 2-3 kali lipat dari biaya operasional yang biasa digunakan penanaman padi konvensional. Tetapi dampaknya itu tadi, produksi bisa meningkat karena penanaman bisa dua kali,” ucap dia.
Komentar