SUARAPUBLIK.ID, OKI – Bianka Mutia tampak lesu dan irit bicara saat kami menyambangi kediamannya, di Dusun II Desa Pedamaran 1, Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Sepanjang waktu, bocah 2,5 tahun ini duduk bersandar rapat ke tubuh ibunya. Ia menangis saat melihat kami. Takut barangkali.
Bianka adalah anak yang mengalami stunting atau gagal tumbuh akibat kurang gizi kronis. Berat badannya tak sampai 7 kilogram atau masih kurang sekitar 3 kilogram dari berat normal minimal.
Gadis kecil anak ketiga dari pasangan Rahmalia, 35 tahun dan Juharsyah, 38 tahun ini selalu menangis digendongan ibunya. Dia memiliki dua orang kakak laki-laki.
Rahmalia menyadari kondisi anaknya ini tidak normal. Dia bercerita, saat lahir berat badan Bianca 2,6 kilogram. Sama halnya dengan bayi lain yang lahir dengan berat badan rata-rata 2,5 kilogram. Selama membesarkannya, Rahmalia membagi tugasnya sebagai seorang ibu. Sebab Rahmalia harus membantu suami mencari uang tambahan. Rahmalia seperti ibu rumah tangga kebanyakan di Pedamaran, bekerja sebagai penganyam purun. “Waktu nimbang, diberitahu anak saya stunting, terus pulangnya dikasih biskuit dari posyandu,” kata Rahmalia, Sabtu (13/11/2021) lalu.
Rahmalia, ibu Bianka, tak mampu memenuhi kebutuhan gizi harian anaknya karena dibelit kemiskinan. Apalagi sejak pandemi, satu-satunya pemasukan dari pekerjaan suaminya sebagai pembeli barang bekas keliling pun, ikut terdampak.
“Suami kerja di Palembang, pulang kadang seminggu sekali kadang lebih lama. Per bulan paling dapat 1 juta, kadang ngga sampe segitu. Penghasilan yang ada untuk membiayai tiga anak saya. Anak pertama saya sudah kelas 6 SD. Kita juga belum pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah,” kisahnya. Beruntungnya ia masih ada tempat tinggal. Rumah warisan mertua yang juga didiami satu keluarga lagi dari saudara suaminya.
Rahmalia menjelaskan, selama masa Pandemi membuat penanganan balita terkena stunting ini terhambat, sebab layanan posyandu kadang ditutup. Sebagai gantinya, kader posyandu kadang harus mendatangi satu persatu rumah penderita stunting.
“Posyandunya tetap ada, namun memang dibatasi. Saya tetap sesuai jadwal pergi ke Posyandu. Belum ada perhatian khusus apa gitu. Cuman pemberitahuan saja dari kadernya, ‘anaknya stunting lho, Bu.’ Itu saja, kalau bantuan atau apa, tidak ada,” tutur Rahmalia.
Selain Bianka, ada balita lain juga yang menderita stunting di desa Pedamaran 1. Berdasarkan informasi salah satu tenaga medis yang enggan disebut namanya, masih ada tiga lagi balita penderita stunting yang berada di bawah pengawasannya.
Malah, informasi yang diperoleh media ini, dua dari tiga balita tersebut berasal dari keluarga berada (ekonomi berkecukupan). Mayoritas masyarakat di sana beranggapan kalau stunting adalah penyakit keturunan (genetik). Sehingga menganggap sepele masalah tersebut.
Masuk Dalam Desa Lokus Stunting
Desa Pedamaran 1 merupakan salah satu desa yang menjadi Desa Lokasi Fokus (Lokus) Intervensi penurunan stunting terintegrasi Kabupaten OKI di tahun 2021. Tim Focus Kini berupaya untuk mencari data melalui Kepala Puskesmas setempat yang enggan disebut namanya. Ia justru mengatakan stunting di wilayahnya adalah cerita masa lalu.
Masalah Stunting agaknya menjadi momok ‘memalukan’ bagi warga dan instansi setempat. Wartawan Focus Kini agak kesulitan mendapatkan data riil masalah ini dari warga. Terbukti, di Desa Menang Raya, tetangga Desa Pedamaran I, kami tidak dapat menggali informasi dari warga mengenai balita penderita stunting.
Selain Pedamaran 1 dan desa Menang Raya di Kecamatan Pedamaran, ada Desa Mesuji Jaya dan Mataram Jaya di Kecamaran Mesuji Raya, Desa Kampung Baru di Kecamatan Mesuji Makmur, Desa Tulung Selapan Ilir di Kecamatan Tulung Selapan, Desa Pangkalan Sakti, Desa Rantau Karya, Desa Nusantara dan Desa Banyu Biru di Kecamatan Air Sugihan. Desa-desa inilah yang menjadi Desa Lokus Stunting.
Data tersebut sesuai dengan SK Bupati Ogan Komering Ilir No: 426/KEP/DINKES/2020 tentang Penetapan Desa Lokus dalam Upaya Penurunan dan Pencegahan Stunting di Kabupaen Ogan Komering Ilir.
Diberi Asupan Biskuit
Sementara itu saat ditanyakan masalah ini ke tim medis Desa Pedamaran I menyebutkan kalau pihaknya telah memberikan bantuan makanan tambahan bagi penderita stunting melalui layanan Posyandu.
“Ada, jadi kita punya bantuan berupa biskuit. Jadi biskuit itu bukan biskuit biasa, namun yang difortifikasi dengan mikrovitamin. Itu dibagikan kepada anak-anak, mulai dari gizi kurang dan gizi buruk,” ujar salah satu sumber yang tidak ingin disebut namanya.
Namun ia mengakui kalau layanan posyandu terganggu selama masa pandemi.
Sejauh ini berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang kami peroleh sebelumnya, persentase kasus stunting di kabupaten tersebut telah turun menjadi 8,44% pada 2020 lalu. Sebelumnya angka stunting sebesar 11,08% pada 2019. Bahkan pada 2018, angka stunting tergolong cukup tinggi, yakni sebesar 30,6%.
Wakil Bupati Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Dja’far Shodiq menilai penurunan itu berkat intervensi yang dilakukan pemangku kepentingan setempat.
“Kini sudah satu digit, tapi kami tidak mau berpuas diri. Harus terus diturunkan,” katanya saat diwawancarai Senin (15/11/2021).
Dia mengemukakan Pemkab OKI bekerja sama dengan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (Tim Penggerak PKK), BKKBN, LSM, dan lainnya dalam menekan angka stunting.
Atas capaian tersebut Pemkab OKI meraih penghargaan dari Pemprov Sumsel atas upayanya dalam pelaksanaan konvergensi intervensi penurunan stunting terintegrasi pada tahun 2020.
(Dhi)
Komentar