SUARAPUBLIK.ID, PALEMBANG – Dr. Bahrul Ilmi Yakub angkat bicara terkait pemberitaan mengenai dirinya yang diberi sanksi pemberhentian selama 12 bulan oleh Majelis Dewan kehormatan Daerah (MKD) Peradi. Dia menilai bahwa keputusan MKD itu ngawur, dan nyata sekali tidak paham hukum maupun Kode Etik Advokat.
“Keputusan itu sangat ngawur. Apakah majelis dewan kehormatan tidak paham dengan kode etik advokat?,” ucapnya, Senin (15/1/2024).
Bahrul mengatakan apa yang diputuskan MKD sangat berbahaya, dan akan memaksa Advokat sebagai penegak hukum tidak mentaati hukum. Atas apa yang telah diputuskan MKD, ia akan melakukan perlawan banding atas putusan tersebut.
“Saya akan minta dilakukan pemeriksaan terhadap kompetensi dan integritas Majelis Kode Etik. Sebab, ada indikasi putusan tersebut telah disetting dari awal sebelum sidang dilakukan,” tegasnya.
Sebelumnya, advokat berinisial BIY, dikenakan sanksi pemberhentian sementara selama 12 bulan dari profesinya sebagai Advokat karena terbukti melanggar kode etik.
Hal itu berdasarkan putusan yang dibacakan Majelis Kehormatan Dewan Kehormatan Daerah Peradi Sumatera Selatan dalam persidangan dengan Ketua Majelis Amirul Husni, SH., didampingi Majelis Anggota Dr. Davis Edwar SH., M.Hum., dan Dr. Else Suhaimi., SH., MH., di kantor DPC Peradi Palembang, Senin (15/1/2024).
Akbar Tan, SH., dari kantor hukum Akbar Tan & Partners sebagai penasihat hukum yang mendampingi Direktur PT Amen Mulia menjelaskan, pengaduan pelanggaran kode etik ini bermula dari adanya pemberian kuasa PT Amen Mulia (pengadu) kepada Advokat BIY (teradu) untuk melakukan perlawanan terhadap penetapan eksekusi yang cacat hukum dan nonexecutable di atas objek yang terletak di kawasan Jakabaring, Kota Palembang.
Upaya perlawanan ini dikuasakan PT. Amen Mulia kepada Advokat BIY guna mempertahankan objek sita eksekusi, dengan alasan hukum, salah satunya adalah dikarenakan terdapat beberapa objek milik pihak ketiga yang ikut diletakkan sita eksekusi.
Namun bertentangan dengan kuasa yang telah diberikan, Advokat BIY justru mengeluarkan surat yang mengatasnamakan PT Amen Mulia, yang berisi penyerahan secara sukarela bangunan dan tanah objek eksekusi yang seharusnya dipertahankan.
“Tindakan inilah yang kemudian menjadi pokok pengaduan pada perkara ini, dan dengan putusan yang telah dibacakan oleh Majelis Kehormatan pada hari ini, artinya Majelis Kehormatan memandang tindakan yang dilakukan Advokat BIY terbukti secara hukum adalah tindakan yang telah melampaui kuasanya,” kata Akbar saat diwawancarai usai persidangan.
Hal inilah yang menjadi dasar pertimbangan terjadinya pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia tanggal 23 Maret 2002 dan Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
“Kami memahami betul jika hal ini merupakan tahap awal dari perjuangan Kami, karena bagi pihak yang merasa keberatan dengan putusan ini, masih ada upaya hukum untuk mengajukan banding ke Dewan Kehormatan Pusat PERADI,” ujarnya.
Selanjutnya, Akbar Tan memberikan apresiasi penuh kepada Majelis Kehormatan Dewan Kehormatan Daerah PERADI Sumsel yang telah memeriksa dan mengadili perkara ini.
Menurutnya, Majelis Kehormatan telah memimpin jalannya pemeriksaan persidangan dengan baik, sesuai dengan hukum acara yang diatur, sehingga atas kepemimpinan Ketua Majelis Kehormatan Bapak Amirul Husni, SH., dapat terungkap fakta – fakta dalam perkara ini secara tepat.
“Setelah melalui alur proses persidangan akhirnya terbit putusan yang telah memenuhi nilai-nilai keadilan bagi Pengadu, karena adanya ketegasan Ketua Majelis dalam memberi sanksi kepada Advokat Teradu BIY yang terbukti melanggar kode etik advokat, dan hal ini dapat dilihat sebagai bentuk penegakkan harkat dan martabat advokat, sebagaimana yang diamanatkan oleh Kode Etik Advokat Indonesia tanggal 23 Maret 2002 dan Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat,” ungkap Akbar. (ANA)
Komentar