SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Hantaman musim kemarau mengakibatkan beberapa lahan gambut di Bumi Sriwijaya mengalami kekeringan. Sehingga, mudah memicu api, lantaran lahan yang kering langsung terbakar.
Kabid Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel, Ansori mengatakan, dalam dua hari terakhir sebanyak 592.000 liter air dijatuhkan menggunakan lima helikopter water bombing oleh tim patroli udara, di titik kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Sudah 134 kali upaya lima water bombing dikerahkan untuk memadamkan Karhutla di tiga kabupaten seperti Banyuasin, Ogan Ilir, dan Ogan Komering Ilir. Kapasitas angkut airnya, empat hingga lima ribu liter,” ungkap, Ansori, Senin (26/7/2021).
Menurut Ansori, BPBD Sumsel telah mempetakan wilayah gambut yang rawan. Karena dari data Karhutla besar tahun 2015 dan 2019 lalu api sulit dipadamkan di lahan gambut.
“Gambut-gambut di Sumsel sangat dalam. Kalau terbakar sulit bagi kita karena harus memadamkan yang di dalam juga. Kita masih mencegah gambut terbakar. Jika sudah terbakar besar akan susah ditangani,” jelas dia.
Selain itu, pihaknya sejak dini selalu waspada lahan gambut yang mulai mengering. Karena untuk kondisi kering atau hari tanpa hujan akan terjadi di akhir Juli. Bahkan BPBD Sumsel memprediksi pada Agustus-September 2021 menjadi puncak kemarau. Potensi kekeringan lahan semakin meluas. Beberapa indikasi kekeringan tersebut mengakibatkan permukaan air gambut mulai surut.
“Laporan dari tim darat sudah mulai kesulitan mencari air di dekat lokasi kebakaran. Sedangkan tim WB masih bisa ambil air di mana saja,” ujarnya.
Belum diketahui penyebab kebakaran yang terjadi beberapa waktu terakhir. Tim gabungan dari BPBD, Manggala Agni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), TNI, serta Polri, masih terus bersiaga.
Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim, Kebakaran Hutan dan Lahan (PPIKHL) Wilayah Sumatra, Ferdian Krisnanto mengatakan, pihaknya masih bersiaga di wilayah OKI. Beberapa titik hotspot semakin meluas dan merata di Sumsel, termasuk di Pedamaran dan Pangkalan Lampang yang menjadi daerah rawan Karhutla.
“Kita sekarang lebih waspada karena potensi hujan makin kecil. Dan kemarin lokasi api berpotensi masuk Suaka Margasatwa Padang Sugihan,” ungkap dia.
Ferdian mengakui, dampak kemarau mulai terasa dengan kekeringan yang terjadi beberapa waktu terakhir. Api sangat mudah tersulut, ditambah kondisi angin kencang. Tim masih berjibaku di lapangan melakukan pemadaman.
“Bahan bakar untuk terjadinya Karhutla melimpah. Ada pakisan, gelam, dan rumput. Apa lagi kondisi di lapangan adalah gambut dalam,” ungkapnya. (Nat)
Komentar