SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Pengamat Sosial dan Politik Sumsel, Bagindo Togar Butar-Butar menyoroti manajemen pembinaan di tubuh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumsel.
Hal itu buntut dari aksi jalanan Pelatih dan Atlet Sumsel yang meminta sumbangan sebagai tuntutan memenuhi peralatan pertandingan pada Jumat (13/8/2021) lalu. Dan itu merupakan bentuk polemik komunikasi kompleksitas kendala kebutuhan jelang PON Papua Oktober 2021 mendatang.
“Pihak KONI Sumsel juga harusnya menata manajemen pelatihan, karena waktu PON yang tak lama lagi. Sementara mereka akan dihadapi dengan jadwal pertandingan dan waktu keberangkatan, dan ini mempengaruhi prestasi Atlet kan,” ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (16/8/2021).
Terkait persoalan tersebut, kata Bagindo, jangan hanya sekedar sebagai partisipasi. Apa pun ceritanya, barometer kesuksesan suatu atlet dari prestasi, harus menjadi yang utama, karena menjadi tolak ukur lembaga.
“Jangan kita hanya berpartisipasi meramaikan PON, tapi minus prestasi. Ini harus menjadi pemikiran yang serius bagi seluruh pengurus cabang olahraga (Cabor) dan KONI. Jangan terkesan hanya untuk Pariwisata Olahraga saja,” ungkapnya.
Dikatakan Bagindo, PON ini bukan ‘Pariwisata Olahraga’ tapi di sana atlet kita dituntut untuk menuai prestasi dan membawa nama harum daerah. Dan itu menjadi tolak ukur utama berhasil atau tidaknya Pemerintah Daerah, dalam hal ini KONI Sumsel.
“Sampai sejauh mana keberhasilan mereka (KONI Sumsel) membina, mengelola manajemen keolahragaan secara profesional. Alat ukurnya adalah prestasi, kalau hanya Pariwisata Olahraga sebaiknya nggak usah ikut, kalau tidak spekulatif dengan profesionalitas atlet kita,” tegasnya.
Menurutnya, apa pun pembinaan tetap final-nya adalah prestasi. Sebab ini pemicu untuk seluruh para calon atlet-atlet dan pengurus olahraga.
“Pemerintah daerah seriuslah. Selama ini kita tertinggal jauh dan melorot prestasi di bidang olahraga. Ini sebagai cambuk, jangan terulang lagi, nyaris prestasi kita berada di papan tengah ke bawah terus,” ungkap Bagindo.
Ini komunikasi yang tersumbat, jelasnya. Duduk satu meja, ajak dialog jangan di-judge, atletnya dan pelatihnya salah. “Tidak boleh berkonflik di media, berkonflik itu di dalam organisasi, nggak etis konflik di media. Walau nanti alot dan hangat akan mendapat jalan keluar, kalau duduk semeja,” ucapnya.
Selain itu, Bagindo juga menyoroti soal jadwal turunnya peralatan latihan dengan schedule keberangkatan ke pertandingan yang terlalu dekat, sehingga mempengaruhi prestasi atlet. “Harusnya peralatan sudah dipersiapkan di enam bulan sebelumnya jangan menjelang dua bulan baru akan dipersiapkan,” ucapnya. (Nat)
Komentar